Friday, July 3, 2015

Welcoming A New Life

Halo!!

Ternyata sulit ya mau konsisten nulis di blog ini. Alasannya sih klise ya.. jadi nggak usah saya jelasin di sini, heheh. Tepat di hari ke-16, malam ke-17 Ramadhan ini saya mau sedikit sharing tentang kehidupan saya. Deuuh.. berasa penting banget ya, kayak ada yang baca aja. Heheh...

Ramadhan saat Hamil 8 Bulan
Puasa kali ini benar-benar dobel sensasi barunya. Pertama, ini adalah bulan Ramadhan pertama saya setelah menikah dan kali ini juga dibarengi dengan kondisi saya yang tengah mengandung 8 bulan. Istimewa sekali deh bulan Ramadhan kali ini yang sukses bikin saya galau mau ikutan puasa atau nggak karena mengkhawatirkan kondisi si mamas (ini panggilan saya dan suami untuk bayi yang ada di kandungan saya, heheh). Di pemeriksaan terakhir, diketahui kalau ternyata Hb saya rendah. Ini yang bikin saya galau, takut-takut kalau kondisi itu bisa mempengaruhi puasa saya. Namun, setelah diyakinkan oleh suami, saya pun mencoba berpuasa pada hari pertama. Memang sih, saya merasakan tubuh saya masih beradaptasi, belum masuk waktu Zuhur saya sudah kepayahan, kepala saya keliyengan dan pandangan saya berputar. Waktu itu, saya siasati dengan tiduran sebentar dan bangun lagi setelah dirasa mendingan. Namun, besoknya saya tetap coba berpuasa dan ternyata respon tubuh saya masih sama. Setelah konsultasi ke bidan ternyata kondisi saya memungkinkan untuk melakukan puasa, alhamdulillaah... Mungkin karena sugesti saya aja kali ya jadinya berasa lemes. Setelah itu, saya coba puasa selang-seling--sehari puasa, sehari tidak. Alhamdulillaah, akhirnya tubuh saya mulai terbiasa. Dua hari berturut-turur, suami sempat menyarankan untuk tidak berpuasa karena saya muntah dan terkena flu.

Terkait dengan hukum berpuasa untuk ibu hamil, ada beberapa pendapat yang saya dapatkan. Yang saya ketahui selama ini, orang yang sedang hamil tidak diwajibkan berpuasa apabila ia mengkhawatirkan kondisinya dan bayi di dalam kandungannya, dan boleh menggantinya dengan membayar fidyah--memberi makan orang yang tidak mampu sejumlah hari meninggalkan puasa.
Wanita hamil dan menyusui, jika takut terhadap anak-anaknya, maka mereka berbuka dan memberi makan seorang miskin.” (HR. Abu Dawud)
Namun, ada pula sumber yang mengatakan kalau ibu hamil yang tidak berpuasa tetap diwajibkan untuk qadha atau mengganti puasanya karena kondisinya disamakan dengan orang yang tidak sanggup berpuasa karena sakit.
“Maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajib baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah (2): 184)
Allahu'alam. Kalau saya sih, selama mampu untuk berpuasa lebih baik dijalani. Apabila kita masih ragu, sebaiknya ditanyakan ke bidan/obgyn kita. Insya Allah dengan rekomendasi dari tenaga ahli medis, kita akan semakin yakin bisa menjalani puasa ini, ditambah lagi dukungan suami dan keluarga. Wis, pokoknya diniatkan untuk Allah SWT.

Beruntungnya saya punya suami yang terus men-support saya untuk tetap bisa menjalani puasa. Mulai dari ngebawelin untuk makan daging dan sayur saat sahur, nyuapin madu dan sari kurma saat mau tidur dan sahur, sampai mengingatkan untuk tetap mengonsumsi vitamin-vitamin ibu hamil. Hihih, alhamdulillaah...


Ramadhan Pertama setelah Menikah
Jadi, bagaimana rasanya menjalani bulan Ramadhan setelah menikah? Jawabannya alhamdulillaah, nikmaaat banget bisa menjalani ibadah di bulan suci ini bersama dengan suami di rumah kontrakan mungil kami di Kelapa Dua. Sebagai seorang istri dan tinggal beda rumah dengan orang tua, nggak ada lagi deh ceritanya duduk manis menanti takjil siap atau dibangunin saat makanan sahur sudah tersedia. Semuanya mesti disiapin sendiri, hihih... Meskipun saya (semenjak hamil) jarang atau bahkan hampir tidak pernah masak lauk-pauk atau sayur-sayur lagi, tapi rasanya sudah kewajiban saja menyiapkan segalanya untuk saya dan suami. Jadi terbayang deh bagaimana super-nya ibu di rumah yang bisa ngurusin ini-itu sendirian untuk anak-anak dan suaminya, tanpa mengeluh sedikit pun :') 

Kadang-kadang suami saya juga membantu saya menyiapkan menu sahur. Dia jago banget bikin nasi goreng lho. Lebih enak masaaa dari buatan saya #merasatersaingi, heheh. Dia juga rela nyiapin menu sahur waktu saya harus praktik knee-chest--posisi seperti sujud dengan dada menyentuh lantai. Karena terakhir kontrol ternyata posisi bayi saya muter lagi, jadi kepalanya di atas. Ini sempet bikin saya sedih sih, entah kenapa. Tapi, lagi-lagi pak suami menenangkan dan meyakinkan saya kalau masih ada waktu dan si mamas masih mungkin untuk berputar lagi. Aamiin...

Jadi, begitulah... Ramadhan kali ini puasa, tarawih (kadang sendiri di rumah) bareng suami. Ada yang ngingetin untuk tilawah. Ah, pokoknya mah istimewa Ramadhan kali ini, apalagi kami juga sedang menunggu kelahiran si mamas ke dunia. Semoga dimudahkan, diberi kesehatan dan diselamatkan semuanya.. Aamiin.. Aamiin..

Hari-hari terakhir di Kantor
Yap, ini memang sudah direncanakan sejak jauh-jauh waktu. Bahkan dari sebelum menikah, suami secara khusus meminta saya untuk bisa fokus mengurus anak kami, terutama di masa-masa pertama kehidupannya. Saya pun sepakat dengan permintaannya tersebut. Jadi, saya pun sudah mengomunikasikan niat tersebut kepada atasan saya jauh-jauh hari. Ya, saya memutuskan untuk berhenti bekerja per Juli ini. Tepat di hari ulang tahun suami saya yang ke-25 nanti.

Berat kah saya mengambil keputusan itu? Tidak juga sih karena sudah diniatkan dari sebelumnya. Namun, saya tidak menyangkal, sedikit banyak ada yang menggelitik pikiran saya tentang bagaimana kehidupan saya setelah saya berhenti bekerja dan mendedikasikan diri sepenuhnya untuk buah hati saya dan suami. Tentu, akan ada masa adaptasi. Tentu ada perasaan senang dan bahagia. Tentu saja akan muncul kerinduan yang menghantui siapa pun yang pernah melewati sesuatu yang telah biasa dilaluinya, paling tidak buat saya selama 2-3 tahun terakhir ini.

Meninggalkan tempat kerja yang begitu nyaman buat saya saat ini juga membuat somehow bikin saya merasa sedikit sedih dan kehilangan. Di sini, saya mendapatkan hal yang saya yakini belum tentu bisa saya dapatkan di tempat kerja lainnya. Sesuatu yang priceless, tidak bisa dinilai dengan materi. Bahkan, jauh... jauh lebih berharga daripada materi itu sendiri. Ah, saya terkadang juga sering merenungkan mengapa Tuhan membawa saya pada jalan hidup seperti yang sekarang saya alami ini. Seperti yang pernah saya utarakan, hidup ini penuh dengan kejutan. Mengapa dulu saya memilih untuk melepas kesempatan lain dan mengapa pula Tuhan sempat menggagalkan saya untuk berkarir di suatu tempat, yang tentu akan memberikan pelajaran yang jauh berbeda dari tempat kerja saya saat ini. Mungkin juga, menjadikan saya orang yang berbeda dari diri saya saat ini. Apapun itu, saya sangat bersyukur telah diberi kesempatan untuk belajar banyak dan menerima anugerah ini dari Tuhan.

Tapi, saya juga tidak sesedih itu sih. Sebab saya yakin kalau saya masih akan punya kesempatan untuk bersilaturahim--tentu kalau masih diberi umur. Pokoknya, doakan saya ya supaya bisa, sekali lagi, melewati fase hidup yang berbeda dari sebelumnya. Menikmati apapun nanti yang akan terjadi. Tentu, ada rencana-rencana yang sedang saya bangun untuk menata kehidupan baru saya kelak. Semoga diberi kemudahan dan kekuatan, begitu juga dengan kamu yang sedang berusaha mewujudkan rencana dan keinginan kamu, atau yang sedang akan memasuki fase baru dalam hidup ini.



- SW -