Thursday, December 22, 2016

AthaXWening: Episode 6 (Kisah Bunga dan Kue)


22 Desember merupakan tanggal yang diperingati sebagai Hari Ibu di Indonesia. Begitu kata Wikipedia. Walau saat ini kami sekeluarga sedang berada di negeri ikan & kentang goreng (baca: fish & chips), tidak ada salahnya kami turut merayakannya sebagai warga Indonesia . Oleh karena itu, saya berpikir untuk memberikan sedikit kebahagiaan (lebih) kepada istri saya tercinta pada hari yang katanya spesial ini. Tentu saja karena dia adalah ibu dari anak saya dan juga bidadari berhati mulia yang saya sangat banggakan (eh, bidadari tapi kok melahirkan? Wkwk). Oh iya, tapi bukan artinya di hari lain saya tidak membahagiakan istri saya ya, coba tanya saja sendiri ke dia untuk tahu lebih lanjut. :p

Salah satu hal yang saya lakukan untuk membahagiakannya adalah dengan menulis post yang sedang anda baca ini (hal lainnya akan saya bahas di tulisan ini). Ya, dengan menulis. Ini adalah salah satu hutang saya kepada istri yang belum lunas sejak lama. Awalnya, saya meng-iya-kan untuk menulis bergantian di blog dia secara konsisten. Namun berhubung kesibukan yang selalu mengisi hari-hari dan jadwal shooting yang padat, saya kesulitan meneruskannya walau baru menghasilkan beberapa tulisan saja. Jadi, inilah comeback dari rubrik AthaxWening. Semoga kali ini benar-benar konsisten. Aamiin.

So, please enjoy it!

­---

Saya bukan termasuk orang romantis. Begitu menurut istri saya. Ya maklum saja, saya jarang memberikan input berbau-bau percintaan pada otak saya. Mungkin kalau anda coba membedah isi kepala saya, kurang lebih isinya didominasi oleh Naruto, One Piece, dan sebangsanya. Huft. Argumennya cukup bisa diterima oleh akal sehat. Saya tidak pernah memberikan dia bunga katanya! Mulai dari masa penjajakan, honey moon, ngontrak bareng di Depok, Ken lahir, hingga kami mendarat di Bristol, sama sekali belum pernah ada setangkai-dua tangkai bunga yang menghampirinya datang dari tangan saya, suaminya. Padahal, bunga merupakan salah satu simbol yang umum digunakan dalam mengungkapkan perasaan cinta. Dengan menghadiahkannya kepada orang terkasih, kita akan terlihat romantis.

Alasan saya sebenarnya  cukup sederhana, walau mungkin banyak wanita yang tidak bisa menerimanya. Ditinjau dari paham utilitarianisme, saya meyakini bahwa bunga tidak terlalu memiliki nilai fungsi dan guna. Coba bayangkan, ketika anda menerima bunga dari seseorang, apa yang anda lakukan setelahnya? Mencoba mengaguminya mungkin, sambil tersipu-sipu malu boleh jadi. Lalu? Paling hanya diletakkan di atas meja belajar atau diberikan vas sementara, tanpa benar-benar dirawat. Dua, tiga, empat hari kemudian bunga layu lalu dibuang ke tong sampah. Sedih.

Memang pola pikir saya ini terkesan seperti tokoh antagonis dalam sebuah sinetron. Kadang saya juga bingung mengapa saya bisa membentuk pola pikir tersebut. Nah, karena alasan itulah saya belum pernah memberikan bunga ke istri saya. Saya lebih memilih untuk memberinya hal-hal yang berguna, seperti; makanan, buku, makanan, pakaian, kosmetik, dan makanan. Semoga saya diampuni walau telah memiliki pikiran jahat ini.

---

Semuanya berubah semenjak negara api menyerang jelang ulang tahun pernikahan kami yang kedua. Entah terbesit jin bule yang mana, saya terpikir untuk memberikan istri saya bunga pada hari itu. Alasannya sesederhana ingin melihat senyum merekah di wajah istri saya. Seketika runtuh semua paham utilitarianisme yang saya bangun selama 26 tahun. Terbayang mukanya yang selalu menyindir saya, “kamu kok ngga pernah ngasih bunga ke aku?” atau “kapan ya kamu kasih bunga buat aku?”. Pasti ini akan menjadi surprise yang ia sangat sukai. Tentu karena sangat tidak disangka-sangka. Btw, daritadi saya mention “utilitarianisme” sebenarnya biar kelihatan intelek saja. Saya juga ngga paham apa itu sebenarnya.

19 Oktober 2016. Setelah selesai kelas di kampus, saya langsung meluncur menuju toko bunga yang saya temukan melalui gmaps. Saya memilih dua tangkai lily putih. Dua karena hari itu ulang tahun pernikahan kedua kami. Lily putih karena ia melambangkan kesucian, sesuci dan setulus cinta saya kepadanya. Eciye. Itu alasan yang saya buat ke dia agar terlihat tampan, padahal sebenarnya hanya bunga itu yang stoknya masih tersedia pada siang hari itu dan karena hanya bunga itu yang masuk budget di dompet saya. :p

Berlarilah berjalanlah saya menuju flat yang kami tempati selama di Bristol. Walau saya membawa kunci cadangan, saya memilih untuk mengetuk pintu. Pintu pun dibuka dari dalam oleh istri saya. Dan TARAAA!! Saya berdiri dengan tampan sambil memegang buket bunga Lily yang baru saja saya beli.

“Happy anniversary, sayang!

Sesuai dugaan saya, dia tidak menyangkanya sama sekali. Dan dia pun tersenyum.

---

22 Desember 2016. Beda hari itu, beda hari ini. Kali ini, saya rencana memberikan surprise dengan sebuah kue. Rencana matang pun sudah dibuat. Saya bersekongkol dengan Ken dalam implementasinya. Ken diajak pergi oleh ibunya untuk main di perpustakaan kota. Tentu saja saya diajak, tapi saya menolak ajakan istri saya dengan alasan ingin mengerjakan esay tugas kuliah saya. Dia pun menerimanya walau dengan sedikit cemberut.

Saya juga yakin kali ini dia tidak menyangka sama sekali. Yah, mana pernah sih saya merayakan hari Ibu atau hari-hari peringatan lainnya kecuali ulang tahun dan anniversary.

Begitu Ken sudah berhasil membuat ibunya pergi bersamanya, saya langsung bergegas menuju salah satu bakery yang menjual kue-kue halal. Lagi-lagi special thanks to google maps! Setelah berhasil membelinya, saya langsung memajang kue tersebut di atas meja makan. Dilengkapi dengan kartu ucapan yang saya buat sendiri karena tidak modal beli kartu ucapan yang sebenarnya agar terlihat menarik. Begini penampakannya.


TARAAA!! Istri saya langsung tertawa bahagia begitu membuka pintu dan melihat apa yang saya siapkan di atas meja. Lalu dia menyerang saya dengan rentetan pertanyaan seperti;

“Kapan belinya?”

“Pasti karena aku tadi cemberut ya?”

“Beli dimana kuenya?”

“Ini halal kan?”

Semua pertanyaan itu saya jawab dengan simpul senyuman. BEH!

Saat itu, saya merasakan level ketampanan saya meningkat 85%! Senangnya melihat istri tertawa lepas bahagia seperti itu. Seperti ada kumpulan energi positif yang membuncah dari dalam diri dan tidak bisa dihentikan. Lebay. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Tidak lama setelah itu, istri saya berkata:

“Kamu kalau mau ngasih ke aku kue aja deh, ngga usah bunga. Lebih enak bisa dimakan.”


WHAT? ASDFJG!

Padahal, dulu dia seringkali menyindir saya karena tidak pernah memberikannya bunga. Kurang lebih sekitar 4 kali dalam sebulan. Tidak romantis katanya. Setiap laki-laki pernah memberikan bunga ke kekasihnya katanya. Aku ingin juga dikasih bunga sama suamiku katanya. Tapi sekarang? Dia memilih kue daripada bunga.Ternyata benar pemikiran saya, bunga kurang memiliki nilai guna dan fungsi. Dia kalah oleh sepotong kue coklat dengan krim dan strawberry.

Satu kesimpulan saya. Saya tidak pernah bisa benar-benar memahami perempuan.

---

Meski saya sudah menghabiskan 9 tahun wajib belajar saya di bangku sekolah, ditambah pendidikan tinggi di kampus yang cukup ternama di Indonesia,

Meski saya sudah menikah selama dua tahun dan menghabiskan hari-hari saya bersama istri saya,

Tetap saja, saya belum bisa memahami isi hati dan pikiran perempuan.

Awalnya, dia selalu menyindir saya yang tidak pernah memberikannya bunga. Saya pun memberikannya satu kali. Lalu ketika saya menghadiahinya kue, dia menilai kue jauh lebih berharga dari bunga dan bilang tidak apa saya tidak memberikannya bunga. Kue saja katanya. Begitu cepat hati dan pikiran bisa terbolak-balik.

---

Belajar itu seumur hidup. Ini pesan bijak yang seringkali disampaikan oleh orang-orang. Saya percaya itu. Karena sejatinya belajar merupakan proses yang tidak pernah selesai, dia tidak hanya terpaut oleh institusi pendidikan formal saja. Belajar bisa darimana saja dan kapan saja. Namun saya hanya ingin menambahkan:

“Belajar memahami hati dan pikiran perempuan pun juga seumur hidup.”



Bagi para suami di luar sana, selamat belajar! :)

Salam,
MAR

Monday, November 21, 2016

Catatan Ibu: Ken Belajar Bicara

Menyebut Nama Benda pada Gambar Tas Laundry

Di usianya yang memasuki usia 15 bulan ini. Ken sedang semangat-semangatnya belajar bicara. Entah sudah berapa banyak kata yang ia tahu. Inisiatif untuk mencatat kata apa saja yang dikenal Ken, saya mulai sejak ia berusia 11 bulan. Saat itu sudah sekitar 24 kata yang berhasil dikuasainya dengan penyebutan suku kata terbelakangnya saja. Misal, Ikan jadi "an", Ayam jadi "am", dsb. Setelah itu, buyar pencatatannya karena Ken meningkatkan kemampuan menyebut kata dengan begitu cepat. Sampai sekarang, pencatatan tetap dilakukan dengan video di instagram dengan hashtag #bahasakenmaruta (tapi akunnya di-private :p). Harapannya supaya saya tahu bagaimana seorang anak mengembangkan kemampuan bahasanya. Menarik deh. Saya juga membuat hashtag lain seperti #kesehatankenmaruta #emosikenmaruta #catatanibukenmaruta disertai dengan keterangan usia Ken dengan harapan memudahkan saya mengingat-ingat perkembangan anak saya. Sekalian buat bahan evaluasi buat pengasuhan anak kedua (eh, dah ngomongin anak kedua ajaaah.. Aamiin dulu deh).

Jadi, mumpung anaknya lagi semangat belajar bicara... berikut ini catatan tentang apa saja yang saya lakukan untuk mendukungnya dan apa yang saya pelajari tentang perkembangan kemampuan bahasa Ken.

1. Rajin baca buku dan ajak ngobrol bayi saat sedang hamil. Saya percaya banget kalau kebiasaan ibu atau orang tua sejak masih mengandung bayi akan berpengaruh ke anak kelak. Sejak dari masih di dalam perut, sama seperti kebanyakan orang tua lakukan; sering ajak bayi berbicara, didengarkan bacaan-bacaan, dsb. Kalau waktu hamil Ken, saya ingat waktu senggang saya biasanya akan saya habiskan dengan membaca novel-novel ringan. Malah lebih cepat selesai dan lebih banyak buku yang bisa saya baca dibandingkan biasanya. Dulu ayahnya Ken selalu bilang, "kayaknya anak kita nanti anaknya suka baca nih." Saya mah mengaminkan saja, semoga benar. Sekarang sih Ken lagi hobi banget minta ambilin buku dan bacain atau minta ambilin aja semua. Perasaannya? antara senang dan lelah, hahahaha.

2. Membacakan buku (read aloud) sejak masih newborn. Saat sedang hamil, saya pernah membaca suatu artikel tentang penelitian yang menyebutkan, kurang lebih, anak yang dibacakan buku sejak masa awal kehidupannya akan memiliki kosakata yang lebih banyak dari anak yang tidak dibacakan buku. Bukunya? Apa aja. Saya pun mulai membacakan Ken buku sejak ia berusia kurang dari 2 bulan. Yang saya bacakan novel atau buku macam "Supernova", "Mengenal Pribadi Muhammad", "The Hobbit", dsb. Intinya buku apa aja yang lagi saya baca, dibacakan keras-keras kayak lagi ngedongengin Ken. Anaknya yah dengerin aja sampai bosan. Kalau udah bosan ya dia menangis. Harapannya waktu itu; Ken familiar dengan buku sehingga akan suka membaca buku, dan supaya anaknya sedini mungkin mengenal berbagai macam kata dan kalimat dengan struktur yang rapi, teratur, dan mengalun (macem lagu aja, mengalun). Kalimat dalam novel tentu lebih baku dan terstruktur dibandingkan dengan kalau mengobrol biasa. Tapi, kebiasaan ini nggak rutin juga sih saya lakukan. Ya kalau lagi pengin aja dan kebetulan lagi baca buku aja.

3. Mengajak bicara seperti layaknya berbicara pada anak yang sudah besar. Nah, kalau ini ibu saya yang ikut mengasuh Ken waktu kami di Jakarta juga sudah melakukannya. Saya belajar banyak dari beliau yang tak pernah putus katanya kalau sedang bersama Ken. Ada saja yang diobrolin seperti sedang bicara sama anak yang sudah besar saja. Tanpa didayu-dayukan, tanpa dicadel-cadelkan. Tapi tetap anak kecil suka dengan gaya bicara yang dilebih-lebih dan terlihat bersemangat. Mereka akan lebih memperhatikan apa yang kita bicarakan.

4. Mengenalkan segala macam nama benda. Segala macam di sini maksudnya benar-benar segala macam. Bukan hanya mengenalkan yang ada di dalam buku, TV, atau hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas sehari-harinya. Tapi, termasuk juga hal-hal random. Misalnya, kalau lagi di rumah lagi beberes ada skrup jatuh, saya suka tanya ke Ken, "ini apa Ken?" ya jelas lah dia akan jawab asal atau diam aja karena belum tahu itu apa. Terus saya kasih tahu namanya apa dan dia akan mencoba mengulang. Surprisingly, next time dia ketemu benda itu lagi, meski sudah lama, dia akan ingat namanya apa. Yes, your baby is that smart! Saat ini, Ken sudah tahu ada benda bernama cotton bud, krim, helm, atap, kabel, shower, dsb. Tapi, saat ini justru kami sering sekali dibuat kaget karena Ken tiba-tiba tahu kata yang bahkan belum pernah dikenalkan secara sengaja, hanya dengan mendengarkan percakapan saya dan suami yang bisa dibilang cuma selewat aja.

5. Menjelaskan segala hal yang sedang saya lakukan. Sama halnya dengan poin di atas. Saya juga hampir selalu menjelaskan apa yang sedang saya/kami lakukan. Semua selalu dimulai dengan bertanya kepadanya, "ibu lagi apa, Ken?" dan selanjutnya menjelaskan "ibu lagi menyapu/mencuci piring/masak/dsb". Tujuannya agar dia mulai memahami situasi.

6. Banyak bertanya kembali pada anak. Biasanya saya akan mengulang lagi apa yang sudah dipelajarinya dengan cara bertanya "ini namanya apa?" atau "ibu lagi apa, Ken?"--biasanya sambil masak, nyapu, atau ngelipet baju. Atau challenge him to find a certain thing. Ini jadi andalan saya banget kalau lagi nggak pengin diganggu Ken pas lagi masak atau makan, supaya dia sibuk. Misal, "Ken, mobil yang dikasih Cutbang mana ya? Dari tadi ibu nggak lihat." Terus dia akan kembali dengan mobil di tangannya. Terus tanya lagi. Begitu terus sampai dia inget kalau dia mau minta duduk di highchair atau minta dipangku. Sambil menyelam minum air, bu. Hahahah.

7. Membaca buku bersama/partisipatif. Nah, berbeda dengan poin kedua. Ketika anak sudah mulai bisa diajak komunikasi dua arah, tips nomor dua udah nggak berlaku lagi. Ken kalau dibacain buku, dibacain aja walau sambil sama-sama lihat buku dan gambarnya, dalam hitungan detik dijamin dia bakal kabur karena bosan. Yang bikin dia senang untuk ikut membaca ya sambil ditanya-tanya, diminta cari gambar apa, mengulang nama tokoh, dsb. Intinya Ken harus diajak membahas isi cerita bersama yaitu dengan menyebut kembali gambar-gambar yang ada di buku. 

8. Memperhatikan, mengingat, dan menanggapi maksud dari ocehannya. Ini menurut saya poin yang paling krusial, tsah!  Semakin paham kita dengan apa yang coba diucapkan bayi, semakin cepat bayi membenarkan pengucapan kata ke yang seharusnya. Soalnya menurut bagaimana bisa membantu membenarkan dan mengulang kalau kita tidak tahu apa maksudnya. Karena hampir 24 jam selalu bersama Ken, saya berkesempatan mengikuti betul bagaimana tranformasi pengucapan sebuah kata oleh Ken. Misal, "An" jadi "Itan" baru "Ikan". Saya hampir selalu paham maksud yang ingin dia sampaikan meskipun pengucapannya tidak jelas atau bahkan jauh dari kata yang sebenarnya. Ya banyak juga lah kata-kata yang sampai sekarang saya masih clueless artinya apa. Kayak Ken suka sekali bilang "apopeeet.. apopeeet.." Apa pula maksudnya itu?! Kalau saya hanya mengulang apa yang ia katakan, dia akan menertawakan saya karena ngeh kalau ibunya nggak paham apa yang ia katakan. Respon yang saya tunjukkan berbeda dengan apa yang dia harapkan, sehingga terkadang malah jadi kesal. Kalau sudah begitu biasanya saya mengaku ke dia kalau nggak tahu maksudnya apa atau bilang "oh iya.." Intinya harus tetap ditanggapi supaya anak merasa dihargai dan didengar. Berbeda kalau kita paham maksudnya, misal dia bilang "An" oh, maksudnya "Ikan". Tugas kita mengajarkan pengucapan yang benar, sehingga akan cepat pula anak tahu bagaimanavmengucapkan kata itu secara tepat.

9. Meneruskan kata dalam lagu. Cara fun lain belajar bahasa selain dari buku ya dari lagu. Untuk lagu yang sudah familiar, dia akan mampu meneruskan kata dalam nyanyian. Awalnya hanya suku kata dibelakang, misal kalau saya menyanyi "kau sahabat seja..." dia bisa meneruskan "..ti" begitu sampai lagunya habis. Cara ini juga membantu kemampuan anak dalam merangkai kata. Saat ini Ken sudah bisa merangkai 2-3 kata. Contohnya, dia suka tiba-tiba bersenandung "tau..tabat..ti.." artinya "kau sahabat sejati" bersama dengan nadanya. Malah sekarang hobinya ngajakin nyanyi terus, biasanya dia akan menyebut kata pertama supaya saya meneruskan kata selanjutnya. Kalau dicuekin, dia nggak akan berhenti ngomong kata itu dan berujung ngambek. Ya abis disuruh nyanyi terus, kan capek yaa... :'D



10. Menjelaskan dan bertanya tentang isi video/gambar yang sedang dilihat.  Ken belajar banyak kata juga dari menonton. *Iya, bu... saya bukan termasuk ibu idealis yang benar-benar tidak memberikan screen-time untuk anak. Ya biasanya kalau lagi sibuk ngerjain sesuatu, saya tunjukkan video-video favorit Ken supaya dia ada kegiatan. Sambil masak, cuci piring, sambil ngomong dan nanya-nanya "Lagi apa itu mobilnya, Ken?" atau "Waaah, Ryan senang ya main air." Biar bisa menanggapi begini, sebaiknya harus tahu dulu isi videonya apa supaya . Biasanya Ken juga akan membicarakan apa yang dilihatnya dengan excited. Tentu saja, sambil mengerjakan hal lain, saya tetap menanggapinya. Jadi, anak tetap bisa belajar dan meningkatkan kemampuan bahasanya saat menonton. Oiya, untuk kata-kata yang masih clueless, saya curiga sih dia dapat kata itu dari menonton video yang mostly berbahasa Inggris. Karena bukan bahasa ibu, tentu saja saya tidak familiar dengan bagaimana kira-kira bentuk pertama suatu kata, dalam bahasa Inggris, muncul pada bayi. Misal, kata "Squirell" yang muncul pertama "kuieo". Kalau nggak tau konteksnya, mana paham kita kalau itu artinya tupai.

11. Membetulkan ejaan. Yap, meskipun anak sudah bisa mengatakan suatu kata dengan caranya. Saya biasanya tetap mengajarkan Ken bagaimana mengucapkan suatu kata dengan benar. Misal, Ken kalau menyebut kata "mobil" itu menjadi "dombin". Lalu, saya coba benarkan dan dia bisa mengatakannya menjadi "mobin" lebih dekat dengan bentuk aslinya. Jadi, setiap kali dia bilang "dombin" saya biasanya langsung membetulkan sambil memberi tekanan "mooooobil". Tidak apa perlahan-lahan dibetulkan, dia masih akan terus menyebut "dombin" dan terkadang "mobin". Just make it fun!

12. Memberikan apresiasi saat ia mampu menyampaikan kata/kalimat dengan lebih baik. Ini yang paling penting, sebab anak jadi akan semakin semangat belajar. Betul nggak, buibuuu? ;)

Fase belajar berbicara ini bagi saya adalah fase magis yang benar-benar membuat saya selalu teringat akan kebesaran Tuhan. Bagaimana seorang anak yang hanya bisa menangis tadinya, kini bisa berkomunikasi dengan berucap kata-kata. Karena kata itu begituuuuuu kaya dan bahasa itu begiiiitu kompleks, ada saja hal baru yang saya temui dari Ken. Rasanya setiap hari ada saja pencapaiannya. Untuk catatan juga, setiap anak itu unik. Berbeda-beda ada yang cepat atau lebih lambat pencapaiannya dalam aspek apapun. Tugas kita memberikan stimulus untuk membantunya. Sekian dulu sharingnya. Semoga bermanfaat bagi siapapun yang membacanya. Silakan diambil yang baiknya saja dan dibuang yang buruk-buruknya. Sama-sama belajar ya bu... Silakan kalau ada yang mau menambahkan. Terima kasiiiih...

Selamat pagi!
Sawitri Wening

Saturday, November 19, 2016

Hal Baru Ketika berada di Bristol (Part 1)

Menunggu Bus
Haaai! Gimana kabarnya?

Kali ini cerita random aja sih. Tentang hal-hal baru apa aja yang saya temui selama tinggal di Bristol, berikut dengan ke-norak-annya, hahaha. Maklum, ini pertama kalinya saya ke luar negeri. Jadi banyak hal baru yang bikin saya terperangah sendiri karena jarang atau bahkan nggak pernah saya temui di Jakarta. Ini beberapa diantaranya.

1. Family Room
Begitu sampe Bandara Heathrow, London. Yang pertama dicari sebagai ibu menyusui, so pasti dong... ruang menyusui. Cari Nursery Room nggak ketemu dan orang yang ditanya bingung. Ternyata di sini nggak pake istilah "Nursery Room" tapi "Family Room" dimana bapak juga bisa ikutan masuk. Jadi nggak khusus untuk ibu-ibu aja. Ruangannya cukup luas. Isinya juga nggak cuma untuk menyusui dan ganti popok aja, tapi juga ada toilet untuk orang dewasa. Bagus juga sih kayak gini. Jadi kalo lagi berkeperluan, ayahnya Ken nggak usah nunggu bengong di luar. Konsep kayak gini katanya di Indonesia udah ada ya, seperti di AEON Mall  dan soon ada di PIM #CMIIW.


2. Stroller bisa masuk bus umum
Waktu mau balik ke terminal bus dari hotel, kita sempet bingung barang-barang kita mau ditaro dimana nanti ya di bus. Secara bawa 3 koper gede plus stroller dan tentengan segambreng. Kebayangnya bus di sini modelnya kayak metromini/kopaja cuma versi lebih gede, hahah. *polos sekali diriku* Nggak tahunya, nggak! koper tinggal masuk aja dan stroller nggak perlu dilipet soalnya ada space besar di bagian depan khusus wheelchair (biasa juga digunakan untuk meletakkan stroller). Berhubung waktu itu lg kosong, jadi supir bus nggak protes kita naikin koper segitu banyak. Kebayang kan nyaman banget busnya, walaupun lumayan juga harga tiketnya sih, paling murah untuk 3 halte pertama, sekali naik £1 (kali aja sama nilai tukar ke rupiah sekarang). Makanya kalau nggak penting-penting amat, lebih pilih jalan kaki deh untuk berhemat.


3. Toilet tanpa air bilas
Serius deh, sampai sekarang masih suka bertanya-tanya gimana cara mereka cebok tanpa air? Pakai tissue aja kali ya? Kalau kami, karena nggak terbiasa nggak pakai air ya kemana-mana bawa botol minum khusus untuk bilas. Di kamar mandi pun, kami sediakan botol kosong di samping toilet khusus untuk bilas. Yeah, sounds silly... but, that is what we actually do to keep us feel comfort.


4. Uang receh segambreng
Begitu jajan pakai uang besar sedikit di sini, dikembaliinnya pakai receh (pence) segambreng beda-beda pula gambar dan nominalnya. Sampai sekarang saya juga nggak hapal. Alhasil, kalau udah males cari-cari recehan, pas belanja saya sodorin aja dompet receh ke kasirnya supaya dia pilih sendiri atau nggak siapin di rumah sebelum transaksi. Kalau recehan berkurang banyak, rasanya beban hidup juga ikut berkurang *lebay*


5. Kulit kering
Minggu pertama di sini, kulit rasanya kaku banget, bibir pecah-pecah, wajah mengelupas. Kulit orang tropis lagi ngamuk karena tiba-tiba mesti ada di tempat dingin dan berangin seperti di sini. Kalau di Jakarta cari produk yang nggak bikin kulit berminyak--soalnya bubar udah kalau kena keringet. Di sini malah mengais-ngais minyak. Bio Oil yang biasa dipake seiprit-iprit karena takut muka kayak kilang minyak, sekarang dipake udah kayak pake air pas cuci muka *lebay*. Sabun cuci muka dari Indonesia juga terpaksa pensiun dini. Moisturizer jadi teman sejati. Lucas Papaw sengaja dibeli untuk menyelamatkan bibir supaya nggak pecah-pecah. Tapi, lama kelamaan kulit beradaptasi kok.


6. Motor tertib
Di sini jaraaaang sekali ketemu motor. Kalau ada pun di antara jejeran kendaraan yang berhenti saat lampu merah, paling cuma ada satu. Itu juga dia ikutan ngantri, nggak nyelip-nyelip berusaha menjadi yang terdepan ada di lampu merah. Sempat heran juga sih waktu lihat hal ini. Beda banget sama yang terjadi di Jakarta. Selain itu, yah semua kendaraan tertib nggak ada yang berusaha nyerobot lampu merah. Selalu mendahulukan pejalan kaki yang mau menyeberang, tanpa ngamuk-ngamuk dan maki-maki. Impian yang insya Allah bisa terwujud suatu saat nanti di Kota Jakarta kita tercinta. AAMIIN!!!


7. Gratifikasi? Big No!
Ini sebenernya dari pengalaman saya sendiri. Jadi, ceritanya dari pihak penyedia akomodasi mau ada instalasi hanging rail dan rak lemari yang ternyata belum terpasang di beberapa kamar, termasuk flat kami. Kebiasaan di Indonesia, ada abang-abang atau tukang datang ke rumah kan suka disuguhin apa gitu ya, kopi atau gorengan. Nah, pas tukangnya dateng saya nggak ada sesuatu untuk disuguhi, yaudah aja selesai mereka kerja, saya oleh-olehin rendang uda gembul buat mereka sebagai ucapan terima kasih. Ternyataaa oleh-oleh saya ditolak mentah-mentah dong *heartbroken*. Mereka malah bilang gini, "well, i'd really love to accept them. I don't mean to be rude or something like that. But, it's forbidden for us to accept things like gifts or tips from the customers. Because if my boss know, we will be fired." Saya speechless sesaat. Walau maksudnya baik, tapi entah kenapa ada perasaan malu dan cuma bisa bilang, "Oh, ok sorry.. i trully understand that." Abis itu mikir.... Kok bisa ya mereka sejujur itu. Maksudnya, saya terbiasa dengan fakta kebanyakan orang pasti mau terima pemberian orang lain dan bahkan nggak peduli atau takut ketahuan kalau sebenarnya mereka nggak boleh nerima hadiah atau semacamnya. Well, a lesson learned. *Coba bapak-bapak penghulu yang masih pasang tarif buat nikahin orang, mungkin bisa belajar dari bapak tukang di sini.

8. "Need a bag?"
Belanja apa pun di sini, terutama di supermarket, ini pertanyaan yang pasti akan ditanyain kasir. Kecuali kita cuma beli barang kecil, kayak sikat gigi satu. Nggak bakal ditanya dan nggak bakal di kasih kantong plastik. Yes, di sini kalo mau pake plastik bayar sebesar 5p atau 10p untuk kantong yang lebih besar. Kebijakan yang baru diberlakukan di Indonesia dan banyak direwelin sama beberapa pihak. Mungkin karena sudah terbiasa, orang-orang di sini kalo belanja ya bawa tas belanja sendiri atau bahkan ada trolley khusus buat belanja. Asik-asik aja. Kami yang kadang masih suka kelupaan bawa tas belanja, jadi ikutan belajar. 


9. Pecahan botol di jalan
Sejujurnya, begitu sampai daerah deket flat kami. Saya agak serem sih karena banyak pecahan botol di jalan. Awalnya saya bingung ini pecahan kaca apa. Ternyata kata Mbak Mimi, yang udah duluan tinggal di Bristol, kalau itu ulah orang mabok yang suka mecahin botol sembarangan. Horor dong langsung ngebayanginnya. Pecahan botol kayak gini nggak cuma ada di daerah rumah saya aja, tapi banyak di jalan-jalan. Nggak banyak sih.. mungkin udah dibersihin sama petugas kebersihan. Kalau malam minggu, kebetulan sebelah flat ada bar, pasti aja denger suara orang party. Tapi, alhamdulillaah nggak bising sih, karena jaraknya nggak sedekat itu. Malam-malam pertama di sini, dimana masih jetlag dan suka kebangun tengah malam, suka serem sendiri dengar suara orang berantem teriak-teriak nggak jelas. Suara sirene mobil polisi. Serasa lagi ada di adegan film action gitu. Tapi, lama-lama biasa karena ternyata hal kayak gitu di sini biasa.. hmmm... 


10. Wifi gratis dimana-mana
Salah satu hobi yang muncul begitu sampe Bristol adalah main IG Story. Hahahah... Makanya kalo ada yang suka heran emak anak satu ini suka banget main IG story ya alasannya karena ini. Wifi gratis ada dimana-mana, bu. Gratis. Jadi, sebenarnya kalo nggak top-up pulsa pun masih bisa bertahan di sini. Melipir aja cari tempat yang ada wifinya. Di mall, di jalan, di restoran, di supermarket, di bus, bahkan di flat kami pun udah termasuk biaya internet yang kalau dibandingkan koneksi indihome di rumah mah jauh. Jauh lebih cepat.


11. Mesin cuci ajaib

Sebelum sampai sini, saya selalu bertanya-tanya di UK yang katanya dingin, ngeringin bajunya gimana ya? Bisa jemur baju nggak ya? Ternyata bisa-bisa aja, asal matahari lagi nongol. Tapi, seringnya sih mendung-mendung gitu  apalagi pas winter kayak sekarang. Ternyata mesin cuci di sini ajaib karena pengeringnya bisa benar-benar kering sampai kalau pakaiannya keluar dari mesin cuci, berasa kayak abis disetrika panasnya--tapi lecek. Ini sih karena saya aja yang norak nggak pernah punya mesin cuci kayak di sini. Hahah... 


12. Keran panas-dingin
Katanya sih salah satu keunikan wastafel di UK adalah ada keran buat air panas dan dingin. Nah kalau di dapur kerannya memang dua. Kalau di kamar mandi cuma satu tapi bisa sekaligus untuk mengatur suhu airnya. Kenapa dibedain ya? Karena air yang keluar dari keran dapur bisa langsung diminum (air dingin aja, air panas nggak), sementara kalau di kamar mandi nggak bisa diminum.


13. Surga pejalan kaki/peseda
Kalau yang satu ini, nggak bisa dipungkiri lagi deh. Salah satu hal yang membahagiakan tinggal di sini ya karena lingkungannya begitu ramah pejalan kaki dan pengguna wheelchair (kalau buat saya, stroller). Setiap trotoar pasti ada sela untuk pengguna wheelchair supaya lebih mudah naik ke trotoar. Nggak heran di sini penyandang difabel banyak yang mandiri kemana-mana sendiri pakai wheelchair, manula jalan tertatih-tatih sambil dorong trolley sendiri naik-turun bus, ibu-ibu dengam stroller ada di mana-mana macam mall di Jakarta. Masih berharap semoga Jakarta dan kota-kota di Indonesia kelak juga bisa seramah dan serapih ini. AAMIIN! Semangat buat bapak gubernur!


14. "You ok?"
Selama di sini, kayaknya udah dua kali saya disapa orang nggak dikenal dengan pertanyaan, "Assalamu'alaykum... You ok, sister?" Awalnya saya bingung maksudnya apa. Nanya kabar kah? Ya kalo ada yang nanya, otomatis saya jawabnya "i'm fine... thanks." Suami pun kalau di mesjid suka disapa orang denga perkataan itu. Yang ternyata emang nanyain kabar. Jadi ini tuh semacam british slang buat "how are you?" 


Wah, baru sebentar tinggal di sini aja udah banyak banget hal unik yang saya rasakan. Alhamdulillaah, banyak hal yang bisa disyukuri dan dipelajari dari sini. Banyak juga hal yang bikin saya terus berharap akan kemajuan bangsa sendiri. Di atas langit masih ada langit, begitu katanya. Mungkin, nanti saya akan share lagi hal unik lain yang saya temui di sini. Gimana? Tertarik berkunjung ke tempat baru dan membuat catatan tentang hal unik yang ada di sana? ;)

See you at the next post!

Cheers,
Sawitri Wening

Sunday, October 2, 2016

Ken's First Flight (Jakarta-London)

Salah satu hal yang bikin super degdegan sebelum berangkat ke UK, selain nungguin Visa granted dan kepastian akomodasi adalah bayang-bayang berada di pesawat kurang lebih 15 jam bersama dengan Ken. Yes, ini pengalaman pertama Ken naik pesawat dan langsung 15 jam saja. Tarik nafas terus waktu itu ngebayanginnya. Kebayang Ken yang lagi seneng-senengnya jalan dan mulai bisa ngomong, plus waktu itu, yang nggak doyan makan--harus duduk di pesawat selama belasan jam.

Sebegitu menyeramkan kah? Yang pasti, sempat frustrasi juga ngeliat layar yang nunjukkin lama perjalanan kita--*apa sih nama layarnya?* Perasaan udah dua jam, tapi kok majunya dikit banget~ Kenapa? Soalnya saya pegel mangku Ken yang lagi tidur karena gagal pakai bassinet *cry*

Tapi eh tapi... Ternyata nggak semenyeramkan itu lho. Seenggaknya untuk Ken kemarin yang, alhamdulillaah, banyak tidurnya selama perjalanan. Setengah perjalanan ke Singapur, doi tidur. Setengah perjalanan ke London, doi tidur lagi. Sungguh pengertian sekali anak ini, ibu bangga, hahaha. Udah gitu aja ceritanya.

****

Hehehe, nggak deng. Sekarang kita cerita-cerita aja hal yang saya pelajari dari pengalaman bawa anak (atau toddler sih lebih tepatnya), di long-haul flight. Persiapan-persiapannya, pelajaran dari kesalahannya, dsb. Mumpung masih ingat.


1.   Sounding ke Anak 
Ini penting karena anak mengerti. Sedari beberapa bulan sebelumnya. Kami sudah sounding ke Ken kalau nanti kita akan naik pesawat dengan waktu yang lama. Minta dia untuk mengerti selama perjalanan, tidak bisa jalan mondar-mandir kesana kemari, jadi harus duduk anteng. Kalau tidur juga nggak bisa senyaman di tempat tidur. Nggak banyak yang dilihat lewat jendela. Pokoknya kasih tahu kira-kira kondisi di pesawat nanti bagaimana. Saya merasa cara ini berhasil sih. Terbukti, Ken yang super aktif, yang biasanya maunya jalan-jalan terus, selama perjalanan bahkan nggak merengek minta jalan. Paling berdiri di depan kursi aja. 

Ken tidur nggak lama setelah naik pesawat menuju Singapore

2.   Cek Kapasitas Baby Bassinet
Kalau ini belajar dari kesalahan kami. Entah dapat informasi dari mana yang menyebutkan kalau bassinet di Garuda Indonesia kapasitasnya 14 kilo. Waktu itu, kita berpikir, aman lah... Ken BB belum sampe 14 kilo kok. Ternyataaaa ketika sudah di pesawat, pas mau dipasang sama pramugarinya, saya tanya dulu itu kapasitasnya sampai berapa kilo, karena kelihatan kecil sekali dan kurang kokoh. Nanti roboh lagi kalau Ken naik. Benar, ternyata kapasitasnya max. 8 kilo saja. Alhasil, bassinetnya nggak jadi di pasang. Saya pun langsung pucat karena membayangkan harus memangku Ken belasan jam, hehehe... Sebaiknya, sebelum itu cek langsung ke maskapai ya soal kapasitas baby bassinet ini, terutama kalau jadi alasan untuk pilih maskapai karena bisa jadi berbeda tiap maskapainya. Padahal kami udah bela-belain pesan kursi di depan demi bisa pakai baby bassinet lho.


3.   Dapatkan Kursi di Bulk-Head
Kenapa dapatkan? Kursi ini bisa didapatkan secara gratis kalau otomatis by system waktu kita check-in. Tapi, kalau kita pesan sebelum waktu check-in, ya bayar. Kami sudah pesan baby bassinet via call center 2 hari sebelum keberangkatan, saya otomatis dapat kursi di bulk-head. Suami? Masih nggak tahu nasibnya duduk dimana karena ternyata jatah bulk-head udah abis di city check-in dan web check-in (Oiya, kalau bawa bayi, aturannya nggak bisa city/web chec-in). Jadi, mau nggak mau pilihannya kita check-in duluan di bandara atau beli kursi. Iya, kena charge karena kelasnya beda (extra legs room). Biar nggak gambling, akhirnya kami pun rela bayar extra charge 700rb Rupiah di sales office Garuda Indonesia. Worth it, nggak? Banget. Legs Room yang cukup luas jadi salah satu senjata kami kalau Ken sudah mulai bosan duduk. Dia bisa berdiri atau duduk di sana. Kami pun jadi lebih tidak capek karena kaki bisa selonjoran. Buat kami, poin ini mengurangi rasa lelah dan kewalahan bawa anak. Meski gagal pakai baby bassinet, nggak apa deh.


4. Ready Changing Station
Biar nggak ribet ambil popok, tissue basah, krim popok, dsb. Saya menyiapkan tas kecil yang isinya lengkap keperluan Ken ganti popok selama di pesawat dan di taruh di bawah atau depan kursi. Jangan di bagasi kabin. Jadi, kalau mau ganti tinggal angkut aja tas kecilnya. Isinya, popok (8 buah); tissue basah; hand-sanitizer; krim popok; nappy bags; minyak telon. Saya juga menyiapkan 3 stel baju ganti yang udah di kelompokkan per stelnya ke dalam zip-lock bag. Lebih praktis, nggak usah cari2 baju lagi di tas. Oiya, saya juga bawa satu baju ganti, jaga-jaga kalau kotor. Tapi, nggak kepakai juga sih akhirnya karena ngga ada insiden yang mengharuskan saya untuk ganti baju.


5. Siapkan Makanan
Dari awal, saya udah bisa bayangin kalau makanan nggak akan terlalu bisa diandalkan untuk Ken di pesawat. Secara waktu itu, anaknya nggak hobi makan. Tapi, saya tetap bawa cemilan-cemilan macam yummy bites, roti, puding atau biskuit-biskuit, dan susu ultra mimi. Untuk makannya, saya shared makanan saya di pesawat. Anehnya, kami tidak dapat baby food. Padahal teman yang bawa bayi, naik Garuda Indonesia juga, dapat tuh. Kami juga nggak minta sih. Udah sih segitu aja kalau untuk makanan.


6. Jangan batasi waktu menyusui 
Kalau biasanya Ken sehari menyusu, saat itu 4 kali saja dalam sehari. Waktu di pesawat, entah berapa kali ia menyusu. Tak terhitung banyaknya. Ini justru jadi senjata saya banget kalau Ken mulai bosan dan tidak nyaman dengan tekanan udara yang ada di pesawat. Walaupun saya yakin banyak kali dimana Ken menyusu karena butuh kenyamanan saja, bukan karena lapar.  Makanya, Ken tidur terus selama di perjalanan. Itu semua berkat menyusu.


7. Cuek aja! 
Ken ini sedang semangat-semangatnya belajar bicara. Apapun yang ia dengar, hampir selalu diikuti. Begitu di pesawat, kalau sedang bangun, ia tidak bisa berhenti bicara. Terkadang juga dengan nada tinggi, alias teriak-teriak. Kadang juga SKSD sama penumpang lain, ada om bule di samping saya dia panggil "om...om.." begituuu terus sambil nunjuk-nunjuk. Senyum-senyum sama penumpang lain. Walaupun mungkin agak sedikit mengganggu, kita jangan kebawa stress. Cuek aja, namanya juga anak-anak. Tentu saja, sambil ditenangkan atau dialihkan perhatiannya.


8.   Siapkan hiburan
Sebenernya, ini juga gagal sih kami lakukan. Tapi, mungkin bisa lebih membantu kalau disiapkan dengan lebih baik. Kami udah menyiapkan beberapa mainan baru yang sengaja baru akan kami keluarkan satu per satu di pesawat supaya Ken tidak bosan. Tapi, tas untuk naro mainannya di bagasi kabin, sulit deh. Jadinya, itu mainan baru dikeluarin begitu sampai London, meeeh~


9. Jalan-jalan di Aisle/kamar mandi
Serius deh... Momen ganti popok bisa jadi hiburan juga ternyata kalo sedang perjalanan panjang di pesawat. Jadi kalau anak sudah bener-bener bosan, bawa aja jalan-jalan (digendong) di aisle atau masuk kamar mandi. Kalau udah bosan sekali, anak gampang terhiburnya kok. Ken diajak ngaca dan cuci tangan di wastafel aja udah happy :"D

10. Manfaatkan waktu transit
Kami transit di Singapore selama kurang lebih satu jam saja. Jadi, nggak banyak yang kami lakukan (termasuk nggak kepikiran buat tukar voucher gratis dari bandara *cry*). Saya sih memanfaatkannya untuk ke nursery room dan membiarkan Ken bebas berjalan-jalan semau dia, sambil diawasi. Terus minta pengertian lagi ke dia kalau perjalanan kita akan lebih panjang.


11. Bawa Stroller & Baby Carrier
Ini opsional sih... Tapi, buat saya bawa stroller sendiri ternyata sangat membantu mobilisasi. Mengingat cah lanang kami sudah tidak ringan lagi untuk digendong kesana-kemari dengan waktu yang lama. Selain itu, bagasi stroller juga sangat bermanfaat untuk meringankan bawaan barang tentengan. Saya sampai sengaja beli stroller yang bisa masuk kabin waktu itu demi bisa bawa stroller ke pesawat. Eh, ternyata nggak usah bawa yang bisa masuk kabin juga nggak apa. Ujung-ujungnya nggak masuk kabin juga, tapi masuk bagasi (dikasih ke mbak pramugari) tepat sebelum kami masuk kabin. Walaupun, sebenarnya bisa juga kalau mau masuk kabin kalau dilipat sebelum boarding. Buat stroller nanti saya bikin cerita sendiri deh. 

Untuk baby carrier, waktu itu nggak terlalu terpakai sih. Tapi, buat jaga-jaga aja kalau di pesawat anak rewel dan cuma bisa tenang dengan digendong atau untuk kebutuhan lainnya. Oiya, waktu itu, Baby Carrier dipakai hanya pada saat turun dari pesawat saat transit dan saat sampai, hingga ketemu lagi sama strollernya.

Dorong stroller sambil bawa koper
Yang terakhir dan paling penting, tentu saja jangan lupa berdoa supaya perjalanan kita lancar, sampai dengan sehat, selamat, sentosa. Kalau kalian, ada tips lain lagi nggak biar bisa survive bawa anak kecil di pesawat?


Salam,
Sawitri Wening

Tuesday, September 27, 2016

Pertemuan dengan Hathaway House (Akomodasi Keluarga di Bristol)

Hi! Been a long while ya....

Kita cerita-cerita tentang cari akomodasi aja ya buat obat kangen. Jadi, sejak tanggal 8 September kemarin, kami sekeluarga pindah ke Bristol, UK. Kalau katanya suami, negeri "Fish n Chips"--baru tahu juga. Dalam rangka apa? Dalam rangka suami saya lanjut sekolah lagi. Doi ambil master di University of Bristol, jurusan International Development. Alhamdulillaah, dapat rezeki jadi salah satu awardee LPDP.

Membawa Keluarga ke Bristol
Banyak yang bertanya ke saya, sebelum kami berangkat. "Wening sama Ken nanti langsung ikut apa nyusul?"
Sebenarnya sih, rencana suami boyong keluarga ke Bristol, awalnya tentatif. Tergantung, sudah kah dapat akomodasi sebelum kami sampai ke Bristol. Soalnya ternyata cari akomodasi untuk keluarga di sini cukup sulit. Kan susah juga kalau sampai Bristol belum ada tempat berteduh. Jadi, kami pikir kalau belum dapat akomodasi, ya sudah saya dan Ken akan menyusul--yang pada saat itu nggak kepikiran kapan karena nggak kebayang bawa Ken seorang diri di pesawat selama belasan jam. Jadi, plan B kami akan berangkat kalau datuk dan mbah uti-nya Ken juga mau kesana (dan itu masih nggak tahu kapan). Saya udah sedih aja ngebayangin bakal LDR-an sama suami. Tapi, entah kenapa suami selalu optimis, bilang kalau bisa... bisa... kami pasti bisa berangkat bareng. Alhamdulillaah, jalan kami dimudahkan. Karena optimisme suami juga saya jadi super semangat cari akomodasi di Bristol. 

Mencari Akomodasi Keluarga di Bristol
Informasi dari suami dan browsing di internet, kalau mau cari akomodasi bisa via aplikasi supaya lebih mudah pencariannya, seperti Zoopla, Gumtree, atau Rightmove. Carinya sih gampang ya. Banyak banget tawaran yang kita naksir dan entah udah berapa banyak email yang udah template dikirim ke agency. Tapi, yang dibalas hanya segelintir atau begitu ada yang balas, persyaratannya nggak gampang. Seperti, butuh UK guarantor (karena kami ada di luar UK) dan landlord (empunya akom atau kalau disini kayak ibu kos atau juragan kontrakan) nggak boleh bawa anak karena kamar cuma satu. Padahal, kita ngincer kalau bisa yang tipe studio aja lah... soalnya kalau kamarnya banyak, harga sewanya udah pasti lebih mahal. Kan sayang uangnya, abis buat sewa akomodasi aja. Nah, kalau udah kayak gini ngomongin soal budget. Awalnya 400£-550£. Makin lama nyari, kok kayaknya makin nggak possible ya angka segitu buat akomodasi keluarga. Akhirnya, dinaikin jadi maksimal kurang lebih 700£. Ok deh... dari situ mulai lagi pencarian.

Oh iya, berdasarkan pengalaman, kalau mau cepat dibalas, kirim email langsung ke email agency-nya aja. Kalau lewat aplikasi, suka lama responnya. Jadi, yang saya lakukan, kalau liat iklan di zoopla, rightmove, etc. Saya biasanya langsung ke website agency-nya terus cari email atau related ad yang ada di web-nya. Begini lah cara saya bertemu dengan agency sewa rumah yang kami tempati saat ini--yang ternyata dikelola oleh student union dari UoB. Namanya Bristol SU Lettings.
Enaknya kalau udah connected langsung ke agency, kita bisa request atau minta cariin akomodasi sesuai kebutuhan dan kondisi kita via email. Nanti, mereka akan kirim penawaran-penawaran yang kira-kira sesuai dengan requirement dari kita. Enak kan, tinggal ongkang-ongkang kaki, iklan sewa rumah yang sesuai dateng sendiri, nggak usah sibuk ubek-ubek zoopla. Heheh, nggak deng... kalau belum ketemu mah sama aja, H2C.
Bantuan dari Teman yang tinggal di UK
Alhamdulillaah... agency ini nggak ribet. Kalau bawa anak, nggak harus sewa rumah dengan dua kamar, tapi kami dapat studio yang lumayan luas (bahkan ada yg bawa dua anak juga boleh)... yippie! Enaknya lagi, nggak perlu UK guarantor. Harganya sesuai budget 695£ per bulan (inc. Gas, Internet, Laundry, Kebersihan) kecuali listrik. Tapi worth the money banget... soalnya, flatnya masih super baru refurbished dengan perabot yang masih disegel--jadi berasa pindah ke rumah baru. Kami hanya perlu bayar deposit senilai satu bulan sewa buat nge-tag akomnya. Biar nggak kayak beli kucing dalam karung, kami juga minta bantuan viewing sama salah satu mahasiswa yang ada di Bristol. Kalau ternyata ok, baru bayar deposit. Sebelumnya, kami juga bisa memilih lokasi flat, mau yang di dekat taman atau yang ada balkonnya. Kami pun memilih yang dekat taman karena satu dua alasan.

Setelah menunggu sekitar sebulan untuk tanda tangan kontrak, kami pun diminta untuk bayar uang sewa tiga bulan di muka. Jadi, sistem bayarnya 4 kali dalam setahun. Alhamdulillaah... soalnya yang baru-baru dapat sewa mesti bayar dua kali. Lega deh, udah cari dari jauh-jauh hari.

Berhubung dana baru turun begitu kami sampai UK dan punya rekening di sini, urusan bayar-bayar ini benar-benar terbantukan sekali oleh teman-teman yang udah stay duluan di sini dan rela buat nalangin dulu. Padahal kalau dipikir-pikir, jumlahnya nggak kecil lho... Masya Allah ya, saya terharu :')

Akhirnya, sampai lah di flat kami yang mungil tapi luas ini. Nyaman karena langsung akses ke taman (memudahkan banget buat keluar masuk stroller dan buat Ken main). So far, tenang banget... maksudnya ngga ada penghuni yang suka party gitu. Yang paling penting sih, pilihan ambil studio buat saya memudahkan sekali ketika harus masak atau berkegiatan di dapur sambil mengawasi anak bermain atau tidur. Ini signifikan banget buat saya soalnya di rumah dulu yang dapur, kamar, ruang tv terpisah sangat sulit kalau mau melakukan kegiatan lain sambil mengawasi Ken. Beruntung dulu masih ada yang bisa dititipi Ken. 

Bonus Lokasi Akomodasi
Nah, kalau ini kami menyebutnya bonus karena baru tahu persis setelah kami sampai di sini. Ternyata, lokasi flat kami sangat dekat dengan toko daging halal (yang juga jualan kebutuhan sembako, termasuk makanan-makanan ringan). Letaknya sekitar 3 menit jalan kaki dari flat. Alhamdulillaah jadi nggak susah kalau mau cari bahan makan yang halal, apa lagi daging kan. Selain itu, flat kami juga dekat sekali dengan mesjid, sekitar 5 menit jalan kaki. Bukan mesjid besar sih, tapi suami jadi lebih dekat kalau mau sholat. Selain itu, flat kami juga dekat dengan city centre, jalan kaki sekitar 10 menit. Poin ini mungkin bisa jadi tambahan juga dalam mencari akomodasi. Tapi, pengalaman saya sih waktu itu, bisa dapat sebelum sampai saja udah syukur alhamdulillah, hehehe.





Lounge

Flat 5 & 6

Main di Taman
Sekian dulu sharingnya tentang pencarian akomodasi di Bristol. Semoga bermanfaat, terutama untuk yang cari akomodasi di UK atau Bristol khususnya :)

Salam,
Sawitri Wening

Sunday, May 8, 2016

Ketika Ibu ingin Nonton AADC2 di Bioskop



Saya bukan orang yang suka banget nonton film sih, dan harus banget ngikutin film apa aja yang keluar di bioskop. Tapi, berhubung saya ngefans banget sama Dian Sastro, jadi saya memutuskan berkeinginan untuk nonton film terbarunya di bioskop. Duh, ribet ya bahasanya, hahah. Kenapa saya bilang “memutuskan berkeinginan”? Yah, soalnya setelah melahirkan, biasanya saya tahan-tahan tuh keinginan untuk nonton film di bioskop, secara nggak mungkin ninggalin anak. Kayak waktu Captain America: Civil War keluar di bioskop, saya pengin sih nonton tapi saya tahan keinginannya karena alasan yang sudah saya sebutkan tadi. Tapi, begitu tahu AADC2 bakal keluar, plis lah langsung Whatsapp suami bilang pengin bangeeeet nonton ini di bioskop. Saya yakin banget sih, pun saya bilang ingin nonton ini itu di bioskop, pasti dibolehin suami--asal istri senang ya. Asalkan kami ada solusi bagaimana mengkondisikan Ken selama 2 jam ditinggal nonton film di bioskop sama ibunya.

Learn not to be selfish
Yes, pelajaran pertama setelah menjadi orang tua adalah semakin belajar untuk tidak egois. Hal itu secara otomatis aja sih akan muncul, anak akan jadi prioritas utama. Kadang, nggak bohong, terasa jenuh dan ingin lepas sejenak. Manusiawi. Suami juga mengerti sekali akan hal itu, apalagi doi tipe orang yang bakal milih masak atau cuci clodi dibandingkan main sama Ken lama-lama, capek katanya. Apalagi Ken sekarang makin aktif merangkak kemana2, apa-apa mau dipanjat. Ngejagainnya ga boleh kalah aktif, fyuh.

Ok, balik lagi ke soal nonton di bioskop. Jadi solusi kami adalah dengan nonton bergantian. Suami yang juga kepengin nonton, biasanya akan ke bioskop sehabis pulang kerja dan akan pulang lebih malam dari biasanya. Ini supaya wikennya, doi bisa menghabiskan waktu bersama saya dan Ken. Nah, sebagai gantinya, suami bersedia untuk menjaga Ken selama film berlangsung asal sebelum masuk bioskop cah lanang kami ini harus disusui dulu. Alhamduliaah, punya suami pengertian dan saya tahu menghabiskan waktu berdua Ken untuk doi itu gampang-gampang susah. Akan lebih mudah kalau Ken mau minum ASIP, tapi sayangnya Ken tidak mau. Berhubung juga si gondut kesayangan makannya masih ciprit-ciprit, ya mau nggak mau tetap ngintilin ibunya ke mall walau nggak ikutan nonton. Jadi sebelum teater buka, saya sudah menyusui Ken sampai kenyang jadi ketika dijaga ayahnya Ken tidak akan rewel cari susu.

Redefine the meaning of dating (with spouse)
Yah, jadi nggak bisa nonton berdua suami dong. Sayangnya, harus begitu. Secara saya nggak pakai pengasuh dan nggak tega nitipin Ken ke mbautinya. Jadi, saya kasih tahu aja nih kondisinya ya begini, udah nggak bisa pacaran unyu-unyu berdua lagi kayak waktu jadi pengantin baru. Kadang kangen juga sih, sampe pengin deh sesekali nitipin Ken ke mbautinya. Tapi, tetep aja nggak tega kalau masih sekecil ini karena nggak bisa meleng sedikit. Mungkin kalau Ken sudah lebih mandiri, akan lebih mudah. Kata orang sih nikmatin aja selagi masih bisa nempel terus sama anak. Yaa, nikmati saja.

Appreciate Togetherness with The Kid
Kenyataanya, karena terlalu nempel sama Ken, saya jadi nggak konsen dong nontonnya. Waktu itu dapat waktu nonton jam 5 sore, which means di tengah film saya harus keluar bioskop buat sholat maghrib dan balik lagi setelahnya. Sebenernya, agak sedih juga sih karena mesti ninggalin film di tengah gitu. Tapi, saya jadi bersyukur, soalnya keluar bioskop ayahnya langsung nyamperin saya untuk jalan sama-sama ke mushola. Waktu itu, Ken dengan tampang melas minta gendong saya kayak udah lamaaa banget nggak ketemu. Mana, anak ini mulai bisa bilang “ibuu.. ibuubuu..” Hah, hati ibu mana yang nggak meleleh liat anaknya seperti itu. Jadi, yang biasanya Ken diajak sholat (sambil digendong pakai ergo) sama ayahnya, saya pun langsung bilang, “Ken sama aku aja deh sholatnya. Nanti gantian sama Rami.” Oiya, saya waktu itu nonton bareng seorang sahabat saya, Rami. Jadi, sembari nunggu Rami sholat maghrib, saya manfaatkan untuk nyusuin Ken lagi dan main dengannya. Duh, pas kayak gini aja penginnya deket2 anak terus. Padahal biasanya suka merasa bosan dan minta gantian jaga sama suami. Pas balim lagi ke bioskop, hape selalu ada di tangan. Takut suami tiba-tiba telepon karena Ken Rewel. Bolak-balik cek hape, yang bikin nggak konsen nonton. Padahal mah nggak ada apa-apa. Waktu film habis, yang biasanya saya nunggu sampai udah sepi, ini saya langsung ajak Rami buat ngacir keluar. Haaah, pengin ketemu Ken secepatnyaaa…

Alhamdulillaah, Ken baik sekali sama ayahnya. Walaupun, tetap sih ayahnya keliatan capek karena harus gendong-gendong Ken yang BB-nya udah sekitar 10kg selama +/- 2 jam. Mana, waktu itu lagi puasa. Huhu, I love you lah, ayah.. Setelah buka puasa, Ken saya gendong nggak lama dia tertidur sementara ayahnya makan dan nonton anime sambil ngelurusin pinggang.

Yeaay, mission accomplished afterall! Filmnya sih menurut saya nggak sesuai ekspektasi, agak kecewa sih (buat saya ratingnya 7/10 deh.. hahah turun dari sebelumnya). Jalan ceritanya terlalu sederhana dan karakter Cinta buat saya nggak lagi sama seperti dulu. Luv banget sama Milly yang kayaknya makin cerdas ya celetukan-celetukannya bikin ngakak. Tapi, cukup lah mengobati kekangenan saya dengan geng cinta. 

Semoga ayah nggak kapok dan saya lebih bisa menikmati here-and-now moment, jadi bisa lebih konsen lagi nontonnya. Tapi, masih belum tau juga sih kapan dam film apa yang biki  saya berkeinginan nonton di bioskop lagi.

Kalau kamu, pernah punya pengalaman serupa? ;)

                           


Salam,
Sawitri Wening

Thursday, April 28, 2016

Berkunjung Ke Perpustakaan Anak Cikini


Gara-gara melihat foto kopdar di Instagram salah satu komunitas ibu-ibu, saya jadi tahu kalau di kota Jakarta tercinta ini ada yang namanya Perpustakaan Anak Nasional. Mendengar namanya saja sudah bikin saya penasaran. Setelah cari tahu, ternyata perpustakaan tersebut terletak di Kawasan Taman Ismail Marzuki, tidak jauh dari rumah. Langsung semangat dong ajak suami saya kesana, secara cuma 10 menit kurang lebih naik motor dari tempat kami tinggal saat ini.

Sebenarnya, kami sudah kesana dua kali. Itu karena pertama kalinya kami kesana, sudah jam 4 sore. Alias perpustakaan anaknya sudah mau tutup. Yasudah, tidak menyerah minggu-minggu berikutnya kami kesana lagi. Waktu operasi perpustakaan anak ini adalah Hari Senin-Minggu pukul 9-11 pagi dan pukul 14-16. Iya, memang ada jedanya untuk istirahat.

Yang bikin saya penasaran mau berkunjung ke perpusatakaan ini sebenarnya karena di sana ada playground-nya. Berhubung Ken belum bisa baca, saya jadi tetap semangat ajak Ken kesini karena bisa main! Sekalian pengenalan juga kalau, “nak, ada tempat bernama surga di muka bumi ini. Tempat itu bernama perpustakaan. Bersenang-senang lah di sana, mulai dari sekarang.” Hahah, ibunya lebay. Tapi, punya anak yang mencintai buku itu, saya yakin impian banyak ibu. Semoga nanti Ken pun begitu. Duh, mulai colek diri sendiri buat beliin dan BACAIN Ken buku-buku.

Sampai sana, ketemu teman SMA saya yang ternyata bekerja disitu. Katanya, perpustakaan ini masih seumur jagung, berdiri pada Mei 2015. Dulunya gedung yang dijadikan perpustakaan ini, kalau saya nggak salah inget,adalah gedung arsip yang seinget saya juga nggak jadi satu dengan Kawasan TIM. Sekarang pintu masuknya jadi satu dan letaknya tepat di samping Galeri Cipta II.

Saya lihat koleksi bukunya sih masih belum terlalu banyak ya, kalau saya bandingkan dengan perpustakaan sekolah dasar tempat saya pernah bekerja dulu. Tapi, jenis bukunya cukup bermacam-macam dan dijamin bisa menyenangkan hati anak yang kutu buku. Oiya, perpustakaan anaknya ada di lantai 2 dan pengunjung wajib mengenakan kaos kaki supaya kebersihan tetap terjaga kali ya. Area playground ada yang lesehan dan yang semi outdoor untuk permainan yang membutuhkan kemampuan motorik kasar anak. Seru deh pokoknya. Ken aka senang meski agak bingung juga sih karena pertama kali diajak ke tempat seperti itu.

Nah, buat orang dewasa, jangan sedih. Di lantai 1 ada space khusus untuk buku-buku orang dewasa. Selain itu, tempatnya buat saya sih nyaman banget ya terutama bagi yang mau nugas sambil buka laptop. Di lantai yang sama juga ada musholanya. Lengkap deh, nggak khawatir kalau mau berlama-lama di sana, karena nggak repot kalau mau sholat sebentar. Yang nggak boleh ya bawa makanan dari luar.







Jadi, buat yang lagi cari tempat nongkrong pintar buat sekadar baca buku, nugas, atau bawa anak bermain, tempat ini cukup membahagiakan sih. Ah, seandainya jaman skripsian dulu udah ada perpustakaan ini, pasti bakal sering-sering ke sini.

Ini sebagian dokumentasi ketika saya, suami, dan Ken berkunjung kesana. Berhubung Ken masih baby, kami main-main aja. Malah ayahnya Ken yang kegirangan.









 Salam,

Sawitri Wening