Tuesday, April 11, 2017

Dear Little Man #2: Hero from The Past



Dear Little Man,

How do you do, love?

I wonder how the world you live will be
Some decades for today

Look at what's going on now

when most people living in the virtual world
when most people like to hangout with the screens
when people impress someone from their feeds

when people easily throw their opinion and they suddenly invite the judges called public

When they playing victims to make other people victims

When the contents spread rapidly throughout the entire world, injecting the viruses to the human brains... and someone's killed, but at the other part of the world they proudly say, "it's going viral!"

When women no longer make up to date her crush, but the viewers of their youtube channels

What is wrong with them?
Nothing wrong with them, baby
As it has become a mainstream, an ethics

The wrong is to those who never click the "sign up" and never clock the "log in" buttons
The wrong is to those who put down their phones and leave them on the bed while they're away
The wrong is to those who talking eyes to eyes with cups of coffee in both their hands
The wrong is to those who deactivate their facebook account for forever

Or let's just call them the outliers

Oh no baby... i am pretty sure you have a better name to call them later

Maybe you would call them The Heroes


Bristol, April 12th 2017
Sawitri Wening

----------------------------------------------------
Inspired by my daily views and the most brilliant satire, a series people nowadays must watch on netflix titled "Blackmirror". It will be definitely a slap in the face as you can so much relate to the sarcastic scenes, yet a very thoughtful stories to think of by the end of your day. 


Monday, April 10, 2017

Weekly Note: Spring in My Heart


Minggu ini, matahari bahkan bersinar lebih cerah dibandingkan minggu sebelumnya. Rasanya bahagia sekali bersentuhan dengan cahaya matahari, tanpa dibalut coat tebal seperti musim sebelumnya. Tujuh bulan mencicipi tinggal di Bristol, kota yang katanya adalah kota terbaik untuk ditinggali di seluruh Britania Raya. Saya merasa beruntung dan masuk ke dalam musim semi yang cantik ini, membuat saya semakin merasa bersyukur dengan hangatnya, dengan indahnya bunga-bunga yang bermekaran di atas pohoh dan rerumputan. Meskipun angin dingin terkadang masih sering berhembus menusuk tulang. Begitulah hidup, tidak selalu senang dan bahagia, tapi sepaket dengan kesedihan, kekecewaan, ataupun perasaan tidak bersembangat.

Kalau coba menengok catatan mingguan saya sebelum-sebelumnya, rasanya saya sudah melewati minggu-minggu yang sumpek. Dimana saya banyak mengeluh atau bahkan marah dan sedih. Saya merasa minggu ini adalah minggu dimana saya bangkit lagi menjadi orang yang lebih ceria. Rasanya seperti menemukan semangat kembali, setelah berkontemplasi, menghabiskan waktu di luar menikmati hari bersama suami dan Ken, mendaki bukit, dan menulis dengan hati. It's okay not to feel okay sometimes. 

Freud
Ken pun seperti musim ini, menjadi sangat manis dan ceria. Dia bernyanyi saat duduk di atas strollernya, bermain dengan mobilnya, atau saat sedang mandi. Perlahan proses potty trainingnya sudah kembali berjalan lagi, walaupun masih agak sulit karena kata favoritnya saat ini adalah "nggak mau!" Hehehe, masa-masa yang menyebalkan tapi mungkin manis untuk dikenang di kemudian hari. Saya juga harus menikmati saat-saat Ken hanya mau menempel dengan saya. Akhir-akhir ini, Ken selalu menolak bermain, digendong, dicium, ataupun dipeluk oleh ayahnya. Bahkan, ayahnya tidak boleh dekat-dekat dengan ibunya. Haha, posesif. Ini mengingatkan saya dengan konsep Oedipus Complex pada tahap perkembangan psikosesksual anak (phallic yang di teorinya sendiri sebenarnya terjadi pada usia 3-5 tahun) yang dikemukakan oleh Sigmund Freud. Sebuah konsep abstrak yang menyebutkan seorang anak (laki-laki) pada tahap ini ingin memiliki ibunya seiring dengan kemampuan mereka membedakan gender. Entahlah, tapi karena ini ayahnya kasihan karena jadi tidak bisa leluasa kalau bermain dengan Ken karena ditolak terus </3.

Ken akhir-akhir ini tidur selalu di atas jam 10 malam karena saat ini maghrib hampir jam 8 malam. Ritme tubuhnya menyesuaikan. Seringkali ia tidur sambil saya nanyikan lagu atau saat saya lantunkan adzan berkali-laki. Sambil terpejam, saya membelai Ken dan menyanyikan lagu 'Belaian Sayang'. Tanpa disadari saya meneteskan air mata, hanyut bersama indahnya lirik dan nada lagu itu. Mungkin saya juga sedang  merindukan ibu saya yang juga senang menyanyikan saya gending jawa saat saya hendak tidur, waktu kecil dulu.




Bristol, 10 April 2017

Sawitri Wening

Saturday, April 8, 2017

First Family Hiking at Cheddar Gorge, Somerset (Part 2)


Pendakian pertama Ken: Duduk Anteng di Back Carrier :)
Dari poster di dalam bus yang barusan kami tumpangi, saya jadi tahu kalau Wells sering dianggap sebagai kota terkecil di England. Penduduknya hanya sekitar 10 ribu orang. Memang, begitu sampai sana, saya merasa kota ini sangat tenang. Jalan-jalannya pun kecil-kecil, sampai kalau ada sebuah bus ingin belok di suatu tikungan, mobil lain yang menunggu dari arah sebaliknya seperti mau tertatabrak. Pemandangan pun berganti dari pemandangan kota menjadi padang rumput, ladang, dan peternakan domba ataupun kambing. Sungguh obat mata bagi retina yang sering terpapar cahaya dari layar hp.

Saat hendak naik bus, seorang laki-laki setengah baya menyapa saya dan menanyakan asal saya. Rupanya ia berasal dari Kota Kinibalu, Sabah, Malaysia tapi sudah 45 tahun tinggal di Inggris. Sekilas wajah dan potongan rambutnya mengingatkan saya pada aktor jepang yang sesekali pernah saya lihat di film/dorama. Laki-laki itu begitu ramah, sayang kami tidak sempat bertukar nama. Sepanjang perjalanan ke Cheddar ayah mengobrol dengannya, sementara saya menjaga Ken di kursi belakang bus yang sibuk bermain sambil melihat jendela, sesekali saya ikut menimpali obrolan mereka. Laki-laki itu sempat mau memberikan tiket bus mingguannya kepada kami, tapi karena kami sudah membeli tiket return, tidak jadi, malah jadi mubazir mungkin pikirnya. Kami turun satu stop setelahnya yang sempat bertanya seraya tertawa, "presiden Indonesia apa masih Soeharto?"

Sesampainya di Cheddar Gorge
Ken tertidur di bus tak lama sebelum kami sampai di Cheddar. Alhamdulillaah, jadi bisa fokus mengembalikan stamina tubuh pasca drama di bus tadi. Oh, dramanya masih berlanjut saat saya turun bus 😖. Saat itu kami sampai sekitar pukul 14.30. Hal pertama yang kami lakukan adalah mencari café atau apapun yg jual teh manis hangat. Seperti kebanyakan tempat wisata, di sini berjejer toko-toko makanan dan restoran. Jadi, kami tidak terlalu sulit mencari tempat. Yang sulit itu mencari makanan halal. Akhirnya setelah cap-cip-cup, kami memilih salah satu kedai teh dan memilih bangku di luar supaya bisa sekalian makan perbekalan kami, lumayan lapar juga soalnya.

Kawasan restoran dan pertokoan di Tempat Wisata Cheddar Gorge

Insight dari Istirahat di Suatu Kedai Teh
Ada yang aneh dari waitress di kedai teh itu. Mulai dari ketika ia tidak juga keluar mengambil pesanan kami. Ia kikuk ketika ditanya ada wifi atau tidak dan malah bilang, "sebentar saya tanya boss saya dulu" seolah tidak paham apa yang berlaku di tempat kerjanya sendiri. Selain itu, yang bikin saya agak tidak nyaman adalah para waiter/waitress di sana tak henti melihat aneh kami dari balik jendela. Kebetulan meja kami persis di luar, depan jendela. 

Kedai Teh tempat kami beristirahat

Saya langsung menebak dan bertanya pada ayah, "apa karena aku pakai jilbab?" Memang, sedari tadi saya tidak lihat ada orang lain mengenakan jilbab selain saya. Bisa jadi, hari itu, di tempat itu, saya adalah satu-satunya orang yang memakai jilbab. Ayah menjawab, "yah, mungkin..." Saya tidak tahu apa yang ada dipikiran mereka, bisa jadi juga tebakan saya salah. Tapi, pemberitaan akhir-akhir ini ,di social media terutama, membuat otak saya tidak bisa menghindar untuk mengait-ngaitkan antara kejadian barusan dengan apa yang mereka sebut dengan "islamophobia". Alhamdulillaah, sejauh ini tidak ada yang aneh-aneh, malah saya merasa mereka sangat toleran. Saya pernah berselancar di sebuah website yang membahas tentang dunia psikologi dan di sana ada beberapa artikel yang menuliskan tentang sulitnya menjadi seorang muslim akhir-akhir ini dan seolah menggambarkan hal tersebut begitu berat bahkan ada yang menyamakan dengan orang-orang yahudi pada masa perang dunia. Lalu, ada pula yang menawarkan bantuan khusus untuk muslim yang mengalami bullying atau kekerasan lainnya. Hal-hal seperti ini membuat saya miris sebenarnya, sambil berharap semoga tidak semakin banyak orang yang salah paham dengan agama ini dan enggan menyakiti orang lain. Terkadang saya juga merasa aneh karena apa yang saya anggap biasa-biasa saja (contohnya memakai jilbab), bisa jadi hal yang begitu asing untuk orang lain dan tidak ada hal yang lebih melegakan apabila ada di situasi tersebut, selain merasa dihargai 💕

Udah segar lagi,,, Habis ngeteh dan makan sandwich ;)

Setelah minum teh dan makan bekal, kami menyempatkan mampir ke salah satu toko keju. Mampir aja, nggak beli apa-apa 😂. Di sana ditunjukkan alat pembuat keju yang digunakan dari abad ke-12, wow tua sekali ya.  Selain itu, pengunjung bisa memilih berbagai macam jenis keju atau membeli selai buah-buahan yang dibuat secara tradidional. Kalau saya pribadi sih nggak terlalu suka, selainya asam semua (hahaha, anak kebiasaan sama gula dikasih yang alami-alami suka gimana gitu). Jadi, Keju Cheddar itu, jenis keju yang paling umum ada di pasaran dunia itu aslinya dari sini, di Cheddar Village. 

Di depan toko Keju Cheddar asli Cheddar




Selai buah-buahan
Alat pembuat keju dari Abad ke-12
Selain terkenal dengan asal keju Cheddar, di sini juga terkenal dengan pesona alamnya. Itu lah alasan utama kenapa ayahnya Ken mengajak kami ke sini. Pengin refreshing, sambil mengukur kemampuan diri (istrinya), bisa nggak mendaki naik ke atas bukit, hahah. Tapi, saya pribadi emang penasaran banget main-main ke alam gini. Nge-fans banget deh sama ibu pendaki yang ngajak anaknya usia 1,5 tahun naik Rinjani. Mengajarkan anak untuk berdekatan dengan alam itu baik menurut saya. Ken nanjak di Cheddar Gorge dulu lah ya, kalau ke Rinjani mah ibunya juga belum sanggup pasti mesti persiapan olahraga rutin. Ini senam seminggu sekali aja bolong-bolong 😅. Mudah-mudahan akan ada kesempatan-kesempatan selanjutnya atau bisa jadi hal rutin yang dilakukan keluarga kami. Tapi, lain kali mesti sedia antimo dulu kali ya, biar nggak merusak momen 😂.



Mulai pendakian!
Sebenarnya ada beberapa macam atraksi yang bisa dikunjungi di kawasan Cheddar Gorge.  Ada wisata gua, museum, look-out tower, dan Cliff-top Gorge Walk (Informasi lebih detil bisa dilihat di sini). Tapi, kami memutuskan untuk mendaki saja, dengan hanya membeli tiket seharga £5,5 per orang (di bawah 5 tahun gratis). 

Sebelum naik tangga dari gerbang Jacobs and Ladder, Ken pun dikondisikan, digendong belakang dengan menggunakan ergobaby oleh ayahnya. Orang-orang pada ngeliatin sambil senyum-senyum, mungkin dipikirnya aduh kasihan itu bapaknya kurus mesti gendong anak yang mulai berbadan bongsor 😂. Kakinya aja udah gantung banget. 



Foto diambil usai pendakian
Oke, perjalanan pun dimulai dengan menaiki tangga yang berjumlah 247 anak tangga itu. Baru beberapa puluh tangga, rasanya dah mau nyerah. Bujeeet, nggak nyangka bakalan seberat ini di awal. Setiap beberapa puluh tangga disediakan tempat untuk istirahat, biar bisa nafas dulu. Hampir semua orang yang juga menaiki tangga, pasti juga memanfaatkan space itu sambil geleng-geleng kepala, terengah-engah, senyum-senyum dan berkata dalam hati, "lanjut nggak ya..." hahah, nebak dari mukanya. Tapi, masa udah jauh-jauh ke sana sampai mabok-mabok, menyerah pas naik tangga! Kan nggak lucu ya. Yaudah, mau nggak mau kami pun melanjutkan perjalanan lagi sampai akhirnya sampai lah di puncak! Saya melihat wajah dua orang laki-laki yang naik duluan dari kami begitu senang. Tapi, ternyata mereka tidak melanjutkan perjalanan ke puncak yang sesungguhnya. Di dekat tangga tadi, sebenarnya ada tower untuk melihat pemandangan sekitar dari atas bukit, tapi kok saya nggak ngeh ya 😅. Tapi, nggak apa, pemandangan yang sama akan kami lihat sendiri setelah menanjak naik.





Kami melewati jalanan menanjak berbatu kurang lebih memakan waktu 30 menit. Di pinggir-pinggir jalan yang kami susuri ada jurang, di atas kami ada langit dan awan yang menggantung seolah begitu dekat untuk digapai, di sekeliling kami ada pemandangan kota dan pedesaan yang kelihatan mungil, dari kejauhan kami lihat juga danau buatan berbentuk lingkaran, yang ternyata bernama Cheddar Reservoir. Sepanjang jalan, kami bertemu dengan kambing-kambing gunung bertanduk panjang dengan anak-anaknya, berkeliaran bebas di sana. Meskipun kambing, tapi mereka adalah pemanjat yang ulung, mencari makan hingga di pinggir tebing.  Mereka tidak menyerang, tapi kalau didekati mereka akan menjauh (kayak gebetan kamu ya? #eaa 😷). 


Selama perjalanan naik, Ken sudah tidak tahan untuk bisa turun dan berjalan kaki sendiri. Tapi, karena keadaan jalan yang berbatu dan dekat dengan jurang, keinginannya terpaksa kami tahan dulu. Ken bertahan digendongan ayahnya sepanjang perjalanan naik. Kasihan, pasti pegal dia duduk di posisi yang sama selama hampir satu jam. Alhamdulillaah, menurut saya Ken cukup kooperatif. Ada saat-saat dia minta turun. Tapi, mudah saja caranya agar dia kembali tenang, yaitu diberi makanan/snack. Dia akan langsung diam lagi. Begini enaknya bawa toddler jalan-jalan, they like snacking so much. Jadi, nggak harus lagi disusui kalau mau buat mereka tenang 💆.

Mengenalkan Anak dengan Alam Terbuka
Beberapa kali kami berpapasan dengan para pendaki yang sedang turun. Kebanyakan adalah keluarga dan mereka membawa anak-anak usia sekolah dasar. Memang, menurut saya mengajak anak-anak menikmati pemandangan alam secara langsung merupakan hal yang wajib dilakukan oleh orang tua jaman sekarang. Dimana pada kehidupan sehari-hari, anak semakin akrab dengan gadget atau teknologi lainnya yang membatasi anak untuk bergerak aktif dan menyalurkan energinya yang besar (bayi kayak Ken aja yang udah bisa jalan dan lari-lari, energinya nggak ada habisnya kayaknya). Yang penting lagi adalah membuat anak agar mengenal alam, dengan harapan apabila sudah dewasa mereka akan menjadi anak yang menghargai kelestarian alam. 


Ken sedang menyapa bunga-bunga di taman. 

Tapi, kalau tinggal macam di Jakarta atau Bekasi gitu, mau dibawa kemana ya. Kanan kiri aja semua udah gedung dan kompleks perumahan 😥. Ruang terbuka hijau juga cuma sedikit. Jangan sedih, tapi ada kok, mak.. Terakhir sih saya ke Suropati atau Taman Cattleya udah cakep banget. Tiap sebulan dua kali ajak Ken ke sana udah happy banget, waktu itu. Ide lainnya mungkin bisa ajak ke Pantai atau Kebun Raya Bogor yang murah meriah gitu juga seru. Jadi, nggak ada alasan untuk tidak mengenalkan anak dengan alam, dengan cara sederhana sekali pun. And let's raise and teach them to be responsible with mother nature in the future 🌲. 




Balik lagi ke cerita ya. Kami sebenarnya masih bisa menanjak sedikit lagi untuk sampai puncak bukitnya. Tapi, kami memutuskan untuk berhenti di situ karena merasa hari semakin sore, sementara kami belum sholat Zuhur ataupun Ashar (akhirnya di-qada sesampainya di rumah). Ternyata benar, jalam turun itu lebih sulit daripada jalan naik karena kita harus menahan berat badan dan beban yang kita bawa, selain itu jalan yang berbatu juga menuntut untuk ekstra hati-hati agar tidak tersandung. Belum lagi di tengah perjalanan turun Ken mulai benar-benar bosan dan maunya digendong ibunya. Snack-nya udah gak mempan. Akhirnya, saya dan suami pun bertukar bawaan. Beuh, Si Ken lumayan juga ya... udah lama nggak gendong dia pakai ergobaby soalnya. 


Kambing gunung yang lincah



Sesampainya di bawah, setelah menuruni 247 anak tangga tadi. Ken langsung kami biarkan berjalan sepuasnya, sekitar 15 menit sembari menuju bus stop. Alhamdulillaah, waktunya ternyata paaas sekali. Tak lama, bus kami datang. Padahal bus itu hanya ada sejam sekali. Keputusan yang tepat untuk mengakhiri perjalanan saat menanjak tadi. Dari sini kita belajar untuk menentukan prioritas. 

Saya sudah bersiap melewati perjalanan panjang di dalam bus menuju rumah. Sebelum naik bus, ayah berpesan untuk memilih tempat duduk di lantai bawah, belakang supir. Katanya cara itu efektif mengurangi risiko mabok darat. Rupanya suami saya sampai googling. Mungkin dia kapok diminta membersihkan muntahan lagi, jadi mesti lebih antisipasi 😂. Perjalanan dari Cheddar-Wells mulus. Lain cerita dengan Wells-Bristol yang memakan waktu lebih lama. 

Alhamdulillaah, setelah pengalaman pertama family hiking kemarin, saya merasa recharged lagi. Walaupun lelah dan pegal, sampai nggak minat lagi pergi senam keesokan harinya, tapi semuanya terbayar dengan kebahagiaan dan pelajaran yang didapat selama perjalanan kami kemarin.  


Akhir perjalanan, sebelum turun tangga yang melelahkan ituh!


Ken sedang asyik minum smoothies

Ternyata kebahagiaan itu nggak melulu datang dari hal yang senang-senang saja. Tapi, juga dari kesusahan dan kesulitan yang kita hadapi, ketika kita sadar kalau akan selalu ada orang yang ada untuk mendukung kita. Saat merasa dijudge oleh orang yang bahkan tidak kita kenal. Saat merasa tidak berdaya dan merasa ingin menyerah. 

Di perjalanan dari Coach Station menuju flat, suami saya berkata, "kamu tahu nggak tadi aku lap muntahan kamu pakai apa?"
"tissue basah?"
"Nggak cukup. Pakai sarung tangan aku."
"Ha? Terus kamu bawa lagi?"
"Nggak lah, aku buang. Udah bekas muntah gitu, hiii..."


... Dan menyadari semua itu seringkali datang dari hal yang kita anggap biasa-biasa saja.


The Rasyadi Family 

Semoga ingat terus and see you on the next adventure!

Sawitri Wening



For more readings & Researches:

Wednesday, April 5, 2017

First Family Hiking at Cheddar Gorge, Somerset (Part 1)

Rasanya baru kemarin saya bermimpi bergandengan tangan dengan orang yang saya sayangi, sambil menyusuri jalan menanjak di antara hutan dan melepas pandangan jauh, di atas bukit, ke hamparan pemandangan alam dan perkotaan yang terlihat begitu kecil, namun mengagumkan. Mimpi sederhana seorang gadis rumahan yang ingin diajak berpetualang dengan pasangannya kelak.  

*
Perjalanan menuju Cheddar. Iya, ibu pura-pura tidur...
Minggu lalu, suami saya mengajak saya pergi ke Cheddar Gorge. Sebuah tempat yang pertama kali kami dengar dari Mbak Rosi, saat para mahasiswa Indonesia di Bristol sedang berkumpul di College Green untuk memperingati hari sumpah pemuda. Tempatnya indah, ada gua, dan tebing-tebing, katanya. Yang paling menarik di telinga saya, sebagai seorang pecinta keju, adalah di sana ternyata tempat asal mulanya Keju Cheddar, sesuai dengan nama tempatnya ya. Tentu saja, saya langsung semangat menerima ajakan suami saya. Walaupun jujur saja, saya belum benar-benar terbayang seperti apa sih Cheddar Gorge itu, meskipun sudah pernah sekali browsing tentangnya. Pokoknya mah diajak jalan-jalan ke tempat baru sama suami, bayangannya pasti seru!

Tidak ada persiapan khusus. Seperti biasa, kalau suami saya mengajak jalan-jalan, urusan cari-cari tahu lebih detilnya baru akan dilaksanakan H-1. Lagipula, kami bukannya pergi ke tempat yang jauh--walau kenyataanya akan terasa jaaaauuuuh sekali. Akhirnya, suami saya pun bertanya pada seorang temannya yang pernah ke Cheddar Gorge sebelumnya. "Besok pakai sepatunya jangan yang licin, soalnya jalannya menanjak" begitu pesan pak suami. "Jadi, kita beneran nggak bisa bawa stroller?" Tanya saya polos--oh, semenjak tinggal di Bristol, stroller sudah seperti rumah keduanya Ken. "Nggak kayaknya, nanti Ken aku gendong aja." Saya melongo seraya bertanya, "sanggup?" Jawabannya nggak usah saya ceritain ya. Soalnya kalo dia jawab "nggak" ya sudah, bubar rencana kita 😂.

Paginya di hari keberangkatan, Selasa (4 April 2017) itu, saya bangun kesiangan. Semenjak masuk spring, Ken tidur hampir jam 11 malam, rupanya tubuhnya menyesuaikan dengan kapan  waktu menjadi gelap. Saat itu, jam 7:30 malam saja belum maghrib. Jadi, ya sudah bangunnya pun jadi siang, saya juga ikutan karena waktu istirahatnya Ken sama dengan waktu istirahat saya, harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya 😛. Alhasil, kami pun baru berangkat sekitar pukul 11 pagi. Perbekalan kami simple aja (karena nggak sempat masak) hanyalah sandwich foot-long subway dua buah, air satu botol, dan snack (veggies straw-snack, biscuits, dan Ella's Kitchen's smoothies) untuk Ken. Tidak lupa, sebelumnya suami saya membeli pulsa telepon untuk kebutuhan gps, daripada kesasar. Ya, semenjak tinggal di sini, kami hampir tidak pernah isi pulsa hp karena wifi sudah dimana-mana, jadi kalau tidak karena butuh sekali ya biar saja mas operator bilang "zero..zero.." terus. Full charged power bank  dan kabel-kabelan pun tidak ketinggalan. Semuanya tersimpan rapi di dalam carrier hijau neon milik ayah, yang hari itu saya bawa. Sementara ayah bawa gembolan ergobaby yang beratnya 2-3x dari carrier yang saya bawa, yaitu Ken. 

"Perjalanannya kurang lebih 2 jam," begitu kata ayah. Duh mak... Saya tadinya sudah menyiapkan V-Fresh sebelum berangkat, tapi karena Ken merengek bilang "Ken mau pegang..., Ken mau pegang..." jadinya ketinggalan deh. Belajar dari perjalanan panjang ke Bath dengan bus tempo hari, perut saya ini suka agak norak kalau naik bus lama-lama, alias mabok darat. Tapi, yasudah lah, karena amunisinya terlanjur ketinggalan, rintangan berat pun harus dihadapi *nangis di pojokan 😥.

Perjalanan menuju Cheddar Gorge
Sebelum sampai ke Cheddar, kami harus menaiki bus dulu sekitar satu jam lebih menuju Wells. Kami memutuskan untuk naik bus dari Coach Station. Alasannya sih supaya lebih hemat karena lihat di website first bus, naik bus ke Wells bisa dapat potongan harga sekian persen. Tapi, ternyata itu hanya khayalan belaka 😅. Akhirnya kami memanfaatkan diskon student-nya ayah saja deh. Harga tiket bus return dari Bristol - Wells adalah £6,5 (adult) dan £5,5 (student), kalau di bawah 5 tahun masih gratis. Sampai di Wells Bus Station, naik lagi bus dari Wells - Cheddar £7 (one-way) sudah berdua, sekitar 30 menit kalau tidak salah.


Saya mau cerita hal mengenaskan sekaligus mengharukan, tapi juga ada menjijikannya, sekaligus membahagiakan (terutama buat saya). Ya, ini tentang mabok darat yang udah saya singgung-singgung tadi. Jadi, kami memilih duduk di lantai atas bus, di kursi paling belakang. Alasannya supaya lebih leluasa aja. Tahu kan gimana mobile-nya balita umur 19 bulan. Daripada mengganggu penumpang lain kan. Tapi, keputusan itu salah besar buat saya yang suka mabok darat ini. di 3/4 perjalanan, saya udah benar-benar nggak tahan, saya pun sibuk mencari plastik, di dalam tas, yang saya gunakan untuk membungkus sepatu Ken. Bayangin, sambil nahan cairan hangat membludak dari dalam mulut saya. Dan, yes! saya berhasil muntah di plastik. Lega deh, beneran lega sekaligus nggak mengotori bus. Ternyata kelegaan tadi hanyalah semu, nggak lama kemudian, saya muntah lagi. Terdengar ayah bilang ke Ken, "Ken, tuh lihat ibu kasihan pusing, lagi muntah Ken." Anak ini sudah tahu yang namanya mengasihani, seringkali dia menunjukkan perasaan iba. Dia pun memaksa mendekati saya sambil menyebut, "ibu...ibu... mau pewuk ibu..." dengan nada cemas. Terharu sekali saya dibuatnya, tapi sekaligus ingin bilang, "makasih, Ken.. Tapi, jangan sekarang, ibu lagi maboook..." Saya yang belum tuntas dengan urusan permuntahan dan masih memegang plastik berisi cairan hangat itu, mesti meladeni Ken yang kekeuh mau memeluk ibunya. Hingga mimpi buruk pun terjadi...., muntahannya tumpah dari plastik ke lantai bus 😑. Hening sesaat. Saya langsung mengajak Ken pindah kursi dan bilang ke ayah sambil lemas, "Yah, muntahnya tumpah. Plastiknya bolong." Dari wajahnya, saya bisa lihat kalau ia tahu saya sedang minta tolong. Saat itu lah derajat ketampanannya meningkat sekian derajat dalam sekejap. 

Dia bisa saja mengajak saya pindah kursi, meninggalkan bukti kejahatan saya menggenang di lantai bus, di antara sela-sela kursi. Tapi saya tahu, suami saya bukan orang yang seperti itu, makanya saya meminta tolong. Bisa tebak apa yang dilakukannya? Kami hanya tinggal punya beberapa lembar tissue basah di tas, satu sudah saya pakai untuk bebersih, sisanya habis saat itu juga, ia gunakan untuk membersihkan lantai bus yang terkena genangan asam lambung saya 😰. Saya nggak henti bilang "sorry" saat dia bekerja keras membersihkannya seorang diri, sampai bersih, tanpa mengeluh sedikitpun. Entahlah tangannya berbau seperti apa setelah itu. Alhamdulillaah, nggak lama kami sampai di Wells. Bus ke Cheddar datang sekitar setengah jam lagi. Saya menunggu di dalam ruang tunggu dan dia mengajak Ken ke Tesco untuk cari minuman dan tissue basah. Pengertian sekali ❤.
Istirahat sejenak di dalam ruang tunggu Bus Station Wells

Dari Wells ke Cheddar... masih jauh ternyata

Ayah dan Ken datang bawa tissue basah dari Tesco di seberang jalan
Kejadian tadi mengingatkan saya saat masa melahirkan dulu. Saat saya kesulitan bangun dan pispot harus dicabut. Dia yang membantu saya tertatih pergi ke toilet, menolong pelan-pelan, membersihkan dan membasuh saya sampai bersih. Duh, jadi terharu... Di sini lah saya semakin yakin kualitas seperti apa yang ada dalam diri suami saya dan saya sangat bersyukur akan hal itu. Ah, belum apa-apa perjalanan ini sudah memberi pelajaran berharga 😊.

Saat sampai di Cheddar saya kembali berterima kasih kepadanya. "You probably have done the most disgusting job in this world, yah.. Thank you yaa.." Kata saya sambil terengah-engah menaiki tangga Jacobs & Ladder Tower. Dia hanya menjawab, "Itu nggak seberapa dibandingin perjuangan kamu melahirkan."

Terminal Bus Wells siang itu...

Bersambung ke postingan selanjutnya ya...

Have a good day!

Sawitri Wening

Tuesday, April 4, 2017

Pengalaman Mencari Penginapan di AirBnB & Booking.com


Beberapa waktu lalu, ibu mertua saya ngabarin kalau beliau akan berkunjung ke Inggris. Waaah, seneng banget deh rasanya. Apalagi ngebayangin pertemuan antara cucu dan eyangnya yang sudah berbulan-bulan berpisah, kurang lebih 8 bulan. Tapi, yang lebih seru lagi sih ngebayangin bisa jalan-jalan bareng keliling Inggris. Heheh, ngarep banget. Nggak kok, kami cuma nemenin aja. Karena keterbatasan waktu dan biaya, kami akhirnya hanya akan singgah ke 4 kota saja: Bristol (dimana kami tinggal sekarang), Bath (satu jam saja dari Bristol), London (ini wajib lah ya kalau plesiran ke UK), dan terakhir Oxford (karena datuknya Ken mau lihat salah satu kampus tersohor itu). 

Jadi, begitu tahu datuk dan mbauti Ken mau ke sini, kami juga semangat persiapannya dong. Sebenarnya, saya sih yang lebih semangat sampai dorong pak suami buat gerak cepat bikin itinerary dan sama-sama cari penginapan. Btw, ini baru kami sadari setelah menikah lho. Saya dan suami beda banget dalam hal menghadapi "tugas". Ya anggap aja persiapan orang tua ke sini adalah tugasnya. Saya cenderung lebih cepat bergerak karena mungkin agak cemas ya, takut nanti susah cari penginapannya atau tiba-tiba harga jadi mahal semua, dsb. Sementara suami saya orangnya santai banget, bangeeeet. Jadi, dia cenderung mengerjakan tugas nanti kalau sudah dekat waktunya. Canggihnya, tugasnya dia tetap selesai dan nggak pernah nggak memuaskan hasilnya. Tapi, kali ini saya maksa dia biar gerak lebih cepat. Abis gemes kan gimana kalau tiba-tiba hal yang saya sebutin tadi kejadian. Ternyata bener aja, hotel yang kami udah lirik-lirik dari jauh-jauh hari, harganya naik dua kali lipat dari sebelumnya dong karena mikir, nanti aja lah bookingnya masih ada waktu. Padahal hotelnya oke dan strategis banget lokasinya. Tapi, ya sudah lah akhirnya kami cari penginapan lain. Kali ini, saya mau share tentang dua situs website yang kami gunakan untuk mencari penginapan di Inggris. 


Mencari Akomodasi lewat AirBnB

Tampilan halaman depan aplikasi AirBnB. User Friendly!
 Jadi, berhubung hotel di sini mahal-mahal. Kami pun cari alternatif lain. Awalnya, kami menawarkan untuk mencari flat aja lewat AirBnB.com. Ini semacam marketplace buat penyedia hospitality services gitu dan biasanya penyedianya itu personal. Jadi, properti atau tempat yang ditawarkan pun lebih berasa homey karena emang pada dasarnya kebanyakan yang disewain itu kamar atay rumah penduduk lokal. Malah, ada juga lho yang nyewain caravan atau boat beneran di dalamnya udah disediakan berbagai macam keperluan untuk tinggal, seperti tempat tidur, kamar mandi, dapur, dsb. Selain itu karena ini personal business, kita bisa kenalan dan ngobrol langsung sama pemilik properti/host-nya. Well, ini pertama kalinya sih saya coba cari penginapan di sini, untuk di London dan Oxford. Nanti, saya share ya gimana kesan pertamanya.


Salah satu inceran flat di London, Tapi, nggak direspon sama hostnya T,T


Range harganya tentu luas banget, tapi di website ataupun app-nya dia akan kasih tau rata-rata harga sewa di kota yang akan kita datangi itu berapa. Jadi, kita bisa dapat tempat yang biasa banget atau yang mewah ber-jacuzzi juga bisa. 

Berikut adalah tips dari saya saat mencari penginapan lewat AirBnB:
1) Sebelum confirm untuk booking, cek pasti dulu final price-nya karena biasanya akan ada biaya tambahan untuk keamanan atau kebersihan. 

2) Karena kita akan tinggal di tempat orang, pastikan kita melihat foto dan deskripsi dari properti itu dengan seksama. Kalau saya pribadi nggak terlalu suka dengan tempat yang terlalu personalized, kayak banyak tempelan poster band2-nya atau banyak patung atau gambar tertentu yang bikin saya obviously merasa saya lagi numpang di tempat orang. Bukan merasa kayak di rumah sendiri. Bahkan ada juga yang di rumahnya ada anjing/kucingnya, kita pun diperbolehkan berinteraksi dengan hewan peliharaan tersebut. Buat yang senang binatang sih bisa jadi nilai tambah, tapi kalau untuk yang alergi bulu, ini bisa jadi hal minis. Ini pilihan pribadi banget sih. So, baca deskripsinya dengan hati-hati ya.

 3) Cek waktu check-in dan check-out. Ini penting banget karena beda-bedanya bisa jauh banget setiap tempat. Kalau di hotel standarnya wakti check-in jam 1 siang dan check-out jam 11 pagi, di sini ya suka-suka pemiliknya. Ada yang waktu check-in dari jam 6 sore sampai jam 10 malam aja, di luar itu nggak akan dibukain pintu. Ada yang fleksibel 24 jam. Jadi, perhatikan dan sesuaikan dengan waktu kedatangan kita. Jangan sampai mesti luntang-lantung nggak jelas nungguin pintu rumahnya dibukain karena memang belum waktunya check-in. Beda cerita kalau nemu host yang baik hati dan senang menolong.

 4) Yang ini penting banget juga buat manajemen ekspektasi kita; cek review properti yang kita incar. Emang yang namanya 'word of mouth' itu berpengaruh banget ya dalam hal marketing, terutama buat saya, lebih percaya review dari pengalaman orang langsung. Malah ada host yang terang-terangan nulis 'kalau nggak mau kasih 5 bintang mending nggak usah kasih sekalian dan kritik saran dikasih tahu langsung ke dia. Bukan lewat fitur review di website'. Udah lihat foto rumah yang cakep dan deskripsi yang sesuai, ternyata di-review banyak yang ngeluh karena tempatnya nggak sesuai foto, kamar mandinya bocor, dsb. Beda kayak hotel, karena ini tempatnya satu, jadi udah pasti yang bakal kita temui kurang lebih akan sama seperti pengalaman pelanggan sebelumnya. Selain itu, perhatiin juga automatic post tentang booking cancellation. Jadi, kalau host-nya cancel bookingan kita tiba-tiba, bakal ke-post otomatis tuh di reviewnya kalau dia cancel berapa hari sebelum hari-H. Jadi, kalau liat review orang itu sering cancel, bahkan kejadian ada pula yang di-cancel hari-H, mending nggak ambil risiko nggak sih. 

 5) Seperti yang saya bilang, bookingan kita bisa dicancel host. Tapi, sebelum booking pun kita mesti request dulu, nggak semuanya instant. Di awal kita juga mesti memperkenalkan diri kita dulu ke host-nya, semacam permisi dulu lah mau nebeng di tempatnya, tapi bayar. Request kita bisa hangus dalam waktu 24 jam kalau nggak direspom oleh host dan request kita juga bisa ditolak. Jadi, ya mesti cari lagi. Sebaiknya, kita juga carinya satu-satu, jangan sekaligus request 2-3 properti karena kalau di-accept semua, bisa berabe kita. Bayar lebih mahal, karena biasanya akan ada potongan kalau kita yang cancel setelah booking. 

Bisa coba Pirates Life dengan tinggal di Houseboat! 
Jangan lupa masukkan kode potongan harganya. Lumayaaaan banget! Kayak kemarin saya dapat potongan £30 untuk penggunaan pertama kali. Lumayan lah yaaa buat beli lipstick 6 biji (kayak suka beli lipstick aja 😝). Buat yang baru pertama kali coba AirBnB, silakan klik link ini ya https://www.airbnb.co.uk/c/athar7?s=41 dan nikmati potongan harganya! Saya nggak tahu sih kalau di luar Inggris dapatnya jadi berapa. Oiya, AirBnB ini ada hampir di semua kota hits di dunia. Mau ke Bali, Lombok, Seoul, Tokyo, Maldives, Venice, Paris, New York, Jakarta adaaa... 


Booking Penginapan tanpa biaya di Booking.com
Kalau AirBnB tadi saya rekomendasikan buat yang sudah pasti dan sudah jelas kapan akan berlibur atau datang ke suatu tempat. Gimana dong kalau saya maunya lebih fleksibel karena kadang suka labil maunya nginep di A, eh tiba-tiba penginnya di B aja. Saya banget! hehe... Atau punya rencana libutan tanggal segini, tapi kayaknya sekitar tanggal segituan teman mau berkunjung. Yowis, nggak usah pusing-pusing. Langsung lah meluncur ke booking.com. 

Banyak potongan harga yang menggiurkan di booking.com
 Saya tahu situs ini dari salah seorang teman yang saya mintai tolong untuk booking hotel saat kami sampai di London. Seperti biasa ya kita bisa pilih penginapan sesuai dengan harga yang kita mau. Saya dulu pertama datang ke sini menginap di semacam losmen gitu harganya cuma £25 per malam, murah banget. Enaknya, kami nggak harus bayar biaya booking di awal dan free cancellation fee kalau kita cancel beberapa hari sebelum hari-H. Ya, tapi kita memang sudah harus memasukkan nomor kartu kredit kita, jadi kalau sewaktu-waktu kita cancel dan nggak sesuai dengan aturan ya bakal otomatis dipotong. Tapi, kalau nggak, kita baru akan diminta bayar saat datang di tempat. Eh tapi, seingat saya ada juga yang nggak mesti masukin nomor kartu kredit karena benar-benar free cancellation. Mesti diperhatikan ya deskripsi pembayarannya. Ini lumayan membantu terutama yang belum punya doku, tapi pengin booking penginapan dari jauh hari.

Kapan ya bisa menginap di sini nggak usah pakai mikir dulu. Semalam 200 pounds ajah~
Sejauh ini, kami udah menemukan penginapan untuk mama dan papa mertua di Bristol dan London, tinggal satu kota lagi nih. Rasanya seru banget berselancar di situs-situs itu, cari tempat yang pas dan harga yang sesuai kantong sambil ngarep bisa stay di tempat keceeeh, tapi liat kantong langsung sepet muka. Semoga bermanfaat ya! Kalau kamu biasanya gimana caranya cari penginapan saat liburan? ada situs yang jadi andalan juga? Share dong, siapa tahu bisa jadi pilihan juga di kemudian hari. 


Cheers!

Sawitri Wening