Thursday, March 30, 2017

Weekly Note: Tentang Potty Training Regresion & Bersabar


Jadi, minggu ini saya sempat sakit lagi, saat saya sedang haid. Sakitnya persis pula sama kayak bulan lalu. Mengigigil, pusing, meriang, lemas, dsb. Alhamdulillaah cuma dua hari sakitnya. Bulan lalu juga begitu. Bedanya, waktu sakit kali ini, suami ada kuliah seharian, so nggak bisa bantu jagain Ken yang lagi agak cranky karena gigi gerahamnya lagi tumbuh. Jadi, singkat cerita drama pun terjadi.

Sebelumnya, saya nggak penah tahu kalau saya bisa setega itu sama Ken. Hari itu, saya membentak Ken karena kesal sampai ke ubun-ubun. Mungkin karena pengaruh sedang sakit juga. Ketebak dong, sesudahnya saya jadi super menyesal karena merasa bersalah dan malah bikin regresi proses potty training yang lagi Ken jalani. Huft :''(

Kekesalan saya muncul hanya karena Ken mengompol di lantai. Saya yang sedang nggak ada tenaga saat itu pun nggak bisa menahan diri untuk marah. Padahal, prinsip menjalankan toilet training itu kan membuat anak enjoy dengan prosesnya tanpa membuat dia merasa 'dihukum' hanya karena dia mengompol. But, i did that wrong thing. Saat saya marah sih dia malah ketawa-ketawa, saya pikir dia nggak menganggap saya sedang menunjukkan rasa kecewa. But, no... he is a smart boy dan ia tahu banget kalau saya sedang marah. Dia tertawa untuk mencairkan suasana, seolah bilang "calm down, mom... It's just a POTTY accident!" 

Setelahnya, dia jadi malas kalau diminta pipis ke kamar mandi. Selalu membuang muka kalau saya mengingatkan untuk pipis di kamar mandi. Padahal, sebelumnya prosesnya begitu mudah, dia bisa cepat menangkap maksud saya walau belum mau mengatakan kalau ia sedang kebelet. 

Ah iya, jadi ibu itu butuh stok sabar yang banyak ya. Mungkin saya harus belajar banyak dari Ken yang sudah bisa mengontrol emosinya, yang bisa berhenti menangis kala mengelus dada sambil bilang "bersabar". Ah, Ken.. maafkan ibu ya. Semoga ibu bisa membesarkan Ken dengan lebih baik dan banyak bersabar. Mari belajar bersama-sama ya, Ken :)

Btw i will update about his potty-training regression, hope we can turn it back to the progression ;)
 
Bristol, 30 Maret 2017

Sawitri Wening

Wednesday, March 15, 2017

Weekly Note: Tentang Sekolah Lagi


Minggu ini, saya pergi berdua dengan Ken ke tempat yang cukup jauh dari tempat tinggal kami. Daerahnya namanya Speedwell, sekitar 30 menit perjalanan dengan menumpangi bus nomor 7. Bukan untuk jalan-jalan, tapi untuk belajar.

Saya sempat mencari tempat kursus bahasa Inggris gratis di sini. Alasannya? Ingin latihan berbahasa Inggris dengan lebih lancar, ingin mengisi waktu luang, dan saya rencananya juga ingin mengambil tes IELTS dalam waktu dekat (jadi bisa sekalian belajar). Saya pun sibuk mencari-cari kelas untuk ESOL (English for Speakers for Other Language) yang biasanya di-provide oleh community center yang dikelola oleh pemerintah. Jadi, local government di sini punya program khusus untuk meningkatkan skill warganya melalui kegiatan-kegiatan seperti kursus bahasa ataupun keterampilan lain, dan semuanya gratis untuk orang yg mendapatkan benefit. Kegiatan tersebut didanai melalui pengelolaan pajak yang dibayar setiap tahun oleh penduduk di Bristol. Keren banget ya idenya! ðŸ’¡

Oke, balik lagi ke cerita saya. Jadi singkat cerita, ternyata kelas atau conversation club yang ingin saya datangi di-cancel. Oiya, club ini diadakan di nursery (semacam daycare & preschool untuk anak usia 2-4 tahun di UK). Jadi, selama saya di kelas, Ken juga akan berada di kelas nursery selama satu jam, for free! Pengertian banget ya programnya... Karena di-cancel, saya diminta untuk menghubungi mereka lg 2 minggu kemudian. Untung dekat situ ada playground, jadi saya bisa tetap mengajak Ken bermain di sana. Ken senang sekali karena ternyata lagi banyak anak lai  sedang main di playground. Saya juga sempat berkenalan dan mengobrol dengan dua orang ibu dari Somalia yang sedang menjaga anaknya bermain. Dari mereka saya dapat informasi kalau di College Green (yang letaknya lebih dekat dengan rumah), juga menyelenggarakan ESOL Class. 

Applying for A Scholarship
Kayaknya udah 3 malam belakangan saya begadang. Tidur di atas jam 12 malan untuk menyelesaikan sebuah aplikasi beasiswa. Ya Allah, rasanya udah lama banget nggak bikin essay, jadi agak-agak kagok sedikit gitu. Ditambah lagi semua pertanyaan harus dijawab dalam bahasa Inggris. Mesti mikir dua kali buat saya yang belum terbiasa. Jadi paham banget gimana pusingnya suami ngerjain tugas essay-nya selama kuliah di UK, hahaha. Alhamdulillaah, akhirnya saya bisa submit sebelum waktu deadline, walau sempat deg-degan karena waktu submit website-nya sempat error. Sekarang tinggal berdoa aja semoga hasilnya baik dan....tiduuur karena jadi berasa kayak zombie banget. Eh, tapi mau selesaikan tulisan ini dulu deh, baru tidur.

Why do I want go Back to School?

panutan banget ini ya :D
Jadi, keinginan yang ingin bisa saya capai dalam waktu dekat adalah ingin sekolah lagi. Keinginan ini pun didukung 100% oleh suami. Makanya waktu saya ngerjain aplikasi beasiswa kemarin, dia rela ngajak Ken main dulu berjam-jam supaya saya bisa fokus. Alhamdulillaah. Alasannya apa sekolah lagi? Jujur saja, alasan utama saya untuk sekolah lagi adalah supaya kelak bisa dicontoh oleh anak-anak saya. Saya dan suami setuju kalau pendidikan adalah hal yang penting, dengannya kita bukan hanya bisa menambah pengetahuan dan keterampilan, tapi juga membentuk pola pikir dan ini penting banget menurut saya untuk jadi modal membesarkan anak dan kontribusi.  Saya dan suami sempat berdiskusi soal hal ini, ketika kami membandingkan tentang self-esteem masing-masing soal mencapai pendidikan tinggi. Suami saya yang memang lahir dan besar di keluarga berpendidikan tinggi, tidak pernah sekalipun berpikir kalau sekolah tinggi itu hal yang mustahil. Berbeda dengan saya, yang bukan berasal dari keluarga yang pendidikannya tinggi, bisa melanjutkan kuliah S2 di dalam negeri saja saya sempat berpikir itu hal yang mustahil, tepatnya saat saya masih kecil dulu. Saya menganggap kalau hal itu dipengaruhi besar oleh latar belakang keluarga kami. Suami bilang dia tidak pernah merasa sekolah tinggi itu mustahil karena ada role model. Orang-orang terdekatnya, papa dan mama, bisa kok. So, dia juga menganggap suatu hari nanti dia juga akan bisa mencapai hal yang sama.

Kedua, saya kangen banget punya target pencapaian diri. Ini soal mengembangkan diri. Banyak hal sebenarnya yang bisa dilakukan, seperti buka usaha atau ikut kursus ini-itu. Tapi, hal pertama yang ingin saya lakukan sekarang adalah sekolah lagi, dan saya yakin selanjutnya akan membuka jalan saya untuk fase pengembangan diri selanjutnya. Untuk bisa memberikan manfaat seluas-luasnya, semampu saya.

Then, i guess some people will come up with this thought: "Jadi, bosen ya jadi ibu rumah tangga?" Please.. please.. please... Don't ever ask this kinda question to anyone as it is offensive as it is.

Bukan jadi ibu rumah tangga yang bikin saya bosan, tapi belum ketemu celah untuk mengembangkan diri itu yang bikin kadang-kadang berasa kayak 'duh, hidup gua nggak produktif banget ya.' Kebayang nggak mesti mengerjakan hal yang mirip setiap hari 24/7, pasti lah ada rasa bosannya. Kerja di kantor, ngerjain hal yang itu-itu aja setiap hari juga pasti ada bosannya. Bisa stay di rumah menyaksikan perkembangan anak setiap detiknya itu, buat saya anugerah. Sampai saat ini saya bersyukur banget dikasih kesempatan buat fokus mengurus anak dan nggak pernah menyesal ambil keputusan ini. Meskipun saya tahu saya juga punya cita-cita lain yang ingin saya kejar. Jadi, saya pikir kenapa nggak dua-duanya aja coba saya imbangi. Pelan-pelan ambil langkah yang bisa diambil dulu. Pasti bakal menantang banget sih, tapi bismillaah kita nggak pernah tahu kalau nggak pernah coba, kan?

Btw, sorry for being unorganized. ini tulisan sempat mengendap dan belum juga dipost karena jujur aja saya pernah ada pada fase overthinking. Deuh, kebanyakan kata 'sempat'. Kebanyakan mikir, terutama tentang apa sih sebenarnya yang saya pengen. The 20's crisis hit meeeh! 
Tapi, yaudah saya share aja ya siapa tahu lagi ada yang senasib.




So, all moms out there! How's life been treating you? How did you overcome with the current life-crisis? Please kindly share and hug all along ;)

Doakan saya yah, Cheers!

Sawitri Wening

Saturday, March 4, 2017

Ken's Potty Story (Part 1)


Pojok Potty Ken Maruta
Minggu ini, tepatnya 7 hari yang lalu mungkin ya, saya dan suami memutuskan untuk mencoba melakukan "potty training". Sebenarnya, kami sudah tertarik melakukanya semenjak sebulan yang lalu. Tapi, kami pikir kami butuh potty supaya Ken bisa nyaman latihannya. Sebab pernah beberapa kali dia berhasil buang air di toilet, tapi berakhir gusar karena tidak nyaman duduk di toilet seat orang dewasa yang memang tidak cocok dipakai untuknya. But, due to the limited budget, we decided to keep holding on the diapers routine until next month. But then the plan suddenly changed as i found a multistage potty with... the clearance price. Blame my female brain, LOL. Long story short, we got the munchkin potty home before february ends. Yeay! *oke sekian curhatnya*

Sebenarnya sih kami belum benar-benar mau melakukan potty training untuk Ken. Kami hanya berniat mulai sekadar mengenalkan potty atau "buang air pada tempatnya" kepada Ken. Meskipun usia Ken sudah masuk 18 bulan, saya merasa Ken belum saatnya benar-benar harus lepas dari diapers. Tetapi, saya pikir tidak ada salahnya mengenalkan dulu karena peralihan untuk bisa buang air di toilet itu, menurut saya, adalah task yang besar buat seorang bayi, khususnya di jaman sekarang, yang dari orok hampir tidak pernah lepas diapers. Kebayang nggak sih, gimana itu bokong rasanya pakai popok terus dan udah biasa pipis dan pupu dimanapun dia mau. Mungkin akan jadi bebal kali ya. Udah lah daripada nanti makin susah lepasnya, mari kita kenalkan dulu pelan-pelan dari sekarang. Jadi, saya nggak pasang target apa-apa, harus sudah lulus potty train berapa lama dan sebagainya. Selain itu, saya juga menerapkannya jadi lebih fleksibel dan nggak ngoyo. Semacam mendedikasikan diri untuk stay di rumah selama 3 hari atau 7 hari. Hal itu belum saya lakukan. Yang saya lakukan saat ini hanya membiarkan Ken tidak memakai popok di luar jam tidurnya dan saat berada di rumah. Tambahan lagi, kalau emaknya nggak lagi males, hahahah. 

Eh tapi, itu sih rencananya. Eksekusinya? Beuh, saya kebawa suasana. Maksudnya jadi kebawa nggak santai. Dua hari pertama benar-benar kerjaan saya cuma observasi dan nanya pertanyaan yang sama ke Ken, yang cuma pakai celana aja sepanjang hari, eh bahkan nggak pake celana (tanpa popok). Parno bakalan ada insiden "pisang goreng berjatuhan di lantai." Paham kan mak 🙈. 

What to Expect When You Start The Potty Training

Ya berhubung saya belum ada hasil apa-apa, jadi saya mau share sedikit pengalaman saya mempersiapkan dan bagaimana hari-hari pertama menjalankan kebiasaan baru ini, sekaligus progressnya. Siapa tahu ada yang baru mau mulai juga dan jadi ada bayangan. Eh tapi, ini bentuknya lebih ke cerita aja. Oiya, sebelumnya bisa cek kesiapan bayi kita di sini.

Sounding
Seperti biasa, ini adalah hal yang saya lakukan kalau mau mengenalkam suati kebiasaan baru atau kalau akan ada kejadian yang kiranya bakal mengganggu dia. Saya mungkin sudah meinyinggung-nyinggung soal potty sejak usia Ken 15 bulan. Mulai dari menunjukkan bagaimana saya menggunakan toilet (ini kejadian ketika ada masanya Ken maunya ngintilin ibunya bahkan sampai ke kamar mandi). Setiap dia lihat toilet, pasti saya jelaskan "Ken kalau mau eek nanti di sini ya. Ayah sama ibu juga di sini." Begitu terus sampai kalau lihat toilet dia akan otomatis bilang, "eek di sini"
Selain itu saya juga membacakan buku yang bertemakan tentang potty training kayak buku "Pirate Pete's Potty" ini. Menunjukkan video tentang potty training (sampai tahu-tahu dia dengan sendirinya berpura-pura duduk di atas potty padahal yang dia dudukin adalah mainan piano-pianoannya. Awalnya bingung kenapa itu piano dia dudukin, terus dia nyeletuk sendiri "duduk di potty" owalaaah.. he got the point!). Begitu terus diulang-ulang sembari beraktivitas seperti biasanya.

Getting Engaged with The Real Potty
Dari hasil baca-baca, supaya anak excited untuk memulai potty train, bisa tuh ajak doi milih sendiri pottynya. Sebenernya sih menurut saya ini nggak penting-penting amat, jadi kalo diskip juga nggak apa. Kalau Ken sebenarnya ini kejadiannya nggak sengaja. Waktu ke Boots mau beli popok, dia lihat ada potty dan dia teriak-teriak dong mau ambil potty-nya. Kebetulan juga ternyata lagi clearance sale. Ah pertanda apa ini, tanya saya dalam hati. Yaudah, keesokan harinya, setelah diskusi sama ayahnya Ken, kami langsung balik lagi ke Boots. Beruntung bangeeet, karena ternyata potty yang lagi sale itu tinggal sisa satu! Sampai rumah, girang banget dia sambil mainin potty-nya. Dinaikin lah, dicium dan dipeluk lah (serius deh ini...), dijadiin tempat parkir mobil-mobilannya, dan bahkan (ceritanya) jadi tempat eek salah satu mobilnya 😅

What Happened in The First Day
Oke, persiapan udah, sekarang eksekusi. Masa penyesuaian buat kami adalah selama dua hari. Dimana dua hari pertama itu sepanjang hari saya dedikasikan buat mengamati Ken dan rajin banget nanya "Ken, mau pipis? Mau eek?" Rajin banget ngingetin "Ken kalo mau pipis atau eek bilang ke ibu ya." Tapi, hal ini sampai sekarang nggak juga dilaksanakan sama dia, meskipun sebenarnya dia udah bisa bilang hal itu. Sampai akhirnya, karena lelah mesti ajak ke kamar mandi terus-terusan, Ken pun sepanjang hari itu tidak saya pakaikan celana. Fungsinya supaya nggak kecolongan lagi ketika mau ke kamar mandi yang berujung pada cucian numpuk. Iya, jadi lebih cepat ke kamar mandi, nggak usah buka celana dulu. Alasan lainnya, anaknya susah beneeeer dipakein celana lagi, "mau lari ajaa" katanya. Tapi, ini hanya saya lakukan dua hari pertama karena Ken kelihatan sudah mulai paham. 

Di hari pertama ini, mungkin cuma dua kali Ken berhasil pipis di kamar mandi, sisanya ngompol. Jadi, iya benar mesti siap rajin ngepel. Sebisa mungkin bersikap tenang dan tidak memarahi anak sambil diingatkan "Nanti kalau mau pipis lari ke kamar mandi ya." Supaya lebih mudah, saya akhirnya mencatat waktu Ken pipis/pup dengan bantuan aplikasi "Potty Baby". Di aplikasi ini anak bisa dapat satu bintang setiap kali berhasil buang air pada tempatnya. Ken senang banget lihat bintang-bintangnya, hahah. 

Catatan paling atas, bikin heboh dunia persilatan

When He Needed to Wee
Meskipun Ken sudah bisa bicara, entah kenapa ia susah sekali diminta bilang kalau mau pipis/ pup. Awalnya, yang mesti saya lakukan adalah observasi gesture tubuhnya kalau mau pipis, saat dia ngompol itu. Misalnya, mulai pegang-pegang celana atau jadi mematung. Setelah hari kedua, dia udah lebih ngerti. Bukan bilang. Tapi, dia akan langsung mengambil mobil-mobilannya dan berlari ke arah kamar mandi kalau mau pipis. Iya, mesti bangeeeet sambil bawa mobil. Kalau diajak pun, dia akan sibuk cari mobilnya dia buat dipegang baru lari ke kamar mandi. Kan bikin deg-degan yak, sempet banget cari mainan dulu. Tapi, biasanya dia bisa menahan dan baru mengeluarkan pipisnya di kamar mandi. Tapi, yah sering juga masih kecolongan apalagi kalau dia lagi asik main, jadi malas lari ke kamar mandi dia. Nah, udah kebayang kan ngos-ngosannya.

 How about Poo?
 Ken sepertinya lebih gampang dilatih pipisnya dulu. Soalnya sering banget kecolongan dia pup di celana, yang bikin "pisang goreng" bergelundungan di lantai. Dia amazed sendiri lihat poo-nya terus bilang apa coba, "ayaaam!" keseeel nggaaak dia sangka itu ayam goreeeng, LOL. Pokoknya buat saya lebih susah lihat tanda-tanda ken mau pup dibanding mau pipis. Pernah waktu itu berhasil dua kali juga begitu lihat dia mau ngeden langsung dudukin di potty dan berhasil. Terus sengaja saya kasih lihat waktu buang potty-nya ke toilet dan kasih tahu cara flush-nya sambil bilang, "bye-bye, poo poo.." Maksudnya biar dia tahu dimanakah tempat kotoran manusia itu seharusnya berada.
Dia senang banget waktu pupnya di flush. Tapi, setelah itu dia jadi tahu kalau pottynya bisa dibongkar dan keesokan harinya jadi super penasaran sehingga sedikit-sedikit nyamperin potty, bukan untuk pup tapi untuk "bredelin" potty-nya. Oh, my curious baby~


Fake to Wee, Fake to Poo
Ada saatnya Ken pura-pura mau pipis, padahal nggak. Dia lari ke kamar mandi sambil bawa mobil, terus pas udah di kamar mandi dia malah bilang "nggak..." maksudnya nggak mau pipis. Berakhir dengan tutup pintu shower dan tidak mau keluar dari situ sambil bilang "bye, ibu..." *cry*
Pura-pura mau pup, duduk di potty ditungguin sambil ngobrol, baca buku, atau nonton video, tapi nggak keluar-keluar sampe ada kali hampir 20 menit. Selama itu dia terkadang berdiri dari potty, lalu saya tanya "nggak jadi eek-nya?" sesaat kemudian dia duduk lagi di potty sambil bilang " eek.. potty aja." Begitu terus sampai beberapa kali, akhirnya saya sudahi saja. Nggak lama, dia pup di celana *cry*.

Hahaha, seru ternyata ya ngajarin anak buang air pada tempatnya. Seringnya saya dan suami saling tatap-tatapan aja sambil ketawa pahit kalau lihat Ken pup di celana. Apalagi suami nggak tahan banget dia lihatnya, hahah. Jadi, dia kebagian bersih-bersih lantai dan celana, saya kebagian basuhin Ken. Intinya beneeer mesti banyak-banyakin stok sabar. 

Gimana, buibuuu... Ada yang udah mulai potty training juga?


Keep calm and be happy!

Sawitri Wening