Thursday, December 22, 2016

AthaXWening: Episode 6 (Kisah Bunga dan Kue)


22 Desember merupakan tanggal yang diperingati sebagai Hari Ibu di Indonesia. Begitu kata Wikipedia. Walau saat ini kami sekeluarga sedang berada di negeri ikan & kentang goreng (baca: fish & chips), tidak ada salahnya kami turut merayakannya sebagai warga Indonesia . Oleh karena itu, saya berpikir untuk memberikan sedikit kebahagiaan (lebih) kepada istri saya tercinta pada hari yang katanya spesial ini. Tentu saja karena dia adalah ibu dari anak saya dan juga bidadari berhati mulia yang saya sangat banggakan (eh, bidadari tapi kok melahirkan? Wkwk). Oh iya, tapi bukan artinya di hari lain saya tidak membahagiakan istri saya ya, coba tanya saja sendiri ke dia untuk tahu lebih lanjut. :p

Salah satu hal yang saya lakukan untuk membahagiakannya adalah dengan menulis post yang sedang anda baca ini (hal lainnya akan saya bahas di tulisan ini). Ya, dengan menulis. Ini adalah salah satu hutang saya kepada istri yang belum lunas sejak lama. Awalnya, saya meng-iya-kan untuk menulis bergantian di blog dia secara konsisten. Namun berhubung kesibukan yang selalu mengisi hari-hari dan jadwal shooting yang padat, saya kesulitan meneruskannya walau baru menghasilkan beberapa tulisan saja. Jadi, inilah comeback dari rubrik AthaxWening. Semoga kali ini benar-benar konsisten. Aamiin.

So, please enjoy it!

­---

Saya bukan termasuk orang romantis. Begitu menurut istri saya. Ya maklum saja, saya jarang memberikan input berbau-bau percintaan pada otak saya. Mungkin kalau anda coba membedah isi kepala saya, kurang lebih isinya didominasi oleh Naruto, One Piece, dan sebangsanya. Huft. Argumennya cukup bisa diterima oleh akal sehat. Saya tidak pernah memberikan dia bunga katanya! Mulai dari masa penjajakan, honey moon, ngontrak bareng di Depok, Ken lahir, hingga kami mendarat di Bristol, sama sekali belum pernah ada setangkai-dua tangkai bunga yang menghampirinya datang dari tangan saya, suaminya. Padahal, bunga merupakan salah satu simbol yang umum digunakan dalam mengungkapkan perasaan cinta. Dengan menghadiahkannya kepada orang terkasih, kita akan terlihat romantis.

Alasan saya sebenarnya  cukup sederhana, walau mungkin banyak wanita yang tidak bisa menerimanya. Ditinjau dari paham utilitarianisme, saya meyakini bahwa bunga tidak terlalu memiliki nilai fungsi dan guna. Coba bayangkan, ketika anda menerima bunga dari seseorang, apa yang anda lakukan setelahnya? Mencoba mengaguminya mungkin, sambil tersipu-sipu malu boleh jadi. Lalu? Paling hanya diletakkan di atas meja belajar atau diberikan vas sementara, tanpa benar-benar dirawat. Dua, tiga, empat hari kemudian bunga layu lalu dibuang ke tong sampah. Sedih.

Memang pola pikir saya ini terkesan seperti tokoh antagonis dalam sebuah sinetron. Kadang saya juga bingung mengapa saya bisa membentuk pola pikir tersebut. Nah, karena alasan itulah saya belum pernah memberikan bunga ke istri saya. Saya lebih memilih untuk memberinya hal-hal yang berguna, seperti; makanan, buku, makanan, pakaian, kosmetik, dan makanan. Semoga saya diampuni walau telah memiliki pikiran jahat ini.

---

Semuanya berubah semenjak negara api menyerang jelang ulang tahun pernikahan kami yang kedua. Entah terbesit jin bule yang mana, saya terpikir untuk memberikan istri saya bunga pada hari itu. Alasannya sesederhana ingin melihat senyum merekah di wajah istri saya. Seketika runtuh semua paham utilitarianisme yang saya bangun selama 26 tahun. Terbayang mukanya yang selalu menyindir saya, “kamu kok ngga pernah ngasih bunga ke aku?” atau “kapan ya kamu kasih bunga buat aku?”. Pasti ini akan menjadi surprise yang ia sangat sukai. Tentu karena sangat tidak disangka-sangka. Btw, daritadi saya mention “utilitarianisme” sebenarnya biar kelihatan intelek saja. Saya juga ngga paham apa itu sebenarnya.

19 Oktober 2016. Setelah selesai kelas di kampus, saya langsung meluncur menuju toko bunga yang saya temukan melalui gmaps. Saya memilih dua tangkai lily putih. Dua karena hari itu ulang tahun pernikahan kedua kami. Lily putih karena ia melambangkan kesucian, sesuci dan setulus cinta saya kepadanya. Eciye. Itu alasan yang saya buat ke dia agar terlihat tampan, padahal sebenarnya hanya bunga itu yang stoknya masih tersedia pada siang hari itu dan karena hanya bunga itu yang masuk budget di dompet saya. :p

Berlarilah berjalanlah saya menuju flat yang kami tempati selama di Bristol. Walau saya membawa kunci cadangan, saya memilih untuk mengetuk pintu. Pintu pun dibuka dari dalam oleh istri saya. Dan TARAAA!! Saya berdiri dengan tampan sambil memegang buket bunga Lily yang baru saja saya beli.

“Happy anniversary, sayang!

Sesuai dugaan saya, dia tidak menyangkanya sama sekali. Dan dia pun tersenyum.

---

22 Desember 2016. Beda hari itu, beda hari ini. Kali ini, saya rencana memberikan surprise dengan sebuah kue. Rencana matang pun sudah dibuat. Saya bersekongkol dengan Ken dalam implementasinya. Ken diajak pergi oleh ibunya untuk main di perpustakaan kota. Tentu saja saya diajak, tapi saya menolak ajakan istri saya dengan alasan ingin mengerjakan esay tugas kuliah saya. Dia pun menerimanya walau dengan sedikit cemberut.

Saya juga yakin kali ini dia tidak menyangka sama sekali. Yah, mana pernah sih saya merayakan hari Ibu atau hari-hari peringatan lainnya kecuali ulang tahun dan anniversary.

Begitu Ken sudah berhasil membuat ibunya pergi bersamanya, saya langsung bergegas menuju salah satu bakery yang menjual kue-kue halal. Lagi-lagi special thanks to google maps! Setelah berhasil membelinya, saya langsung memajang kue tersebut di atas meja makan. Dilengkapi dengan kartu ucapan yang saya buat sendiri karena tidak modal beli kartu ucapan yang sebenarnya agar terlihat menarik. Begini penampakannya.


TARAAA!! Istri saya langsung tertawa bahagia begitu membuka pintu dan melihat apa yang saya siapkan di atas meja. Lalu dia menyerang saya dengan rentetan pertanyaan seperti;

“Kapan belinya?”

“Pasti karena aku tadi cemberut ya?”

“Beli dimana kuenya?”

“Ini halal kan?”

Semua pertanyaan itu saya jawab dengan simpul senyuman. BEH!

Saat itu, saya merasakan level ketampanan saya meningkat 85%! Senangnya melihat istri tertawa lepas bahagia seperti itu. Seperti ada kumpulan energi positif yang membuncah dari dalam diri dan tidak bisa dihentikan. Lebay. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Tidak lama setelah itu, istri saya berkata:

“Kamu kalau mau ngasih ke aku kue aja deh, ngga usah bunga. Lebih enak bisa dimakan.”


WHAT? ASDFJG!

Padahal, dulu dia seringkali menyindir saya karena tidak pernah memberikannya bunga. Kurang lebih sekitar 4 kali dalam sebulan. Tidak romantis katanya. Setiap laki-laki pernah memberikan bunga ke kekasihnya katanya. Aku ingin juga dikasih bunga sama suamiku katanya. Tapi sekarang? Dia memilih kue daripada bunga.Ternyata benar pemikiran saya, bunga kurang memiliki nilai guna dan fungsi. Dia kalah oleh sepotong kue coklat dengan krim dan strawberry.

Satu kesimpulan saya. Saya tidak pernah bisa benar-benar memahami perempuan.

---

Meski saya sudah menghabiskan 9 tahun wajib belajar saya di bangku sekolah, ditambah pendidikan tinggi di kampus yang cukup ternama di Indonesia,

Meski saya sudah menikah selama dua tahun dan menghabiskan hari-hari saya bersama istri saya,

Tetap saja, saya belum bisa memahami isi hati dan pikiran perempuan.

Awalnya, dia selalu menyindir saya yang tidak pernah memberikannya bunga. Saya pun memberikannya satu kali. Lalu ketika saya menghadiahinya kue, dia menilai kue jauh lebih berharga dari bunga dan bilang tidak apa saya tidak memberikannya bunga. Kue saja katanya. Begitu cepat hati dan pikiran bisa terbolak-balik.

---

Belajar itu seumur hidup. Ini pesan bijak yang seringkali disampaikan oleh orang-orang. Saya percaya itu. Karena sejatinya belajar merupakan proses yang tidak pernah selesai, dia tidak hanya terpaut oleh institusi pendidikan formal saja. Belajar bisa darimana saja dan kapan saja. Namun saya hanya ingin menambahkan:

“Belajar memahami hati dan pikiran perempuan pun juga seumur hidup.”



Bagi para suami di luar sana, selamat belajar! :)

Salam,
MAR