Monday, July 14, 2014

14th of July, 2014

It's been a while. I took a moment to sharpen up my senses. Hearing sounds of a train that i rode. Smelling sweet fragrance of an old white lady at my left side. Capturing with my eyes those worried, happy, sleepy faces and many other expressions of the passangers. Swallow my bitter saliva into the dry throat. Tapping down my thumbs on the quite-wide-phone-screen.

I've missed a thing in my life. 

The feeling when the words coming out of the head. I just want to write again with my own way.

On the train to Tebet,

Monday, July 14th 2014

*
Hidup terasa amat berbeda, entah sejak kapan. Saya baru menyadari bahwa saya tengah memutar haluan kapal ini agak jauh dari semula. Ketika pemandangan yang ada di sekitar saya seolah berubah tiba-tiba. Saya rasa saya sedang melalui jalan lain, ke tujuan yang sama. Semoga saja masih tujuan yang sama.
Saya berpindah dari pekerjaan lama ke pekerjaan baru yang sedikit banyak mengubah hidup saya. Sedikit banyak mengubah pandangan-pandangan saya akan sesuatu. Saya mencoba hal baru yang pernah sedikit saya intip di masa kuliah dulu. Seperti bayi yang baru bisa berjalan. Sama saja, saya masih tertatih. Meskipun entah sudah berapa kali keluhan itu muncul, saya yakin ada yang bisa dipelajari. Pasti ada.

Kesuksesan dan kenyamanan bukan sesuatu yang didapatkan secara instan. Begitu kata mereka. Saya tersenyum kecil. Menyadari kalau definisi sukses di kepala saya kini telah berubah, jauh berubah. Tidak ada yang salah. Saya hanya sedang dibuat takjub. Hati ini terbolak-balik, terombang-ambing bagai sepotong gabus di tengah lautan ganas. Kita bisa saja berencana, tapi Tuhan yang menentukan. Kejenuhan dan kejutan adalah suatu keniscayaan. Maka, bagaimana pun kerasnya kita berusaha mewujudkan rencana-rencana perjalanan kita. Sungguh, sungguh sebuah kapal tak akan bisa sampai pada dermaga tanpa izin-Nya.
Saya belum pernah merasakan ini sebelumnya. Ketika harapan tidak lagi sekadar batu loncatan setinggi manusia atau setinggi gunung tertinggi di muka bumi ini sekalipun. Cukup jauhkah saya mengambil ancang-ancang? Saat itu angin laut berembus, menggoyang air yang tenang dan membuat kapal yang gagah berlayar itu terombang-ambing. Sambil meyakini, saya mundur selangkah demi selangkah...

Hidup ini terasa begitu berbeda. Ketika bulan-bulan berganti tanpa ada rasa sepi. Setidaknya, tidak sesepi sebelumnya. "Adakah sepi berhijrah dari satu hati ke hati lainnya?" Pikir saya, sesekali. Namun, tanpa ada sepi, tanpa ada sunyi, suara tak akan berarti.

Ah, iya hidup ini begitu terasa berbeda akhir-akhir ini. Tapi, itu yang membuat saya sadar kalau saya hidup dan terkadang, ingin bisa terus hidup. Diizinkan hidup lebih lama lagi. Mungkin sampai rambut ini memutih. Saya ingin bersandar di pundak manusia berambut putih lainnya, dengan rasa aman hingga tak ragu untuk lelap tertidur di sana.

Sambil mengarungi lautan luas, saya memasang layar kapal. Dermaga yang sama masih menunggu di sana. Semoga sampai dengan selamat.