Showing posts with label Ken. Show all posts
Showing posts with label Ken. Show all posts

Monday, June 25, 2018

Lebaran di Rumah Baru

Mandatory Pic: Foto Keluarga Lebaran Tahun ini

Lebaran tahun ini bisa dibilang sangat berbeda. Berbeda dalam arti banyak hal. Setelah tahun lalu berlebaran jauh di negeri orang. Tahun ini, kami sekeluarga memutuskan untuk sholat ied di dekat rumah kami yang baru. Sebenarnya bukan benar-benar rumah baru sih, tetapi rumah yang kami sewa sejak kurang lebih 1-2 bulan terakhir. Iya, kami memutuskan kembali menjadi "kontraktor" di Kota Belimbing, seperti saat saya hamil Ken dulu. We're so excited. Rasanya ingin sekali cerita banyak tentang keputusan ini, tapi di-post terpisah aja ya :)

Malam takbiran, saya galau mau masak apa, tapi kegalauan saya hilang setelah suami bilang, "nggak usah masak lah... nanti beli aja". Buah dari menuruti kata suami memang indah ya, sore harinya, tetangga baru kami yang tidak lain dan tidak bukan adalah salah satu dosen saya di kampus, mengetuk pintu sambil membawa ketupat, gulai kambing, dan sayur buncis. Alhamdulillaah, jadi kami tidak perlu lagi membeli makanan untuk sarapan besok pagi, sebelum sholat ied. 

Jelang lebaran ini, kami jadi mengenang kejadian lucu tahun lalu. Ketika Ken mematikan speaker mesjid saat shalat ied sedang berlangsung (baca cerita lengkapnya: Lebaran di Bristol). Pengalaman ini akan selalu jadi cerita menarik untuk dikenang dan salah satu pengingat tentang bagaimana gigihnya ayah mengenalkan kebiasaan sholat di mesjid kepada Ken sejak ia dini <3. Lebaran tahun ini, tentu saja semangat itu tidak surut, kami sama-sama berjalan ke mesjid yang sudah dipenuhi jamaah. Bahkan, di tahun ini pula, Ken untuk pertama kalinya kami ajak tarawih dan i'tikaf di mesjid. 

Ken digendong ayah setelah sholat ied :)
Masya Allah... Lebaran tahun ini, saya kembali diingatkan tentang betapa beruntungnya saya memiliki suami seperti ayahnya Ken. Sebelum berangkat ke rumah orang tua kami, dia menyempatkan diri membantu melakukan pekerjaan rumah, sehingga sepulangnya kami dari 'liburan' ke Jatinegara dan Jatibening kami tidak pusing karena banyak hal yang belum beres. Setelah istirahat sebentar, kami langsung menuju ke rumah orang tua kami. Saya dan kedua saudara saya sudah janjian untuk berkumpul di hari pertama lebaran di rumah kami, mengingat sulitnya mengumpulkan tiga bersaudara ini dalam satu kesempatan. Alhamdulillaah, lebaran kali ini, kami bisa kumpul lengkap dan silaturahim ke rumah bude (kakak ibu) bersama-sama. Keesokan harinya, kami berlebaran di rumah keluarga suami :)

Ada satu hal lagi yang membuat saya menyesal. Ramadhan tahun ini, saya merasa ibadah saya jauh dari kata optimal :_(. Semoga kita semua dipertemukan kembali di Ramadhan berikutnya dan bisa lebih maksimal lagi dalam menjalankan ibadah, Aamiin YRA.

Keluarga Bambang Wening Suripto
Anak-anak gadis bapak-ibu yang udah pada jadi ibu-ibu



Salam,
Sawitri Wening

Thursday, February 15, 2018

Observasi Gaya Belajar Ken (Day 9 & 10)

Day 9 - Berkunjung ke Rumah Sepupu
Karena kakak saya sedang sakit dan gagal menginap di rumah orang tua kami dan saya baru enakan setelah sakit minggu kemarin, akhirnya saya memutuskan mengikuti keinginannya Ken untuk ikut ke rumah sepupunya (anak kakak saya). Walaupun ternyata saya belum fit, dan malah muntah dan pusing begitu sampai di rumah kakak saya, hiks.  Jadi hari itu, saya bisa observasi Ken tentang bagaimana dia 'belajar' di kondisi yang tidak biasa.
  • Di perjalanan, Ken banyak menggunakan visualnya untuk memperhatikan dan mengobservasi kendaraan, jalanan, atau apapun yang dilihatnya. Kemampuan kognitifnya juga memungkinkannya untuk banyak bertanya mengenai apa yang ia lihat untuk mendapatkan pemahaman yang lebih utuh. Jadi, selain memperhatikan ternyata Ken juga menggunakan modalitas auditorinya. 
  • Ketika sampai di rumah sepupunya, Ken sibuk dengan mainan-mainan yang ada di depan TV. Baginya, hal yang baru selalu menarik, apalagi mainan yang baru dilihatnya, meskipun itu bukan mainan baru. Di sini, Ken saya selalu ajarkan untuk meminta izin dengan cara memintanya berkata langsung kepada bude atau sepupunya. 
  • Sejauh yang saya perhatikan, ketika ada orang yang membuatnya tidak nyaman, Ken akan menghindari orang itu dan tidak pernah menunjukkan tindakan agresif kepada orang lain, kecuali kalau ia sudah sangat kesal. Seperti yang ditunjukkan Ken saat sepupunya mulai iseng dengan menggodanya, mengambil mainan yang sedang dipegangnya. Alih-alih merengek, dia malah meladeni candaan sepupunya itu dan kalau dia sudah lelah, maka dia akan berhenti meladeni sepupunya itu dan meninggalkannya. Cara ia meregulasi emosinya saat ini, biasanya dengan diam, menghindari orang yang membuatnya kesal/menyakitinya (mencari kesibukkan sendiri) atau dengan melampiaskannya pada benda mati, misal menendang mainan yang ada di depannya atau memukul kasur. Walau mungkin akan ada masanya yaa anak menjadi lebih agresif ke orang lain. Di sini Ken belajar bagaimana caranya menghadapi konflik dengan melibatkan emosi dan kemampuan interpersonalnya.
  • Ketika melihat tombol pada galon, Ken bertanya "Bu, ibu ini buat apa?" Lalu saya menjawab, "Itu buat ngambil air. Kalau dipencet nanti keluar airnya." Jengjeng, dia pun langsung memencet tombol itu dan keluar lah air dari dalam galon dengan deras. Only after that he completely understand what the button used for, lol. Buat dia, cara mengetahui sesuatu saat ini yang paling menarik adalah melakukan langsung dan melihat sendiri apa yang tejadi selanjutnya. Oh, tadi omongan ibu tentang fungsi tombol itu hanya numpang lewat di telinganya :'D. Senangnya kalau lagi waras, lihat begini ibu malah bahagia karena tahu kalau rasa ingin tahu Ken sebesar itu! Coba kalau lagi nggak waras, pasti udah ngomel ke Ken, "why did you do thaaaat?!! Nggak denger ibu tadi ngomong apa?!!
Day 10 - Bermain Peran dan Senang Belajar Menulis
Jadi, hari ini ibu lagi kerajinan. Lihat kardus besar teronggok di rumah, langsung keinget postingan bebikinan kardus di IG @emakisengkompakan. Bahagia banget kalau ada yang share ide-ide main anak di social media! Terima kasih, ibu-ibu :* Soalnya nambah stok ide bermain sama Ken buat saya sendiri. Makanya itu, belakangan saya juga rajin post di IG story kegiatan yang saya bikin untuk Ken. Siapa tahu kan ada yang lagi mandek juga mau bikin kegiatan apa, terus jadi terbantu karena lihat IG kita. 


Dalam proses pembuatan firetruck kardus ini yang banyak dikira bus sama orang-orang.  Banyak hal yang bisa Ken pelajari dengan melihat saya membuatnya, bagaimana saya memotong kardus, mewarnai dengan cat air, menempel kertas dan menyematkan tali. Di sini, yang saya sayangkan adalah saya tidak terlalu melibatkan Ken dalam membuatnya. Jadi, kontribusinya Ken hanya sebagai observer dan saya membiarkan dia berkreasi dengan cat warna di potongan kardus yang saya gunakan. Padahal, bisa loh saya ajak dia untuk memberi lem dan menempel roda atau tangganya, jadi dia lebih merasa kalau itu buatan ibu dan dia. Buktinya waktu ditanya yang buat siapa, Ken jawab, "Yang buat ibu ini, bukan Ken." Oke, nggak apa buat koreksi kegiatan selanjutnya.

Setelah jadi, Ken tak berhenti bertanya tentang ketidaksempurnaan bikinan ibunya, "kok rodanya begitu? kok yang ini nggak nempel? kok tangganya di sini?" Hadeeuh, Mbok yo bersykur gitu lho Ken dan ibu buatin, lol. Lalu, saya ajak bermain peran menjadi pemadam kebakaran. Kebayang dong ya dengan begitu aja semua aspek visual, auditori, dan kinestetiknya jadi terstimulasi. 


Malam harinya, adalah saat bermain bebas dan bermain dengan ayah yang baru pulang kantor. Tumben nggak main magic beads atau pipa atau bombik. Kali ini, anaknya anteeeeeng banget nulis di buku tulis, malah kalau dia lagi mau pindah posisi, buku dan pensilnya dibawa dan dia teruskan kegiatan menulisnya itu. Memang sih ya kesukaan menulis ini, ibaratnya, kayak musiman gitu. Dulu pernah ada waktu Ken sukaaa banget coret-coret pakai pensil/pulpen, tapi abis itu udah nggak suka lagi. Nah, sekarang anaknya lagi inisiatif belajar nulis sendiri nih. Rupanya, yang bikin Ken tertarik dengan menulis sekarang adalah kalau dia sadar sekarang sudah bisa bikin bentuk-bentuk dua dimensi. Kalau sebelumnya, cuma coret-coret benang kusut, sekarang sudah lebih berbentuk dan dia sudah mulai bisa mengasosiasikan coretannya itu dengan bentuk yang familiar buat dia. Misal, "Eh, ini huruf K.. for Ken!" atau "Bu, ini gambar ikan!" Walaupun sebenarnya nggak sama persis dengan benda yang dia maksud, tapi memang ada bentuk dan tarikan garis yang kalau diperhatikan memang mirip. Pantesan ajaaa anteng kan, pasti anaknya merasa, "wedeeeh, gua udah bisa gambar!" Kalau udah begini, biasanya saya diamkan saja karena dia sedang fokus sama yang dikerjakan dan baru diajak ngomong ketika anaknya bertanya atau mau menunjukkan hasil karyanya.

Kesimpulan Observasi
Semacam lagi ngerjain tugas kampus, hahah. Kesimpulannya sih gaya belajar Ken saat ini sih yang paling dominan masih di kinestetik dan auditori. Tapi, semua itu bisa jadi dipengaruhi oleh tahap perkembangan kognitifnya dia yang sekarang dan pengetahuan serta kemampuan lainnya. Makanya, penting banget stimulasi anak di berbagai aspek supaya dia bisa lebih eksplor dengan gaya belajar apa anak lebih nyaman dan bisa dapat pemahaman tentang sesuatu jadi lebih baik. Makanya, ayo ibu-ibu semangat stimulasi anak dengan berbagai pengalaman dan kegiatan (ngomong sama diri sendiri)!

Terakhir, saya senang banget mengerjakan observasi ini karena bikin saya bisa fokus sama kelebihan anak bukan pada kelemahannya, "meninggikan gunung, bukan meratakan lembah". Meskipun pada praktiknya nggak semudah itu ya karena nggak ada orang tua yang sempurna. Sebab, kalau ada yang salah pada anak kita, yang semestinya berkaca adalah kita kan orang tua yang mendidiknya.

Salam,
Sawitri Wening

Saturday, February 10, 2018

Observasi Gaya Belajar Ken (Day 7 & 8)

Bicara soal gaya belajar anak, tentu kita harus mengetahui juga tahap perkembangan kognitifnya. Menurut Piaget, perkembangan kognitif seseorang terdiri dari 4 tahap, yaitu sensorimotor (0-2 tahun), Pra-operational (2-4 tahun), Concrete Operational (7-11 tahun) dan terakhir tahap Formal Operational. Ini membantu saya memahami tentang bagaimana Ken memahami sesuatu. Saat ini, Ken terlihat masuk ke dalah tahap pra-operational, dimana ia sudah mulai bisa membayangkan benda yang tidak ada, namun belum sepenuhnya memahami berbagai aturan dalam benda itu. Dimana ia mulai sering melontarkan pertanyaan ataupun pernyataan yang terkadang membuat kami takjub bahkan tertawa geli. Semua itu karena adanya perbedaan persepsi saya dan Ken dalam memandang sesuatu dan kemampuan kognitif yang berbeda antara orang dewasa dan anak balita. Betapa saya takjub ketika Ken bertanya kritis tentang siapa pemilik topi yang tidak bundar dalam lagu “topi saya bundar”. Atau ketika Ken mulai berlogika dengan meng-counter pernyataan ibunya, “ibu sayang ken karena ken anak baik” Lalu, ia akan bertanya, “Kalau Ken nggak baik? Berarti ibu nggak sayang Ken.” Padahal kan tidak begitu, tapi kalau tidak diberi penjelasan, Ken belum bisa memahaminya. Dan banyaaak sekali pertanyaan-pertanyaan “kok begini.. kok begitu..” yang menunjukkan bertambahnya kemampuan kognitifnya sekaligus keterbatasannya.

Penjelasan mengenai tahap perkembangan ini juga menjelaskan beberapa catatan saya sebelumnya tentang bagaimana Ken ‘mempelajari’ sesuatu. Artinya, sebenarnya gaya belajar yang ditunjukkan anak di usia ini bisa sangat berubah, menyesuaikan dengan, salah satunya, perkembangan kognitifnya. Makanya usia Ken ini sebenarnya lebih ke kinestetik karena tahap perkembangan kognitifnya juga masih berkutat di antara sensorimotor dan pra-operational.

Baiklah, mari kita mulai catatan hari ke-7 dan ke-8 kita…

 Day 7 - Senang dengan Permainan Sensori
Ken masih sangat mencintai permainan yang melibatkan indera sensorinya.  Kayaknya makin bisa kotor-kotoran, makin happy deh dia. Makanya, mainan cat air adalah permainan yang hampir nggak mungkin ditolak Ken karena memang masih berkutat di tahap sensorimotor dan praoperasional. Ken sangat menikmati melukis dengan waterbeads dan telapak tangannya (ini sih improve sendiri, seneng banget anaknya liat tangannya berwarna, hahaha). Keseruan Ken nguplek-nguplek cat air dan waterbeads kali ini, dimanfaatkan juga untuk setimulasi visualnya yaitu dengan mencampurkan warna-warna yang ada di palete sehingga menjadi warna baru. 

Day 8 - Bagaimana caranya?
Sejak Ken masih di Bristol, saya jarang sekali melarang Ken memainkan sesuatu selama benda itu nggak berbahaya untuknya. Ya mainannya Ken panci, sendok, keranjang, laci, pokoknya apa pun yan bikin dia penasaran aku persilakan. Saya senang sekali lihat Ken yang sedang penasaran sama sesuatu, dia bisa diam lamaaa deh kalo udah utak-utik barang. Kayaknya mau tahuuuu banget gimana suatu benda bekerja. Seperti tempo hari, ketika mbah putrinya membelikan kinciran bambu yang bisa bunyi ‘keteketekeketeketek” itu lho kalau digerakkan dan berputar. Sementara anak lain happy lihat kincirnya berputar dan suka dengan bunyinya, Ken malah penasaran bunyi itu darimana asalnya. Jadi dia perhatikan deh tuh bagian-bagian kincirnya dan bertanya, “ibu ini buat apa?”. Yang akhirnya dia tahu kalau lidi yang ters di balik kincir itulah yang membuatnya bisa berbunyi. “Oh ini ya yang bikin bunyi? Kalo dicopot?” Dia copot beneran dong lidinya, ya jadi nggak bisa bunyi. Buat orang yang lihat kejadian tadi sebagai hal negatif pasti akan menyimpulkan kalau ‘hadeuh, nih anak ngerusakin aja sih’, tapi kalau say a malah senang karena itu menunjukkan rasa ingin tahu Ken yang sangat tinggi. Yah seringnya sih butuh kesabaran dan tenaga ekstra sih untuk menanggapi rasa ingin tahunya, terutama kalau hal yang ingin ia 'pretelin' itu milik orang lain. Mudah-mudahan waras terus demi menjaga fitrah baik ini.



Ken bisa khusyuk diam saat mencari tahu bagaimana bisa menyangkutkan mobil ke mainan tow-trucknya atau bagaimana caranya bisa memasukkan sedotan ke dalam lubang yang ada di mainan robocar poli-nya. Hari ini dia sibuk membongkar tempat aqua dan mencoba memasangnya lagi dan seperti biasa, ibunya nggak boleh bantuin “Ken aja yang masukkin” katanya. Kalau dilihat dari salah satu teori, Ken juga menunjukkan gaya belajar analitis dan logis yaitu dengan mencari tahu bagaimana sesuatu bisa bekerja, saat ini ya caranya dengan membongkar pasang barang-barang tadi. Mungkin kelak yang diutak—atik soal matematika atau fisika ya… 

Sekian dulu catatan hari ini.. Mohon maaf dirapel karna ibu sedang tidak sehat. Semoga besok masih diberi umur untuk melanjutkan catatan ini lagi. Semangat!

Cheers,
Sawitri Wening


Wednesday, February 7, 2018

Observasi Gaya Belajar Ken (Day 6)

Salah satu fakta ketika kita telah menyiapkan suatu kegiatan untuk anak adalah terkadang terjadi penolakan. Hari ini, saya bermaksud mengajak Ken bermain peran dengan menggunakan wayang-wayangan kertas yang saya buat sederhana sekali dengan menggunakan kertas dan stik es krim untuk melatih aspek kinestetik dan auditorinya. Ketika saya membuatnya, Ken senang sekali memperhatikan apa yang saya buat, namun ternyata ketika kami hendak memainkannya ia bilang, “Ken nggak suka. Mau main batu sama Mbah Kakung.” Jadi, sore itu, Ken pun banyak bermain batu dengan Mbah kakung. Iya, batu beneran yang ia pungut dari jalan pagi tadi bersama Mbah kakung, hahaha. Memang sih, saya bilang Ken bisa main lagi setelah tidur siang. So, dia pasti akan menagih janji itu. Bagi saya, dengan begitu kami sama-sama belajar kalau anak punya preferensi bermain sesuai dengan ketertarikan dan moodnya saat itu dan anak juga bisa belajar bagaimana orang tua menanggapi penolakannya. Apakah langsung baper, lantas jadi marah-marah dan memaksa atau just let the children choose what they want to play. Saya jadi ingat, kata-kata Mbak Vidya di bukunya, kalau ini semua bukan tentang kita, tapi tentang anak kita, kan. Sekian curhatan emak, mari lanjut ke bagian observasi.

Melatih Auditori dengan Menyanyikan Buku Cerita 
Seperti yang sudah saya tuliskan kemarin kalau salah satu kebiasaan Ken adalah ‘mengarang lagu’ yang ternyata sebenarnya seringnya yang ia lakukan adalah melagukan kata-kata yang ingin diucapkannya. Sekilas, ini salah satu kebiasaan yang dilakukan oleh anak dengan gaya belajar auditori. Hari ini, saya mencoba bereksperimen ketika membacakan buku untuk Ken. Bila kemarin dengan meniru gerak dan tracing huruf di dalam buku, kali ini saya lakukan dengan bernyanyi! Ehem, nggak usah ngebayangin nyanyinya bakal cakep kayak di kartun-kartun disney tapi. Tapi, saya baru paham dengan metode mendongeng dengan melagukan cerita yang biasa dilakukan kakak-kakak pendongeng. Oooh, ternyata untuk melatih auditori juga yaa selain untuk menarik perhatian anak.

Ken terlihat heran ketika saya mulai menyanyikan cerita dan semakin tertarik ketika ada bagian yang saya beri tekanan dengan ekspresi berlebihan. Saya sengaja memilih cerita yang tidak pernah dipilih Ken dari kumpulan dongeng karangan Clara Ng yang berjudul “Sejuta Warna Pelangi”. Sekadar ingin melihat reaksinya, apakah ketika saya membacakan cerita yang sebelumnya tidak menarik untuk Ken dengan cara bernyanyi, Ken akan tertarik. Ken menyimak ceritanya sampa selesai, namun saya bisa melihat kalau ia lebih senang ketika saya ikut menirukan apa yang dilakukan tokoh dalam cerita, misal memeluk dan tersenyum lebar. Ken dapat pengalaman baru dengan membaca sambil bermain dan beberapa kali meniru saya menyanyikan kalimat-kalimat dalam buku. Berasa jadi ibu peri di  film Cinderella, cerita sambil nyanyi-nyanyi, hahaha. That was really fun though.

Ketika masih di Bristol, rasanya saya rajin sekali memutar murottal, asmaul husna, atau lagu-lagu anak untuk Ken saat sedang bermain. Tapi, sekarang entah kenapa jadi jaraaang sekali. Malam harinya saat sedang bermain (lagi-lagi) dengan magic beads-nya, saya menyetelkan asmaul husna untuk Ken untuk melatih auditori sekaligus memberi asupan bergizi untuk Ken sambil mengenalkan lahfadz Allah SWT.

Sekian catatan hari ini. Sampai jumpa di catatan besok, insya Allah.

Salam,

Sawitri Wening

Tuesday, February 6, 2018

Observasi Gaya Belajar Ken (Day 4 & 5)

Dari hasil pengamatan tiga hari belakangan, saya melihat bahwa gaya belajar Ken dapat berubah-ubah tergantung kegiatan yang dilakukannya saat itu. Dari beberapa sumber yang saya baca juga, gaya belajar dominan seseorang, dalam jangka panjang juga dapat berubah seiring dengan bertambahnya kemampuan dan pengetahuan kita. Saya jadi merefleksikannya pada diri saya sendiri saat masih sekolah. Ada saat dimana mendengarkan guru/dosen saat mengajar sambil mencatat atau membuat rangkuman kecil sebelum ujian, menjadi kebiasaan saya untuk bisa memahami materi yang diajarkan. Di sini, gaya belajar yang saya gunakan adalah kinestetik, yaitu memahami sesuatu dengan lebih baik ketika saya menggerakkan tangan saya (untuk mencatat). Ada pula waktu dimana saya lebih suka memahami suatu materi dengan cara menonton video mengenai materi tersebut. Misal, ketika belajar mengenai gangguan psikologis seseorang dalam mata kuliah klinis kesehatan, saya akan lebih mudah memahaminya setelah menonton film/video mengenai gangguan tersebut. Di sini ternyata modalitas visul saya yang lebih dominan.

Kali ini, saya langsung tulis hasil observasi saya mengenai gaya belajar Ken di hari ke-4 dan ke-5 ya...

Day 4
Di hari ke-4 ini, kegiatan yang saya lakukan dengan Ken adalah mengenalkannya dengan perbedaa  ukuran benda. Sebelumnya, Ken sudah bisa membedakan, mana benda yang lebih tinggi, lebih pendek, lebih besar dan lebih kecil. Tapi, ia belum pernah saya ajarkan tentang benda yang lebih berat/ringan. Jadi, sambil bermain pasir kali ini, sekalian deh belajar membedakan ukuran-ukuran benda. Sebenarnya belajar tentang hal ini bisa dilakukan kapan saja, dengan apa saja, dan dimana saja. Tapi, supaya bermain pasirnya lebih terarah, jadi saya manfaatkan untuk belajar hal tadi. Seenggaknya ada waktu dia fokus mempelajari sesuatu, sebelum akhirnya pasirnya dilempar, dituang, yang kadang suka bikin mamak senewen duluan karena jadi berantakan 😂 


Kegiatan ini lebih banyak menuntutkan menggunakan visualnya untuk mengobservasi ukuran dari yang besar dan yang kecil. Meskipun, masih butuh bantuan tapi, Ken mulai paham kalau ukuran benda-benda itu bisa berbeda-beda dari yang paling besar ke yang paling kecil. Kegiatan ini kami ulang lagi malam harinya dengan magic beads dan anaknya makin semangat dan takjub sendiri lihat kalau ia bisa membuat tangga dari magic beads! 😊. Ketika diminta membedakan berat bola pasir yang lebih besar dan lebih kecil, Ken juga terlihat surprised karena baru menyadari kalau ternyata beratnya beda ya. Dalam kegiatan ini, modalitas yang banyak digunakan adalah visual dan kinestetik.

Selain itu, saya juga sering menemukan Ken melagukan kata-kata yang ingin disampaikannya. Terkadang terdengar seperti mengarang lagu, padahal mungkin sebenarnya dia senang menyenandungkan apa yang diucapkannya. Misalnya seperti kemarin saat ia mengajak saya ke atas, dia akan menyanyi, “ibu..ibu.. ayo kita ke atas” dengan nada semau dia. Hmm… mungkin lain kali saya akan coba menyanyikan buku yang saya bacakan dan mencatat bagaimana reaksinya dan untuk menstimulasi auditorinya.


Day 5
Ketika sedang menonton berita tentang banjir di TV, Ken duduk di samping saya. Lalu, ia tiba-tiba berkata “Ada huruf W-nya! Ada huruf O-nya!” Saya cukup surprised karena selama ini, saya tidak pernah mengajarkan alfabet secara khusus. Namun, sedikit-sedikit saya kenalkan ketika misal sedang membaca buku atau saat Ken sedang menonton video (saat itu ia tidak terlihat tertarik). Huruf yang ia hapal adalah A, W, dan O.. A dan W karena selalu disebut untuk memberitahu posisi duduk yang benar (A) dan yang salah (W). 

Yang bikin saya surprised adalah, ternyata Ken tertarik memperhatikan huruf-huruf di TV (bukan gambar seperti biasanya). Saat itu, bisa dilihat kalau ia sedang menggunakan modalitas visualnya. Sehingga kegiatan yang saya rancang untuk hari ini adalah berkaitan dengan huruf.

Lalu, ada suara-suara yang bilang “kok udah diajarin huruf sih (membaca), dsb.” Buat saya, selama cara mengenalkannya dengan cara yang fun dan tidak membuat anak merasa terbebani, it’s totally fine! Karena sebenarnya, membaca huruf itu sama dengan melihat dan merekam bentuk (buku kognitif manaaa buku kognitif~~~). Yang membahayakan adalah ketika kita memaksa anak untuk menghapal huruf-huruf tersebut sehingga anak merasa terbebani dan akhirnya menganggap bahwa belajar membaca itu tidak fun.

Saya menjadwalkan invitation to play setiap sore, setelah Ken tidur siang. Kali ini, saya mengajaknya membuat playdough dan menempelkan dough itu di pola huruf namanya sehingga menjadi huruf timbul. Senang sekali saat prosesnya, terutama proses menempel dough ke huruf. Ken belajar kerjasama, tekstur, bahkan rasa (karena doi maksa makan terigunya). Setelah itu, Ken diminta tracing huruf-huruf timbul tadi dengan jarinya untuk mengenalkan pola dan juga belajar gerak saat menuliskan benda itu. Kali ini kebutuhan bergerak lah yang diperlukan dan dia terlihat enjoy sambil tertawa-tawa.


Malam harinya, saya coba bereksperimen dengan Ken. Setiap sebelum tidur, seperti biasa Ken akan minta dibacakan buku (kayaknya sih motivasinya supaya waktu mematikan lampunya bisa dipending lebih lama 😂😂😂). Ada kala dimana Ken bisa duduk diam mendengarkan saya membaca, tidak malan tadi… Belum selesai saya membaca, dia sudah melompat turun kasur dan bergerak-gerak kesana kemari.

Lalu muncul bohlam di kepala saya, Aha! Bagaimana caranya supaya anak kinestetik ini mau membaca di samping saya sampai selesai. Saya pun memintanya menirukan apa yang dilakukan tokoh dalam cerita, misal ketika U sedang makan ayam. Ah iya kebetulan buku yang dipilih Ken berjudul “The Origin of My Name” dari Rabbit Hole.. Pasti tahu kan ibu-ibu. Buku ini juga sedikit-sedikit mengenalkan huruf. Yeay… jadi satu tema dengan kegiatan kali ini. Jadi, beberapa kali Ken juga saya ajak menggerakkan jarinya mengikuti bentuk huruf yang ada di buku itu. Dan, Wah.. anaknya ada di samping saya sampai baca bukunya selesai. Strategi belajar kinestetik kali ini berhasil!

Salam dari anak yang girang banget dibikinin jam tangan dari terigu :p


Besok mungkin saya akan mencoba membaca buku dengan bernyanyi, apakah Ken masih akan tertarik?

Sekian catatannya

Cheers!
Sawitri Wening

Sunday, February 4, 2018

Observasi Gaya Belajar Ken (Day 3)

Dari kegiatan hari ini, yang bisa saya highlight adalah dari kegiatan membaca Ken. Belakangan, Ken menjadi semakin bersemangan membaca buku saat bangun dan hendak tidur. Tentu, semua buku yang dimilikinya adalah buku bergambar sehingga saya bisa melihat bagaimana ia menggunakan modalitas visualnya ketika membaca buku. 

Ken menjadi lebih tertarik membaca buku ketika diajak berdiskusi. Ia tak henti-hentinya bertanya tentang kata-kata yang ia dengar dan gambar-gambar yang ia lihat. Atensi Ken pada hal-hal kecil sedang meningkat sekarang. Ia suka sekali melihat hal-hal yang sering kali dianggap remeh, misal gambar orang marah yang diilustrasikan dengan manik-manik di buku emosi. Alih-alih menanyakan tentang cerita, ada saat dimana pikirannya terpusat pada manik-manik itu dan membuatnya tak berhenti bertanya tentangnya, “ayah/ibu, ini apa?”.. “bisa dicopot nggak?”.. “oh ini ceritanya batu ya..”

Saat kegiatan menyendok water beads, Ken hanya mengerjakan sesuai instruksi sebentar, dan sisanya ia bereksplorasi sendiri. Saya menyediakan corong untuk memudahkannya memasukkan beads ke dalam botol, tapi gagal karena ternyata lubang corongnya malah lebih kecil dari beadsnya 😂. Karena ini kali pertama Ken melihat corong, dia pun semakin penasaran dengan cara kerjanya. Dia bolak-balik corong itu. Memasukkan beadsnya dan surprised sendiri ketika beadnya berhasil lolos melewati corong. Lalu, memasukkan banyak beads dan menemukan kalau corong itu terlihat seperti bucket bunga, “Ibu liat! Kayak bunga, liat!” 

Ia juga sibuk memperhatikan beads yang bening/transparan dan berinisiatif memisahkan beads-beads berukuran lebih kecil ke mangkok yang lain sambil bilang, “yang ini Ken suka” dan bilang “Ini nggak usah, Ken nggak suka” ketima tanpa sengaja ada beads yang lebih besae masuk ke dalam mangkok beads kecilnya. 

Kali ini saya bisa melihat Ken menggunakan modalitas visual, auditori, dan kinestetiknya dengan proporsi yang sama. 

Cheers!
Sawitri Wening

Observasi Gaya Belajar Ken (Day 2)

Keinginan Ken untuk bergerak hari ini, terpuaskan ketika menemani ibu acara di Sekolah Cikal, Cilandak. Ayah bilang, Ken terlihat sangat senang ketika bermain bola di lapangan sekolah dan tidak mau berhenti berjalan, berlari dan memanjat. Ibu juga rasanya tenang dan bahagia ketika tahu tempat yang kami kunjungi hari ini sangat ramah anak, terutama anak yang super aktif seperti Ken 😂. Saking senangnya, Ken tidak mau diajak pulang dan masih tetap mau bermain. Memang sih, karena suatu alasan, saya merasa kurang optimal mengajak Ken berkegiatan di luar ruangan. Dan hari ini, terasa sekali setelah pulang, Ken merasa kelelahan karena energinya habis untuk bergerak kesana kemari, tapiiii… moodnya kelihatan bagus banget sampai malam! Yeay, alhamdulillaah…

Selain itu, hari ini visual Ken sangat terstimulasi ketika dalam perjalanan di mobil. Ia mencari berbagai macam kendaraan dan hampir selalu cepat menemukan letak mesjid di sepanjang jalan yang kami lalui. Hahah, iya salah satu obsesinya Ken saat ini selain Jam adalah Kubah Mesjid. Jadi, dia akan girang kalau lihat kubah mesjid. 

Malam harinya, Ken masih sangat tertarik dengan permainan magic beansnya. Kali ini bermain bersama ayah. Visualnya juga distimulus dengan membuat mixer truck dengan magic beans itu. Terakhir, Ken berinisiatif dan bersemangat mengumpulkan warna-warna beans yang sama. Saya rasa, ini karena dalam kegiatan ini motorik halus dan kasarnya ikut terlibat, sehingga ia lebih bersemangat bermain sorting colorsnya, dibandingkan hanya jika diminta menunjuk warnanya saja. 

Aspek auditori Ken juga distimulus dengan diminta menyebutkan nama warna dengan bahasa Inggris dan Indonesianya. Sebagai catatan, Ken mampu mengingat sesuatu dengan mendengar saja. Hal yang paling sering kami temui adalah ketika Ken tiba-tiba mengucapkan atau menyanyikan suatu kata/lagu yang tidak sengaja ia dengar atau sebenarnya dia sedang tidak beratensi melihat atau memperhatikan nyanyian/orang yang berkata itu. Nah, bagian ini suka bikin ibunya degdegan kalau ada orang di sekitar yang menggunakan bahasa yang kasar.

Jadi, buat saya dari hasil observasi hari ini, Ken masih menunjukkan gaya belajar kinestetik dan auditorinya yang dominan, namun juga tentu mampu menggunakan modalitas visualnya ketika diminta mengerjakan kegiatan yang membutuhkan kemampuan visual yang lebih banyak.

Sekian catatan hari ini.

Cheers!
Sawitri Wening

Observasi Gaya Belajar Ken (Day 1)

Kalau dilihat dari keseharian, saya mungkin bisa menyimpulkan kalau Ken memiliki gaya belajar yang dominan kinestetik. Hal itu dilihat dari kesenangannya bergerak kesana-kemari dan senang bereksplorasi. Tapi, apakah saya bisa dengan begitu saja menyimpulkan kalau gaya belajar Ken lebih ke Kinestetik dan auditori dibandingkan yang lain? Oh, belum tentu. Untuk itu, mari ikuti perjalanan saya mengobservasi gaya belajar Ken. Ini adalah catatan observasi pertama saya.

Setelah diingatkan materi tentang gaya belajar ini, saya jadi sadar kalau oh iya ya, nggak semua anak suka mengerjakan sesuatu dengan duduk diam atau dengan mendengarkan atau juga dengan banyak bergerak. Hal yang paling penting disadari adalah setiap anak itu berbeda dan setiap stimulus yang diberikan kepada anak, juga sangat mungkin mendapatkan respon yang berbeda pula. 

Ada beberapa catatan saya sebelum melakukan observasi ini. Pertama,Kecenderungan anak untuk bergerak juga sebenarnya dipengaruhi oleh usia juga ya. Semakin besar anak, semakin panjang rentang konsentrasinya sehingga memungkinkan anak untuk terlihat gaya belajarnya yang sesungguhnya. Anak-anak di bawah dua tahun, biasanya akan lebih banyak bergerak, jadi belum tentu gaya belajarnya adalah kinestetik.

Observasi hari pertama ini saya mencatat kebiasaan-kebiasaan Ken saat beraktivitas dan juga hasil observasi kegiatan hari ini. Saya percaya, di usia Ken saat ini setiap hal yang dilakukan Ken adalah caranya mengetahui bagaimana sesuatu bekerja dan menganalisis aspek mana yang dominan tunjukkan Ken saat itu.

● Saya ingat ketika Ken bermain box of manner dengan saya. Sebelumnya, ia sangat excited mengajak saya bermain, “Ken mau main ini!”. Ini semacam memorizing game gitu lho. Jadi, kita diminta mencari gambar yang sama dari kartu-kartu yang terbalik. Visual banget ya mainannya. Can you guess what he did during that time? Dia melompat kesana kemari, naik turun tempat tidur, jungkir balik, setiap kali gilirannya membalik kartu 😅. Dan dia berulang kali meminta memainkan game itu lagi. (Kinestetik)


● Ken senang sekali mengajak saya dan suami bermain peran dengan menggunakan mobil-mobilannya. Biasanya percakapannya dia ambil dari video/film yang pernah ditontonnya atau meniru orang lain. Ken tidak suka (atau belum ya) menonton TV terlalu lama, dia akan mudah teralihkan perhatiannya apabila sudah bosan atau ada hal baru yang menarik perhatiannya (Kinestetik dan Auditori)

● Salah satu hal yang bisa membuatnya sibuk sendiri adalah melakukan percobaan dengan barang-barang di sekitarnya. Misal, saya bisa video call dengan tenang dengan suami saat Ken sedang mencari cara bagaimana menarik keranjang mainannya dengan kabel usb ibu yang sudah rusak. Berulang kali ia masukkan kepala kabel ke lubang keranjang sampai ia berhasil menariknya dan dengan semangat menunjukkannya ke saya atau ayahnya, “Ibu! Liat bisa” (Kinestetik)

● Bila berada di tempat baru, Ken akan berkeliling dan bereksplorasi sampai ke sudut ruangan (kinestetik)

● Di banyak kesempatan dan suasana/tempat baru, Ken senang bersenandung dan bernyanyi sendiri. Menyanyikan lagu favoritnya atau mengarang lagu sendiri (Auditori)

● Ken selalu ingin menyentuh benda yang ingin ia ketahui dan ia suka memanipulasi benda-benda itu atau mengalihfungsikan benda itu menjadi hal lain (kinestetik)

Catatan hari ini:
● Hari ini, saat kegiatan membuat domba dan mewarnai. Ken menolak mengikuti instruksi menggunakan kuas dan lebih tertarik melakukan finger painting. Saat proses kegiatan, ia lebih banyak menggerak-gerakkan tangan dan jarinya untuk mencampur warna, dan merasakan tekstur cat air. Tapi, Ken juga tetap memperhatikan perubahan warna ketika mencampur warna. Memperhatikan bagian gambar yang dibuat itu. Pada task yg menuntut lebih banyak kemampuan visual pun, Ken terlihat banyak berkesplorasi dengan tangan dan jarinya.

● Ken sangat enjoy dengan mainan barunya, yaitu ‘magic beans’. Ibu bisa santai-santai sedikit waktu menemani Ken main ini, karena dia akan sibuk sendiri 😝. Saat ini, Ken belum bisa meniru membuat sesuatu, secara tepat, dengan menggunakan beadsnya. Tapi, ia terlihat enjoy berimajinasi dan bereksplorasi dengan beadsnya. Lagi-lagi di sini yang terlihat dominan adalah kinestetik.


● Ken sedang terobsesi dengan jam. Biasanya, hal ini saya manfaatkan untuk belajar sesuatu. Misal, saat ini Ken sudah bisa membedakan angka dari 1-12. Ketika diminta meniru arah jarum jam dengan ‘buku jam’-nya, Ken bisa melakukannya. Nah, disini kemampuan visual Ken terlihat dan masih terlihat bagian kinestetiknya. Rasanya belajar angka dan waktu lebih menyenangkan untuk Ken ketika dia bisa praktik langsung memutar jarum jamnya.


Huwah, kayaknya kalau mau diceritakan lagi masih banyak deh yang mau saya tulis. Seperti yang bisa dilihat dari catatan saya hari ini, Ken terlihat sangat kinestetik anaknya. Apakah besok ternyata Ken lebih menunjukkan sisi visual atau auditorinya? We’ll see on my next post!


Cheers!
Sawitri Wening

Friday, November 17, 2017

Komunikasi Produktif: Mobile Legend


Catatan kali ini agak berbeda dengan catatan sebelumnya. Kalau yang sudah-sudah saya menceritakan tentang komunikasi yang saya lakukan dengan Ken, sekarang saya mau cerita yang berkaitan dengan suami. 

Coba siapa di sini yang tersenyum waktu lihat judul postingan ini, hahahah. Tos dulu bu, mungkin kita senasib punya suami yang suka main game. Eh, tapi apakah kebanyakan laki-laki memang suka main game ya. Jadi, singkat cerita, suami saya lagi keranjingan main game online Mobile Leged. Saya saking nggak pahamnya kenapa suami suka banget main ini, jadi ikutan coba main juga. Eh, tapi yang ini cerita lengkapnya di postingan terpisah aja. Sekarang fokus cerita tentang komunikasi produktif.

Entah udah berapa kali suami saya meminta saya untuk pijit dengan Mbok Jamu langganan mama mertua. Alasannya, emmm… Nggak ada alasan khusus sih, kayaknya supaya saya bisa ada waktu buat relaksasi aja. Soalnya, setahun nggak pernah ke salon buat pijet kan karena di Bristol mah ngapain banget ke salon, buang-buang duit.  Jadi, begitu mendarat di Bekasi, suami rajin banget minta saya arrange waktu pijet sama Mbok jamu setiap kali di rumah ada yang pijat. Akhirnya kemarin kesampean juga pijat. Ekspektasi di awal, saya pijat dengan tenang sambil dengerin mbok jamu cerita, terus ketiduran pas dipijet. Kenyataannya, Ken masuk kamar dan ngegercokin ibunya lagi pijet, berantakin mainan, dan naik-naik ke punggung ibunya. Hahahaha, bubyaaaar sesi me-time santai-santai ibu.

Terus, ayahnya kemana? Katanya mau jagain selama ibunya Ken pijat. Iyaaah, main Mobile Legend :’( Tahu kan buibu, kalo main mobile legend itu nggak bisa diapause, alias mesti fokus biar nggak kena AFK. Terus, menurut penelitian dibilang laki-laki itu kalau sedang melakukan sesuatu selama 10 menit, dia bakalan fokus ke sesuatu itu dan nggak bakal dengar atau peduli sekitarnya, termasuk saya yang minta tolong supaya Ken diamankan dulu. Bukan karena gerecokin saya, tapi karena dia mainan mangkok kaca. Kan ribet ya lagi dipijet tengkurep gitu, mesti ngejar-ngejar bocah yang nggak mau udahan main mangkok dan PRANK! pecah kan…..

Sesudahnya, saya pun menyampaikan uneg-uneg saya ke suami soal kejadian tadi siang.

Ibu: Ayah, aku nggak apa ayah main game. Tapi, boleh tolong lihat sikon nggak kapan waktu yang tepat untuk main game.
Ayah: Iya, maaf ya bu tadi.
Ibu: Kalau Ken lagi tidur begini, silakan ayah main game.
Ayah: Nggak… aku nggak main game
Ibu: Ya nggak apa  sekarang nggak main game, tapi nanti pas anaknya bangun ayah jangan main game dulu. Nanti kalau ibu mau minta tolong, susah.

Hehehe, sebenarnya saya nggak tahu sih ini sudah termasuk komunikasi produktif atau bukan. Tapi, yang saya lakukan adalah mencoba menyampaikan apa yang saya rasakan dan memberikan solusi kepada ayahnya Ken karena saya tahu kesenangannya bermain game dan tahu serunya. Jadi, saya berusaha untuk tidak melarangnya karena mungkin dengan main game dia bisa melepaskan stress dan katanya bisa bersosialisasi dengan teman-teman lamanya. It’s a win-win solution, isn’t it? Yea, hope so.

Cheers!
Sawitri Wening


#harike10
#gamelevel1
#tantangan 10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Tuesday, November 14, 2017

Komunikasi Produktif: Pergi ke Pemakaman

Makan bersama setelah ke Pemakaman

Beberapa hari yang lalu, keluarga besar suami saya mendapatkan kabar duka. Salah satu adik dari papa meninggal dunia. Kami sekeluarga berencana melayat ke rumah duka keesokan paginya dan ini merupakan pengalaman pertama Ken pergi ke pemakaman. Maka, sebelum tidur, saya mencoba menceritakan dengan bahasa sederhana tentang berita yang baru saja kami terima kepada Ken dan melakukan sounding tentang rencana kami keesokan harinya.

Ibu: "Ken tidur ya. Besok kita mau ke rumahnya Datuk Wawan"
Ken: "Ke rumah datuk wawan ya"
Ibu: "Iya, datuk wawan baru aja meninggal dunia. Semua orang di sana nanti sedih"
Ken: *mendengarkan dengan seksama*
Ibu: "Jadi, besok Ken yang manis ya. Yang tenang karena orang-orang lagi sedih."
Ken:"Kalo di mesjid, sholat, harus tenang"
Ibu: "Iya betul kayak kalau diajak ke mesjid sama ayah, harus tenang."

Keesokan harinya, sebelum berangkat, saya kembali men-sounding Ken untuk bersikap manis selama perjalanan (karena lumayan jauh) dan saat sampai di rumah duka. Masya Allah, benar saja selama perjalanan Ken maniiiiis sekali dan kelihatan menikmati sekali. Hampir sepanjang perjalanan, ia banyak bernyanyi dan memperhatikan mobil-mobil. Saat sampai di rumah duka, Ken terlihat agak takut karena banyak orang yang belum dikenalinya. 

Selama berada di sana, saya berusaha untuk menjelaskan kepada Ken tentang apa yang sedang terjadi di sekitarnya saat ini. Tentang memandikan jenazah, tentang orang-orang yang berduka, tentang pemakaman, tentang kemana kita kembali ketika sudah meninggal nanti yang bikin saya berurai air mata. Huhu, momen seperti ini selalu mengingatkan saya pribadi kalau kita tidak selamanya berada di dunia ini dan saya sedikit-sedikit mulai memberitahukan Ken soal hal itu di momen ini.

Ibu: "Ken, Datuk Wawan sebentar lagi mau dimakamkan, dikubur di dalam tanah. Kita doakan ya semoga amal Datuk Wawan diterima Allah."

Hari itu Ken mendapatkan satu pengetahuan baru. Meskipun Ken baru berusia dua tahun, bagi saya memberikannya pengetahuan soal batas usia ini bukanlah hal yang sia-sia, sebab seperti yang kita tahu, anak itu mengobservasi dan begitu cepat menyerap informasi yang diterima inderanya.

Ken mulai rewel saat perjalanan pulang ke rumah, rupanya ia mengantuk. Alhamdulillaah, ia masih sempat tidur siang sebelum sampai rumah.

Salam,
Sawitri Wening



#harike9
#gamelevel1
#tantangan 10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Thursday, November 9, 2017

Komunikasi Produktif: Membantu

Ken dan sapunya

Ibu-ibu di sini pernah nggak sih merasa digerecokin sama anak ketika sedang mengerjakan sesuatu? Misal, kalau lagi nyapu atau masak. Saya pernah baca dimana gitu lupa, hahaha, katanya toddler itu punya sense of helping yg besar. Ini berkaitan dengan rasa ingin tahunya yang besar itu dan saya percaya ini adalah salah satu fitrah baik dari Allah yang harus kita pupuk dan kita jaga agar tidak terkikis dengan rasa ketidakpedulian dan berujung pada buta rasa ketika melihat ada orang yang kesusahan. Jadi, kalau lihat ada orang yang masa bodo lihat nenek-nenek mau menyeberang jalan, misalnya, kita boleh bertanya-tanya dengan cara apa dia dibesarkan dan mengapa bisa menjadi seperti itu. Sudah pasti orang tua / caregiver-lah yang berperan. Makanya, tanggung jawab sebagai orang tua itu nggak main-main ya. 

Jadi, dengan mengingat-ingat hal tersebut, saya selalu berusaha untuk mengubah persepsi saya yang tadinya "hadeeeuh, ngegerocikan aja nih anak." menjadi "oooh, dia mau tahu caranya menyapu." Makanya, waktu di Bristol, saya sengaja beli satu set sapu khusus buat Ken yang sedang ingin 'membantu' ibunya menyapu atau lebih tepatnya ingin meniru ibunya menyapu. Atau ketika saya sedang memasak, dan dia ingin tahu apa yang saya kerjakan, biasanya saya dudukkan dia di highchair dan memberi tahu kegiatan apa yang saya lakukan dan berujung pada Ken yang ikut membantu mengupas bawang. Yah, itung-itung melatih sensori lah. 

Seperti kemarin, saat saat sedang menyapu, Ken ingin mengambil sapu yang saya pegang.

Ibu: Ken, ibu lagi apa ini?
Ken: Nyapu
Ken: Ken mau nyapu.. Ken mau nyapu..
Ibu: Iya sebentar ya Ken. Ibu ambil sapu satu lagi *untung mbauti punya dua sapu.
Ibu: Ini ya ken. Yok kita sapu sama-sama yok!
Ken: *ngintilin ibunya sambil pura-pura menyapu*

Yaaa iya sih jadi lama beresnya. Tapi, Ken jadi nggak cranky karena rasa ingin tahunya sudah terpenuhi. Rasanya itu lebih bikin tenang dibandingkan harus menghadapi Ken yang sedang cranky. Jadi, ibu senang, anak senang.

Atau pada waktu lainnya, saat Ibu mau menyapu lantai kamar yang ditutupi evamat, Ken menolak untuk keluar kamar. Lalu ayah mengajak Ken untuk ikut melepas evamat-nya dan menumpuknya. Ya tapi, sambil disemangatin kayak lagi lomba gitu. Jadi, hitung-hitung Ken bisa menyalurkan kesenangannya 'membongkar' barang dan kerjaan ayah dan ibu juga beres. Alhamdulillaah...

Selamat memupuk rasa tanggung jawab dan empati anak. Mumpung rasa ingin tahunya lagi besar-besarnya, marilah kita cekoki dengan hal-hal baik seperti kesenangan membantu orang dan bersih-bersih. Sebab tidak ada istilah "masih terlalu kecil" untuk memperkenalkan hal-hal baik ke anak. 

Selamat pagi!
Sawitri Wening

Baca artikel lain tentang Komunikasi Produktif di sini

#harike7
#gamelevel1
#tantangan 10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Monday, November 6, 2017

Komunikasi Produktif: Saat Anak Tantrum

Salah satu hal yang harus kami hadapi di usia Ken yang kedua ini adalah drama tantrum. Kalau menurut Siegel & Bryson (2011), ada dua hal yang menyebabkan seorang anak tantrum dan kedua hal tersebut membutuhkan penanganan yang sangat berbeda. Tipe tantrum pertama adalah anak menjadi rewel, menangis tak terkontrol karena menginginkan sesuatu yang 'dilarang'. Kalau hal ini terjadi, yang harus dilakukan adalah tetap tenang dan sebisa mungkin tidak menenangkan anak dengan menuruti keinginan anak karena ia akan belajar di kemudian hari kalau ia ingin meminta sesuatu, ia akan menjadi rewel. Yang terpenting beri tahu cara yang benar apa yang sebaiknya dikatakan/dilakukan anak ketika ia meminta sesuatu. Tantrum tipe kedua adalah akibat dari kecemasan dan ketegangan yang dirasakan anak, namun belum bisa diekspresikannya secara proper. Apabila tantrum model ini terjadi, orang tua harus memberikan kenyamanan pada anak, menggendong dan memeluk serta menanyakan apa yang dirasakannya dan memastikan kalau anak merasa aman dan nyaman. 

Lalu, bagaimana caranya berkomunikasi dengan anak yang sedang tantrum? Jujur, saya sebelumnya sempat bingung harus apa karena ketika Ken sedang tantrum, ia biasanya akan menangis sampai satu jam dan sulit sekali ditenangkan. Terkadang, malah terbawa emosi karena frustrasi dengan Ken yang sedang tantrum. Maklum bu, baru pertama kali melihat dan menghadapi langsung anak tantrum, ternyata rasanya campur aduk ya 😓. 

Day 5 - Saat Anak Tantrum

Saat minggu-minggu pertama di Indonesia, Ken sering sekali tantrum saat sedang tidur. Penyebabnya, awalnya saya pikir karena kelelahan dan tidak nyaman karena pilek. Tapi, setelah saya analisis lebih jauh, sepertinya penyebabnya lebih dari itu.

Siap-siap pulang ke Indonesia
Cerita sedikit ya, heheh... Hari-hari terakhir kami di Bristol dan hari-hari pertama di Indonesia adalah masa yang berat untuk Ken. Dia harus beradaptasi dengan banyak hal di waktu yang berdekatan; disapih (which is i believe the most massive change in his entire life), pindah dari rumah tempat ia selama setahun tumbuh, berturut-turut harus pindah dari apartemen-hotel-rumah orang sebelum akhirnya berangkat ke London untuk naik pesawat, perjalanan 15 jam di pesawat, adaptasi dengan lingkungan baru (yang di satu sisi bikin dia excited, tp di sisi lain dia harus banyak menerima larangan), perubahan iklim negara, dan... OMG makin saya list ternyata makin banyak ya perubahan yang mesti dialami Ken dalam satu waktu. No wonder kenapa waktu itu Ken sering tantrum saat sedang tidur dan sering rewel. Sayangnya, semua itu baru saya sadari belakangan dan bukan diantisipasi sejak awal 😟. Well, tapi sekarang Masya Allah anaknya sudah beradaptasi kembali dengan baik.

Saat itu, reaksi saya ketika Ken tantrum di malam hari mungkin malah makin memperparah tantrumnya karena bingung sendiri, ini anak kenapa nangis, ibu salah apa ya.


Jadi, sekarang saya sudah lebih bisa belajar menghadapi tantrum tipe kedua ini. Seperti yang kami alami hari ini. 

Ken tertidur siang ini setelah drama tidak mau tidur siang kembali meletus. Sekitar sejam berlalu, ia terbangun lalu menangis. Oke, pertama yang harus saya lakukan adalah tenang lalu mulai berpikir apa penyebab Ken menangis. Saya pun menanyakan ada apa dengan lembut sambil mengelus-elus punggungnya. Di luar mbah kakung sedang mengajar dalang, wajar saja ia terbangun mungkin karena keberisikan dengar suara keprak. Komunikasi yang saya bangun saat Ken menangis seperti itu sudah pasti hanyalah monolog karena ia tidak akan menjawabnya. Yang saya lakukan sembari menenangkannya adalah mencoba menerjemahkan apa yang dirasakannya saat itu dgn berempati dan menggunakan kalimat pendek.
"Ken masih ngantuk ya?"
"Berisik ya di luar, Ken jadi kebangun."
"Sini tidur lagi sama ibu ya."

Tak lama, ia tertidur lagi.

Ternyata benar ya, saat anak sedang tantrum, kunci utamanya itu adalah jangan panik dan tetap tenang (Ehem, semoga kita dalam keadaan waras dan bisa ingat ini terus ya), mencoba berempati, mencari tahu penyebabnya, dan bicara seperlunya saja--jangan menghujani anak dengan pertanyaan (soalnya makin ngamuk pasti karena pusing kali ya denger ibunya ngomong terus) dan perlahan menenangkannya. Mudah-mudahan kita semua selalu dimudahkan dan diberi kesabaran yang luas dalam membesarkan anak.

Maapkeun ya kebanyakan curhatnya daripada inti catatannya :D

Selamat pagi! 
Sawitri Wening



Baca artikel lain tentang Komunikasi Produktif di sini

#hari5
#gamelevel1
#tantangan 10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Sunday, November 5, 2017

Komunikasi Produktif: Melarang & Mengakui Kesalahan

This little guy is a bit obsessed with balloons!

Sepertinya hal yang paling sering kami lakukan, sebagai orang tua, akhir-akhir ini adalah mengeluarkan kalimat larangan kepada Ken. Seperti yang kita semua pahami, anak seusia Ken umumnya memiliki rasa ingin tahu yang cukup besar. Setiap orang tua mungkin ceritanya bisa berbeda-beda ya. Kalau Ken, semenjak mulai bisa berbicara, ada masa dimana hal yang paling sering dikatakannya adalah "Ken mau pegang A... Ken mau pegang B..." Kayaknya mau tahuuuu banget benda itu apa sih itu. Mungkin kalauu bisa kita terjemahkan isi otaknya, yang terdengar adalah hal-hal ini bentuknya bagaimana, teksturnya seperti apa, keras atau lembek, bisa dibunyikan atau nggak, dan sebagainya. Saya yakin semua itu adalah fitrah dari Allah, dimana di usia ini, anak sedang ada pada tahap belajar yang luar biasa. Segala tingkah laku mereka sebenarnya adalah bentuk dari rasa ingin tahunya, yang sayangnya sering kali kita anggap sebagai suatu kenakalan atau bahkan kebodohan :( Kebayang kan kalo nggak sadar akan hal-hal tadi, bagaimana kita akan mencap seorang anak dengan sebutan negatif. Ah, sadar saja masih suka terbawa emosi seperti yang terkadang saya lakukan :''(

Kalau baca bukunya Mbak Vidya Dwina Paramita tentang hal apa yang harus diperhatikan ketika memutuskan untuk melarang anak, ada dua aspek yang harus dilihat sebelum melarang/menegur anak, yaitu 1) Aspek keamanan dan 2) Aspek Kesopanan. Jadi, kalau rasa ingin tahu anak sudah mengganggu salah satu atau kedua aspek tersebut, saya sepakat untuk wajib melarang anak melakukannya. Diluar itu, masih bisa ditoleransi bahkan harus didukung. Heheh, ini sekalian ngingetin diri sendiri biar nggak malas nanggepin rasa ingin tahu anak. 

Karena intronya kurang lebih berkaitan dengan hal yang saya ceritakan selanjutnya. Jadi, saya akan gabung catatan hari ketiga dan keempat di sini ya. 


Day 3 - Melarang 
Jadi ceritanya, Kami pergi ke Perpusnas yang lagi hits itu kemarin karena pas banget lagi ada acara festival dongeng. Rame-rame sama mbauti dan sepupu-sepupunya Ken. Seperti biasa deh, Ken kalau ada di tempat baru pasti bawaannya ingin menjelajahi tempat itu sampai ke sudut-sudutnya. Entah sudah berapa kalimat larangan yang saya katakan, ya karena emang harus dikasih tahu anaknya kalau melakukan itu nggak boleh. Misal, tidur-tiduran di lantai, nyelip-nyelip di antara bangku-bangku, lari-lari karena takut terjatuh. Yang paling tidak bisa ditoleransi adalah ketika Ken bermain di dekat stop kontak.

Sebenarnya sih dia hanya ingin melihat balon-balon, tapi ternyata ada stop kontak di bawah tumpukan balon-balon itu. Ketika Ken tidak bisa diberitahu sekali, saya langsung berubah lebih tegas, "Ken, itu kabel berbahaya. Jangan main dekat situ!" Lalu, saya membawanya menjauhi tempat itu. Setelah itu, baru saya beri tahu pelan-pelan mengapa ia tidak boleh main di dekat situ dan mulai mengalihkannya dengan hal lain.

Ibu: "Ken, tahu nggak itu apa?"
Ken: "Kabel"
Ibu: "Ibu bilang boleh nggak main dekat kabel"
Ken: "Nggak boleh"
Ibu: "Iya, nggak boleh karena berbahaya. Ken bisa kesetrum, sakit. Nanti Ken nangis."
Ken: *masih tergoda mengambil balon di tempat tadi*
Ibu: "Kita lihat balon yang di sana aja yuk" *Ken menurut*

Setelah saya pikir-pikir, berhadapan dengan toddler itu adalah seni mengalihkan perhatian. Rasa ingin tahunya sepertinya mesti selalu ditantang dengan sesuatu. Jadi, kalau melarang melakukan sesuatu, kayaknya mesti cari alternatif hal lain untuk dikepoin sama otaknya. Betul nggak, buibu?


Day 4 - Mengakui Kesalahan

Children love to interact with their parents
Catatan kali ini adalah sebuah pengakuan dosa *siap dihujat*. Berapa banyak sih dari kita yang main sama anak sambil lihat-lihat hape? Pasti pernah kan merasakan lagi bosan atau lelah dan ingin mengintip notifikasi  atau sekadar lihat-lihat aja, waktu main sama anak. Intinya itu yang kejadian sama saya hari ini. Kebetulan Ken ini anaknya suka bete kalau dicuekin dan inginnya apa yang ia katakan selalu ditanggapi. Tapi, siapa pun kalau dicuekin pasti bete ya. 

Kami baru saja pulang dari menengok sahabat saya yang baru lahiran. Di rumah sahabat saya itu, ada seekor kucing namanya Boni. Ken sukaaaa banget sama kucing, jadi sambil leyeh-leyeh dan main mobil-mobilan, Ken tiba-tiba bilang.
Ken: "Tadi ken liat kucing"
Ibu: "Oh iya, inget nggak kucingnya namanya siapa?"
Ken: "Doni"
Ibu: " Bukan. Boni."
Ken: "Iya, Boni."
Ibu: "Ken ingat nggak kucingnya warna apa?" *mulai pegang hape*
Ken: "Warna white!"
Ibu: "Coba inget lagi. Emang warnanya white?" *mulai lihat-lihat hape*
Ken: "Warna black"
Ibu: "Hmm? emang warna black?" *mulai nggak fokus*
Ken: ~~~ *ngomong sesuatu tapi saya nggak dengar*
Ibu: "Eh, iya kenapa, Ken?" *Lihat Ken matanya sudah berkaca-kaca*
Ibu: "Ken, kok nangis? Ken sedih ya, tadi lagi ngomong ibu nggak dengar?"
Ken: *mengangguk*
Ibu: Ken tadi ngomong apa memangnya? Maaf ya ibu nggak dengar."
Ken: "Ken ngomong warna orange" *sambil mulutnya mulai maju*
Ibu: "Oooh iya betul kucingnya warna orange. Maaf ya Ken ibu tadi nggak dengar. Sini ibu peluk"
Ken: *menaruh hape ibunya di lantai, duh jleb banget rasanya* 
Ibu: "Sori ya Ken... maaf. Ken nggak suka ya ibu lihat hape waktu Ken ngomong?"
Ken: *mengangguk*
Ibu: "Ibu nggak boleh lihat hape?"
Ken: "iya..."
Ibu: "Maaf, Keeen...Ken maafin ibu nggak?" *sambil memeluk*
Ken: Iya *sambil mengangguk*

Rupanya dia sepertinya sudah berekspektasi apa yang akan saya katakan kalau ia menjawab warna kucingnya dengan benar dan realitanya ibunya malah sibuk lihat hape :"""(. Seenggaknya ada banyak hal yang bisa saya dan Ken pelajari dari kejadian singkat tadi. Ken belajar bagaimana ibunya mengakui kesalahan dan ibu tentu saja belajar untuk berusaha lebih keras untuk tidak menduakan Ken saat sedang bermain atau mengobrol dengannya. 

Saat itu, saya juga berusaha untuk mengungkapkan apa yang dirasakannya, menggunakan kalimat-kalimat pendek , dan mengulang perkataan maaf agar Ken lebih mudah mengerti dan memahami pesan dan fungsi dari kata "maaf" itu sendiri.


Semoga bermanfaat!
Sawitri Wening



Baca artikel lain tentang Komunikasi Produktif di sini

#hari3
#hari4
#gamelevel1
#tantangan 10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Friday, November 3, 2017

Komunikasi Produktif: Membuat Kesepakatan

Ketika bisa tidur siang adalah sebuah pencapaian

Day 2 - Membuat kesepakatan

Siapa di sini yang anaknya memasuki masa susaaaaah banget disuruh tidur siang? *Ngacung paling tinggu

Setelah disapih, salah satu waktu yang sering terjadi drama adalah ketika waktu tidur siang. Maksudnya, Ken jadi sering menolak tidur siang karena ingin bermain terus, padahal sering kali sebenarnya ia sudah merasa ngantuk. Hal ini diperparah dengan jetlag yang dialami Ken ketika pindah dari Bristol ke Indonesia. Jam tidur menjadi berantakan, termasuk tidur siang.

Alhamdulillaah, belakangan kebiasaan tidur siang Ken semakin teratur. Tapiiiiii mesti ada sesi tawar-menawar dulu sebelum akhirnya tidur 😪

Salah satu cara berkomunikasi dengan Ken yang cukup efektif adalah dengan membuat kesepakatan dengan Ken. Contoh kesepakatan itu adalah dengan memberikan kesempatan Ken menentuka sendiri kapan ia harus berhenti main dan tidur siang. Seperti yang terjadi hari ini.

Ibu: Ken, abis pipis kita bobo ya
Ken: nggak mau. Ken mau main aja.
Ibu : Oke, Ken masih boleh main, tapi sebentar saja ya. Ibu pasang alarmnya ya (karena Ken belum bisa memahami konsep waktu, jadi untuk memudahkan, dipasang alarm)
Ken: iya 
Ibu: Ken mau berapa menit lagi?
Ken: tiga menit
Ibu: Oke (ibu memasang alarm di hape sambil disaksikan Ken)

Setelah alarm berbunyi, Ken mematikannya sendiri dan langsung menghentikan kegiatan bermainnya dan pergi ke tempat tidur. Eh, tapi apa Ken akan langsung tertidur? Beluuuum... masih ada sesi tawar-menawar lagi sebelum akhirnya ia benar-benar terlelap.

Ibu: Ken mau bobonya, lampunya dimatikan atau dinyalain?
Ken: bobonya lampunya dinyalain aja
Ibu: Iya, tapi Ken bobo ya. Kalau nggak, lampunya dimatiin aja supaya tidurnya lebih enak.
Ken: nggak mau, dinyalain aja
Ibu: Oke, asal Ken tidur ya. 


Cara berkomunikasi seperti ini, menurut saya lebih efektif dibandingkan menyuruh Ken tidur dengan cara marah-marah dan berujung pada pecahnya tangisan dan drama tantrum. Meskipun rate keberhasilannya tidak 100% terutama kalau Ken sedang benar-benar tidak mengantuk atau ada hal khusus lainnya. Namun, dengan membuat kesepakatan seperti itu saya merasa lebih menghargai Ken dengan memberinya kesempatan menentukan sekaligus melatih mengambil keputusan sendiri. Apabila ia tidak mengikuti keputusan yang telah diambilnya sendiri, maka ia akan mendapatkan konsekuensi  baik itu secara natural atau sesuai dengan yang telah disepakati. 

Apabila dirangkum, strategi komunikasi yang saya lakukan dalam cerita ini adalah:
1. Menggunakan kalimat tunggal dan pendek
2. Menawarkan pilihan solusi kepada anak (untuk anak seusia Ken yang masih harus banyak diarahkan)
3. Mengenalkan konsep batas waktu
4. Menjelaskan alasan kenapa harus tidur siang (Ini saya lakukan biasanya kalau ada penolakan lebih lanjut, kebetulan hari ini lebih mudah dikasih tahunya, hihi... Jadi jurus yang ini nggak dikeluarkan deh)


Jadi, ternyata anak semuda Ken sudah bisa lho diajak membuat kesepakatan dan saya merasa cara ini membuat dia tidak merasa terlalu terpaksa melakukan apa yang dikehendaki orang tuanya karena saya memberikan ia kesempatan untuk menentukan pilihan arau tidak sekadar mendikte solusi. Jadi, dalam proses meminta ankak tidur siang aja udah banyak hal ya yang bisa dipelajari, hehehe. Doakan ya semoga Ken semakin otomatis sadar akan pentingnya kebutuhan tidur siang, supaya ibunya tinggal bilang "Ken, waktunya tidur siang" dia langsung menjawab "Oke, berangkat, bu!"


Kalau ibu-ibu ada tips lain nggak?


Cheers!
Sawitri Wening


Baca artikel lain tentang Komunikasi Produktif di sini

#hari2
#gamelevel1
#tantangan 10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip