Sunday, November 5, 2017

Komunikasi Produktif: Melarang & Mengakui Kesalahan

This little guy is a bit obsessed with balloons!

Sepertinya hal yang paling sering kami lakukan, sebagai orang tua, akhir-akhir ini adalah mengeluarkan kalimat larangan kepada Ken. Seperti yang kita semua pahami, anak seusia Ken umumnya memiliki rasa ingin tahu yang cukup besar. Setiap orang tua mungkin ceritanya bisa berbeda-beda ya. Kalau Ken, semenjak mulai bisa berbicara, ada masa dimana hal yang paling sering dikatakannya adalah "Ken mau pegang A... Ken mau pegang B..." Kayaknya mau tahuuuu banget benda itu apa sih itu. Mungkin kalauu bisa kita terjemahkan isi otaknya, yang terdengar adalah hal-hal ini bentuknya bagaimana, teksturnya seperti apa, keras atau lembek, bisa dibunyikan atau nggak, dan sebagainya. Saya yakin semua itu adalah fitrah dari Allah, dimana di usia ini, anak sedang ada pada tahap belajar yang luar biasa. Segala tingkah laku mereka sebenarnya adalah bentuk dari rasa ingin tahunya, yang sayangnya sering kali kita anggap sebagai suatu kenakalan atau bahkan kebodohan :( Kebayang kan kalo nggak sadar akan hal-hal tadi, bagaimana kita akan mencap seorang anak dengan sebutan negatif. Ah, sadar saja masih suka terbawa emosi seperti yang terkadang saya lakukan :''(

Kalau baca bukunya Mbak Vidya Dwina Paramita tentang hal apa yang harus diperhatikan ketika memutuskan untuk melarang anak, ada dua aspek yang harus dilihat sebelum melarang/menegur anak, yaitu 1) Aspek keamanan dan 2) Aspek Kesopanan. Jadi, kalau rasa ingin tahu anak sudah mengganggu salah satu atau kedua aspek tersebut, saya sepakat untuk wajib melarang anak melakukannya. Diluar itu, masih bisa ditoleransi bahkan harus didukung. Heheh, ini sekalian ngingetin diri sendiri biar nggak malas nanggepin rasa ingin tahu anak. 

Karena intronya kurang lebih berkaitan dengan hal yang saya ceritakan selanjutnya. Jadi, saya akan gabung catatan hari ketiga dan keempat di sini ya. 


Day 3 - Melarang 
Jadi ceritanya, Kami pergi ke Perpusnas yang lagi hits itu kemarin karena pas banget lagi ada acara festival dongeng. Rame-rame sama mbauti dan sepupu-sepupunya Ken. Seperti biasa deh, Ken kalau ada di tempat baru pasti bawaannya ingin menjelajahi tempat itu sampai ke sudut-sudutnya. Entah sudah berapa kalimat larangan yang saya katakan, ya karena emang harus dikasih tahu anaknya kalau melakukan itu nggak boleh. Misal, tidur-tiduran di lantai, nyelip-nyelip di antara bangku-bangku, lari-lari karena takut terjatuh. Yang paling tidak bisa ditoleransi adalah ketika Ken bermain di dekat stop kontak.

Sebenarnya sih dia hanya ingin melihat balon-balon, tapi ternyata ada stop kontak di bawah tumpukan balon-balon itu. Ketika Ken tidak bisa diberitahu sekali, saya langsung berubah lebih tegas, "Ken, itu kabel berbahaya. Jangan main dekat situ!" Lalu, saya membawanya menjauhi tempat itu. Setelah itu, baru saya beri tahu pelan-pelan mengapa ia tidak boleh main di dekat situ dan mulai mengalihkannya dengan hal lain.

Ibu: "Ken, tahu nggak itu apa?"
Ken: "Kabel"
Ibu: "Ibu bilang boleh nggak main dekat kabel"
Ken: "Nggak boleh"
Ibu: "Iya, nggak boleh karena berbahaya. Ken bisa kesetrum, sakit. Nanti Ken nangis."
Ken: *masih tergoda mengambil balon di tempat tadi*
Ibu: "Kita lihat balon yang di sana aja yuk" *Ken menurut*

Setelah saya pikir-pikir, berhadapan dengan toddler itu adalah seni mengalihkan perhatian. Rasa ingin tahunya sepertinya mesti selalu ditantang dengan sesuatu. Jadi, kalau melarang melakukan sesuatu, kayaknya mesti cari alternatif hal lain untuk dikepoin sama otaknya. Betul nggak, buibu?


Day 4 - Mengakui Kesalahan

Children love to interact with their parents
Catatan kali ini adalah sebuah pengakuan dosa *siap dihujat*. Berapa banyak sih dari kita yang main sama anak sambil lihat-lihat hape? Pasti pernah kan merasakan lagi bosan atau lelah dan ingin mengintip notifikasi  atau sekadar lihat-lihat aja, waktu main sama anak. Intinya itu yang kejadian sama saya hari ini. Kebetulan Ken ini anaknya suka bete kalau dicuekin dan inginnya apa yang ia katakan selalu ditanggapi. Tapi, siapa pun kalau dicuekin pasti bete ya. 

Kami baru saja pulang dari menengok sahabat saya yang baru lahiran. Di rumah sahabat saya itu, ada seekor kucing namanya Boni. Ken sukaaaa banget sama kucing, jadi sambil leyeh-leyeh dan main mobil-mobilan, Ken tiba-tiba bilang.
Ken: "Tadi ken liat kucing"
Ibu: "Oh iya, inget nggak kucingnya namanya siapa?"
Ken: "Doni"
Ibu: " Bukan. Boni."
Ken: "Iya, Boni."
Ibu: "Ken ingat nggak kucingnya warna apa?" *mulai pegang hape*
Ken: "Warna white!"
Ibu: "Coba inget lagi. Emang warnanya white?" *mulai lihat-lihat hape*
Ken: "Warna black"
Ibu: "Hmm? emang warna black?" *mulai nggak fokus*
Ken: ~~~ *ngomong sesuatu tapi saya nggak dengar*
Ibu: "Eh, iya kenapa, Ken?" *Lihat Ken matanya sudah berkaca-kaca*
Ibu: "Ken, kok nangis? Ken sedih ya, tadi lagi ngomong ibu nggak dengar?"
Ken: *mengangguk*
Ibu: Ken tadi ngomong apa memangnya? Maaf ya ibu nggak dengar."
Ken: "Ken ngomong warna orange" *sambil mulutnya mulai maju*
Ibu: "Oooh iya betul kucingnya warna orange. Maaf ya Ken ibu tadi nggak dengar. Sini ibu peluk"
Ken: *menaruh hape ibunya di lantai, duh jleb banget rasanya* 
Ibu: "Sori ya Ken... maaf. Ken nggak suka ya ibu lihat hape waktu Ken ngomong?"
Ken: *mengangguk*
Ibu: "Ibu nggak boleh lihat hape?"
Ken: "iya..."
Ibu: "Maaf, Keeen...Ken maafin ibu nggak?" *sambil memeluk*
Ken: Iya *sambil mengangguk*

Rupanya dia sepertinya sudah berekspektasi apa yang akan saya katakan kalau ia menjawab warna kucingnya dengan benar dan realitanya ibunya malah sibuk lihat hape :"""(. Seenggaknya ada banyak hal yang bisa saya dan Ken pelajari dari kejadian singkat tadi. Ken belajar bagaimana ibunya mengakui kesalahan dan ibu tentu saja belajar untuk berusaha lebih keras untuk tidak menduakan Ken saat sedang bermain atau mengobrol dengannya. 

Saat itu, saya juga berusaha untuk mengungkapkan apa yang dirasakannya, menggunakan kalimat-kalimat pendek , dan mengulang perkataan maaf agar Ken lebih mudah mengerti dan memahami pesan dan fungsi dari kata "maaf" itu sendiri.


Semoga bermanfaat!
Sawitri Wening



Baca artikel lain tentang Komunikasi Produktif di sini

#hari3
#hari4
#gamelevel1
#tantangan 10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

No comments:

Post a Comment