Sunday, October 2, 2016

Ken's First Flight (Jakarta-London)

Salah satu hal yang bikin super degdegan sebelum berangkat ke UK, selain nungguin Visa granted dan kepastian akomodasi adalah bayang-bayang berada di pesawat kurang lebih 15 jam bersama dengan Ken. Yes, ini pengalaman pertama Ken naik pesawat dan langsung 15 jam saja. Tarik nafas terus waktu itu ngebayanginnya. Kebayang Ken yang lagi seneng-senengnya jalan dan mulai bisa ngomong, plus waktu itu, yang nggak doyan makan--harus duduk di pesawat selama belasan jam.

Sebegitu menyeramkan kah? Yang pasti, sempat frustrasi juga ngeliat layar yang nunjukkin lama perjalanan kita--*apa sih nama layarnya?* Perasaan udah dua jam, tapi kok majunya dikit banget~ Kenapa? Soalnya saya pegel mangku Ken yang lagi tidur karena gagal pakai bassinet *cry*

Tapi eh tapi... Ternyata nggak semenyeramkan itu lho. Seenggaknya untuk Ken kemarin yang, alhamdulillaah, banyak tidurnya selama perjalanan. Setengah perjalanan ke Singapur, doi tidur. Setengah perjalanan ke London, doi tidur lagi. Sungguh pengertian sekali anak ini, ibu bangga, hahaha. Udah gitu aja ceritanya.

****

Hehehe, nggak deng. Sekarang kita cerita-cerita aja hal yang saya pelajari dari pengalaman bawa anak (atau toddler sih lebih tepatnya), di long-haul flight. Persiapan-persiapannya, pelajaran dari kesalahannya, dsb. Mumpung masih ingat.


1.   Sounding ke Anak 
Ini penting karena anak mengerti. Sedari beberapa bulan sebelumnya. Kami sudah sounding ke Ken kalau nanti kita akan naik pesawat dengan waktu yang lama. Minta dia untuk mengerti selama perjalanan, tidak bisa jalan mondar-mandir kesana kemari, jadi harus duduk anteng. Kalau tidur juga nggak bisa senyaman di tempat tidur. Nggak banyak yang dilihat lewat jendela. Pokoknya kasih tahu kira-kira kondisi di pesawat nanti bagaimana. Saya merasa cara ini berhasil sih. Terbukti, Ken yang super aktif, yang biasanya maunya jalan-jalan terus, selama perjalanan bahkan nggak merengek minta jalan. Paling berdiri di depan kursi aja. 

Ken tidur nggak lama setelah naik pesawat menuju Singapore

2.   Cek Kapasitas Baby Bassinet
Kalau ini belajar dari kesalahan kami. Entah dapat informasi dari mana yang menyebutkan kalau bassinet di Garuda Indonesia kapasitasnya 14 kilo. Waktu itu, kita berpikir, aman lah... Ken BB belum sampe 14 kilo kok. Ternyataaaa ketika sudah di pesawat, pas mau dipasang sama pramugarinya, saya tanya dulu itu kapasitasnya sampai berapa kilo, karena kelihatan kecil sekali dan kurang kokoh. Nanti roboh lagi kalau Ken naik. Benar, ternyata kapasitasnya max. 8 kilo saja. Alhasil, bassinetnya nggak jadi di pasang. Saya pun langsung pucat karena membayangkan harus memangku Ken belasan jam, hehehe... Sebaiknya, sebelum itu cek langsung ke maskapai ya soal kapasitas baby bassinet ini, terutama kalau jadi alasan untuk pilih maskapai karena bisa jadi berbeda tiap maskapainya. Padahal kami udah bela-belain pesan kursi di depan demi bisa pakai baby bassinet lho.


3.   Dapatkan Kursi di Bulk-Head
Kenapa dapatkan? Kursi ini bisa didapatkan secara gratis kalau otomatis by system waktu kita check-in. Tapi, kalau kita pesan sebelum waktu check-in, ya bayar. Kami sudah pesan baby bassinet via call center 2 hari sebelum keberangkatan, saya otomatis dapat kursi di bulk-head. Suami? Masih nggak tahu nasibnya duduk dimana karena ternyata jatah bulk-head udah abis di city check-in dan web check-in (Oiya, kalau bawa bayi, aturannya nggak bisa city/web chec-in). Jadi, mau nggak mau pilihannya kita check-in duluan di bandara atau beli kursi. Iya, kena charge karena kelasnya beda (extra legs room). Biar nggak gambling, akhirnya kami pun rela bayar extra charge 700rb Rupiah di sales office Garuda Indonesia. Worth it, nggak? Banget. Legs Room yang cukup luas jadi salah satu senjata kami kalau Ken sudah mulai bosan duduk. Dia bisa berdiri atau duduk di sana. Kami pun jadi lebih tidak capek karena kaki bisa selonjoran. Buat kami, poin ini mengurangi rasa lelah dan kewalahan bawa anak. Meski gagal pakai baby bassinet, nggak apa deh.


4. Ready Changing Station
Biar nggak ribet ambil popok, tissue basah, krim popok, dsb. Saya menyiapkan tas kecil yang isinya lengkap keperluan Ken ganti popok selama di pesawat dan di taruh di bawah atau depan kursi. Jangan di bagasi kabin. Jadi, kalau mau ganti tinggal angkut aja tas kecilnya. Isinya, popok (8 buah); tissue basah; hand-sanitizer; krim popok; nappy bags; minyak telon. Saya juga menyiapkan 3 stel baju ganti yang udah di kelompokkan per stelnya ke dalam zip-lock bag. Lebih praktis, nggak usah cari2 baju lagi di tas. Oiya, saya juga bawa satu baju ganti, jaga-jaga kalau kotor. Tapi, nggak kepakai juga sih akhirnya karena ngga ada insiden yang mengharuskan saya untuk ganti baju.


5. Siapkan Makanan
Dari awal, saya udah bisa bayangin kalau makanan nggak akan terlalu bisa diandalkan untuk Ken di pesawat. Secara waktu itu, anaknya nggak hobi makan. Tapi, saya tetap bawa cemilan-cemilan macam yummy bites, roti, puding atau biskuit-biskuit, dan susu ultra mimi. Untuk makannya, saya shared makanan saya di pesawat. Anehnya, kami tidak dapat baby food. Padahal teman yang bawa bayi, naik Garuda Indonesia juga, dapat tuh. Kami juga nggak minta sih. Udah sih segitu aja kalau untuk makanan.


6. Jangan batasi waktu menyusui 
Kalau biasanya Ken sehari menyusu, saat itu 4 kali saja dalam sehari. Waktu di pesawat, entah berapa kali ia menyusu. Tak terhitung banyaknya. Ini justru jadi senjata saya banget kalau Ken mulai bosan dan tidak nyaman dengan tekanan udara yang ada di pesawat. Walaupun saya yakin banyak kali dimana Ken menyusu karena butuh kenyamanan saja, bukan karena lapar.  Makanya, Ken tidur terus selama di perjalanan. Itu semua berkat menyusu.


7. Cuek aja! 
Ken ini sedang semangat-semangatnya belajar bicara. Apapun yang ia dengar, hampir selalu diikuti. Begitu di pesawat, kalau sedang bangun, ia tidak bisa berhenti bicara. Terkadang juga dengan nada tinggi, alias teriak-teriak. Kadang juga SKSD sama penumpang lain, ada om bule di samping saya dia panggil "om...om.." begituuu terus sambil nunjuk-nunjuk. Senyum-senyum sama penumpang lain. Walaupun mungkin agak sedikit mengganggu, kita jangan kebawa stress. Cuek aja, namanya juga anak-anak. Tentu saja, sambil ditenangkan atau dialihkan perhatiannya.


8.   Siapkan hiburan
Sebenernya, ini juga gagal sih kami lakukan. Tapi, mungkin bisa lebih membantu kalau disiapkan dengan lebih baik. Kami udah menyiapkan beberapa mainan baru yang sengaja baru akan kami keluarkan satu per satu di pesawat supaya Ken tidak bosan. Tapi, tas untuk naro mainannya di bagasi kabin, sulit deh. Jadinya, itu mainan baru dikeluarin begitu sampai London, meeeh~


9. Jalan-jalan di Aisle/kamar mandi
Serius deh... Momen ganti popok bisa jadi hiburan juga ternyata kalo sedang perjalanan panjang di pesawat. Jadi kalau anak sudah bener-bener bosan, bawa aja jalan-jalan (digendong) di aisle atau masuk kamar mandi. Kalau udah bosan sekali, anak gampang terhiburnya kok. Ken diajak ngaca dan cuci tangan di wastafel aja udah happy :"D

10. Manfaatkan waktu transit
Kami transit di Singapore selama kurang lebih satu jam saja. Jadi, nggak banyak yang kami lakukan (termasuk nggak kepikiran buat tukar voucher gratis dari bandara *cry*). Saya sih memanfaatkannya untuk ke nursery room dan membiarkan Ken bebas berjalan-jalan semau dia, sambil diawasi. Terus minta pengertian lagi ke dia kalau perjalanan kita akan lebih panjang.


11. Bawa Stroller & Baby Carrier
Ini opsional sih... Tapi, buat saya bawa stroller sendiri ternyata sangat membantu mobilisasi. Mengingat cah lanang kami sudah tidak ringan lagi untuk digendong kesana-kemari dengan waktu yang lama. Selain itu, bagasi stroller juga sangat bermanfaat untuk meringankan bawaan barang tentengan. Saya sampai sengaja beli stroller yang bisa masuk kabin waktu itu demi bisa bawa stroller ke pesawat. Eh, ternyata nggak usah bawa yang bisa masuk kabin juga nggak apa. Ujung-ujungnya nggak masuk kabin juga, tapi masuk bagasi (dikasih ke mbak pramugari) tepat sebelum kami masuk kabin. Walaupun, sebenarnya bisa juga kalau mau masuk kabin kalau dilipat sebelum boarding. Buat stroller nanti saya bikin cerita sendiri deh. 

Untuk baby carrier, waktu itu nggak terlalu terpakai sih. Tapi, buat jaga-jaga aja kalau di pesawat anak rewel dan cuma bisa tenang dengan digendong atau untuk kebutuhan lainnya. Oiya, waktu itu, Baby Carrier dipakai hanya pada saat turun dari pesawat saat transit dan saat sampai, hingga ketemu lagi sama strollernya.

Dorong stroller sambil bawa koper
Yang terakhir dan paling penting, tentu saja jangan lupa berdoa supaya perjalanan kita lancar, sampai dengan sehat, selamat, sentosa. Kalau kalian, ada tips lain lagi nggak biar bisa survive bawa anak kecil di pesawat?


Salam,
Sawitri Wening