Monday, February 22, 2016

Review Skin Care Berbahan Alami: Gizi Super Cream



Siapa yang nggak tahu Gizi Super Cream? Meskipun belum pernah menggunakan sebelumnya, saya sudah sangat familiar dengan produk ini. Kayaknya waktu jaman masih kecil, iklannya sering berseliweran deh di TV kalo saya lagi nonton film kartun. Plus, saya baru inget juga produk ini sempat nongkrong di meja rias ibu saya. Pas paket Gizi Super Cream sampai di rumah, ibu saya yang surprised karena sejak jaman masih muda, ibu ya pakainya Gizi Super Cream. Wow, berarti udah lama banget dong ya produk ini berkiprah di dunia perawatan kecantikan kulit wanita Indonesia. Dalam kemasannya pun tertulis kalau produk ini sudah laku di pasaran semenjak tahun 1972, ketika saya masih di awang-awang dan ibu saya baru beranjak remaja. Jadi penasaran kayak apa pengalaman menggunakan produk perawatan kulit legendaris yang berbahan alami ini.


Selain sudah ada sejak 40 tahun yang lalu, produk lokal ini dibuat dari 100% ekstrak 7 bahan alami yang mampu menutrisi dan mencerahkan kulit.  Apa aja tuh bahan alaminya? Ada rumput laut, lidah buaya, jeruk nipis, papaya, beras, bligo, dan kedelai. Teruuus… Gizi Super Cream ini udah pake nano technology, jadi krimnya gampang meresap di wajah dan pastinya membantu lebih efektif ya manfaatnya ke kulit. Yang paling penting, Gizi Super Cream sudah berserftifikasi halal dari MUI dan harganya relative terjangkau, guys. Jadi makin penasaran yak gimana… Oh, hampir kelupaan Gizi Super Cream juga bebas silicone, paraben, hydroquinone, mineral oil, dan colorant. Jadi, Insya Allah aman deh dipakai.




Gizi Facial Foam


 Ini yang baru dari rangkaian perawatan kulit Gizi. Mengutip dari webnya, ini dia fungsinya:
“Kandungan 5 bahan alami yang terdapat dalam Gizi Facial Foam membantu membersihkan kotoran, sisa make up, mengangkat sel kulit mati secara alami, mengurangi minyak berlebih di wajah sekaligus menjaga kelembaban lebih lama sehingga kulit tidak kering (mild formula), menjadikan kulit lebih bersih, dan tampak cerah.”
Waktu pakai pertama kali, sukaaaa banget sama wanginya yang lembut. Nggak bikin pusing kayak sabun muka kebanyakan yang wanginya kadang menusuk hidung. Terus, foamnya lembut dan sensasi setelah penggunaan, wajah terasa bersih dan kenyal dan emang bener mengurangi minyak berlebih. Untuk yang wajahnya berminyak, pas banget deh kayaknya pakai foam ini soalnya nggak bikin wajah terasa kaku meski kandungan minyak di wajah berkurang. Asik lah, bye wajah kilang minyak!

Gizi Super Cream Daily Nutrition Cream (Non SPF dan SPF 18)

Gizi mengeluarkan daily nutrition cream dengan dua varian, yaitu NON SPF (tutup tube berwarna hijau) dan SPF 18 (tutup tube berwarna kuning). Kemasannya oke ya karena berbentuk tube, jadi krimnya lebih terjaga higienitasnya . Semua ingredients-nya sama yang membedakan ya yang satu ada SPF 18 sehingga bisa digunakan kalau ingin beraktifitas di luar karena ada tabir surya yang mampu melindungi wajah sampai dengan 3 jam dan dapat berfungsi sebagai alas bedak juga. Sedangkan krim yang NON SPF bisa digunakan sehari-hari pagi dan malam.  Gizi Super Cream ini seperti yang sudah saya bilang ya, fungsinya menutrisi kulit, dan bukan pemutih tapi mampu memutihkan secara alami dan tampak natural.

Gizi Super Cream Daily Nutrition Cream (Non SPF)
Setelah menggunakan Gizi Super Cream NON SPF, alhamdulillaah sejauh ini cocok. Dulu males banget pake krim takut berminyak muka. Big NO banget deh pokoknya kalo ditawarin pake krim ini itu. Eh, tapi coba Gizi Super Cream ini sama sekali nggak bikin berminyak. Krimnya cepat menyerap di kulit. Nggak bikin beruntusan di kulit ataupun breakout. Tapi, saya kurang sreg dengan wanginya, mengingatkan saya dengan jamu. Mungkin karena dibuat dari bahan herbal kali ya jadi wanginya unik

               

Gizi Nutrition Cream with SPF 18
Tekstur dari Gizi Super Craim dengan SPF 18 ini lebih kental daripada yang non-SPF dan lebih terasa lengket, tapi sama sekali tidak terasa berat di kulit. Menurut saya sih gampang menyerap di kulit ya dan jatuhnya matte gitu di kulit. Wanginya sama uniknya dengan yang non-SPF namun tidak terlalu menyengat. Sejauh ini cocok di kulit saya dan tidak menimbulkan efek samping apapun dan lagi-lagi nggak bikin muka kayak kilang minyak.

Gimanaaa? Penasaran nggak cobain produk legendaris ini?
Untuk informasi produk dan lokasi pembelian, mampir yuk ke website dan social media Gizi Super Cream di bawah ini...

Facebook: GIZI Super Cream
Twitter: @gizisupercream
Instagram: @gizisupercream

Cheers,
SW

*Review ini ditulis berdasarkan pengalaman dan opini jujur penulis


Monday, February 1, 2016

Atha X Wening: Episode 5 (Tentang Suatu Misi)


Setelah menikah, ada satu pertanyaan yang menjadi misteri buat saya dan suami. Sampai-sampai kami sempat googling mencari tahu apakah ada penjelasan ilmiah yang menjawab pertanyaan ini. Pertanyaan ini sih sebenarnya sudah ada di benak saya, jauh sebelum menikah. Begitu juga dengan suami. Tapi, pikir saya, yah mikirnya nanti saja lah kalau sudah menikah beneran. Baru cari tahu, hahaha.  Pertanyaan ini muncul karena dari hasil pengamatan kami (tsailah… pengamatan banget), fenomena ini kerap terjadi di kalangan laki-laki beristri, dan bahkan sudah menjadi hal yang lumrah untuk sebagian besar orang.Bahkan, bahkan nih ya… banyak orang nyeletuk menjadikan hal ini sebagai salah satu indikator kebahagiaan seseorang. Hal ini juga yang sempat membuat suami saya sempat was-was di awal waktu kami menikah. Eh, tapi waktu awal-awal nikah nggak terlalu dipikirkan sih, maklum pengantin baru. Baru deh beberapa bulan setelahnya hal ini jadi salah satu hal yang memenuhi kepala suami saya. Kalau saya, seiring waktu paham sendiri dan merasa pertanyaan yang selama ini ada di kepala saya terjawab sudah.

Ada yang bisa nebak, apa pertanyaan yang ada di kepala saya dan suami  saya saat itu?
.
.
.
Iyak, dan pertanyaan itu adalah…

“Kenapa setelah menikah laki-laki banyak yang menggendut atau membuncit?”

Iyaaa… ini nih yang sempat meresahkan hati suami saya. Serius, saya sampai googling buat cari tahu dan forward ke dia hasil pencariannya. Sempat menemukan satu artikel yang jawabannya ternyata sesuai dengan tebakan sotoy saya. Perlu dibahas nggak isi artikelnya apa? Nggak usah ya, silakan cari sendiri jawabannya biar seru. Buat yang sudah menikah pasti bisa menebak alasannya, hehe. Jadilah selain bercita-cita mewujudkan keluarga sakinah mawaddah warrahmah (aamiin…), menjaga badan tetap atletis tak berlemak sampai tua, masuk dalam misi pernikahan yang dibawa suami saya.  Jangan lupa pilih nomor 1 ya! :D #maaplokal

Semanjak saat itu, kebiasaan suami saya bertambah, yaitu hampir SELALU nimbang badan setiap kali melihat timbangan ngejogrok manis di sudut ruangan. Nggak di rumah saya, di rumahnya, di kantor, di rumah sakit… kalau lihat timbangan pasti dunianya teralihkan sesaat hanya untuk mengecek sambil ngarep berat badannya bisa turun 1-2 kilo atau minimal nggak naik. Padahal suami saya nggak gendut lho, cuma emang lebih berlemak sedikit dari jaman kuliah. Eh…mmm.. sedikit apa banyak ya.

Wajar sih, suami saya, sebelum menikah hobi banget naik sepeda berbelas atau berpuluh kilo. Setelah menikah juga sesekali bike to work Depok-Ciputat. Tapi, makin kesini waktu olahraga semakin tergerus dengan kelelahan lainnya, apalagi semenjak saya melahirkan dan pindah ke rumah orang tua saya. Kalau ada waktu senggang ya penginnya istirahat, tidur. Pasti badan terasa bergelambir setelah menikah.

Program menjaga berat badan pun tercetus. Mulai dari lari pagi setiap hari sampai mengikuti tips mengencangkan perut ala jepang. Percakapan-percakapan seperti ini pun kerap terjadi.

#1 Di suatu sore di hari libur…
Suami :  Sayang, pokoknya kamu harus mendukung aku ya. Malam ini, sebelum tidur aku mau push-up 50x, sit up 100x, dsb, dsb.
Saya: Ok. Jangan ketiduran ya.
Malam harinya…
Sang suami pun ketiduran, tanpa “olahraga” dan saya nggak tega ngebangunin. ‘

#2 Di suatu malam, setelah sang suami memperhatikan perutnya…
Suami: Sayang, aku pokoknya harus lari pagi setiap hari
Saya: Hmm.. ok.
Suami: Kamu harus mendukung aku ya lari pagi 5 kali seminggu.
Saya: Lah, katanya setiap hari??
Suami: Mmm… dua hari sekali deh. Eh, seminggu dua kali cukup lah.
Saya: *nahan ketawa* Iya… seminggu sekali juga nggak apa kok.

#3 Di malam lainnya…
Suami: Sayang, aku punya cara gampang buat ngecilin perut?
Saya: Gimana? Gimana? (semenjak menyusui saya jadi ikutan penasaran)
Suami: Nih… begini doang sayang 15 menit aja udah lumayan (seraya berbarign, mengganjalkan handuk di bawah pinggangnya dan menarik tangannya ke atas kepala. Lalu bertahan di posisi tersebut)
Saya: -__-‘ hoax ya?
Suami: Beneran… Coba ya abis aku.
Saya: (saya pun ikut mencoba, 15 menit)
Suami : Gimana? Udah berasa belum?
Saya: Nggak berasa apa-apa.
Suami: #fail

Begini posisi yang katanya bisa mengecilkan perut

 #4 Tapi, diantara semua percakapan itu yang paling sering sih yang ini
Suami: (Habis nimbang) Sayang, masa aku naik 2 kilo.
Saya: Salah kali timbangannya. Masa makan segitu doang langsung naik 2 kilo.
Suami: Serius, sayang… aku gendutan ya?
Saya: Nggaaak.
Suami: Beneran nih aku nanya.
Saya: Nggak gendut, sayaaang.
Suami: Tapi, gendutan ya?
Saya: Iya gendutan dari jaman kuliah.
Suami: (cemberut)
Saya: Udah lah sayang. Bapak-bapak gendut itu banyak kok (Nggak bikin lega, hahah).
Suami: Ah, aku nggak mau jadi bapak-bapak gendut pokoknya.
Saya: Yah, walaupun kamu gendut aku tetap sayang kooook (Cailaaaah… *dilempar pembaca*)

#5 Dan hal ini juga terjadi sama saya, setelah lahiran, setelah menyusui Ken berbulan-bulan…
Saya: (tak bisa berkata-kata, habis coba celana nggak ada yang muat)
Suami: Nggak ada yang muat ya?
Saya: (Memble…) Aku gendut, huhu…
Suami: Nggak kook.
Saya: Bohong yaaa…
Suami: Yaah, gendut sedikit nggak apa lah. Lagian, kamu mau gendut atau kurus yang penting sehat.
Saya: Nanti kamu nggak suka lagi kalo aku gembrot (drama…)
Suami: Kamu mau gimana juga aku tetap sayang.

Kalau ditanya saya senang atau nggak, senaaang banget. Walaupun terkesan gombal, tapi perkataan suami saya tadi sukses bikin saya nggak ambil pusing dengan perubahan fisik saya pasca melahirkan.
 
Ternyata, menikah itu bukan cuma menerima kelebihan dan kekurangan suami/istri juga. Tetapi juga menerima perubahan yang akan terjadi pada pasangan kita kelak. Saya pernah mendengar bahwa tak ada hal yang menetap, semuanya berubah seiring berjalannya waktu. Pasangan yang kita kenal pada saat menikah, belum tentu sama dengan ketika ia sudah menua. Persoalan istri menggendut setelah melahirkan dan suami membuncit karena jarang olahraga hanya lah segelintir dari perubahan itu. Bukan cuma soal fisik, tapi juga soal pemikiran, kebiasaan, bahkan mungkin juga sifat. Saya sendiri sudah merasa menjadi orang yang berbeda dari sebelum menikah, bahkan di usia pernikahan yang baru menginjak bulan ke-15. Masih panjang perjalanan dan nggak tahu perubahan apa ya yang nanti akan kami temui lagi.

Jadi, misinya gagal? Bukan gagal, tapi belum berhasil selama suami saya MASIH menanyakan saya sambil berkaca melihat perutnya, “Sayang, aku gendutan ya?”


Salam,

SW

Cek episode AthaXWening lainnya di sini