Monday, April 10, 2017

Weekly Note: Spring in My Heart


Minggu ini, matahari bahkan bersinar lebih cerah dibandingkan minggu sebelumnya. Rasanya bahagia sekali bersentuhan dengan cahaya matahari, tanpa dibalut coat tebal seperti musim sebelumnya. Tujuh bulan mencicipi tinggal di Bristol, kota yang katanya adalah kota terbaik untuk ditinggali di seluruh Britania Raya. Saya merasa beruntung dan masuk ke dalam musim semi yang cantik ini, membuat saya semakin merasa bersyukur dengan hangatnya, dengan indahnya bunga-bunga yang bermekaran di atas pohoh dan rerumputan. Meskipun angin dingin terkadang masih sering berhembus menusuk tulang. Begitulah hidup, tidak selalu senang dan bahagia, tapi sepaket dengan kesedihan, kekecewaan, ataupun perasaan tidak bersembangat.

Kalau coba menengok catatan mingguan saya sebelum-sebelumnya, rasanya saya sudah melewati minggu-minggu yang sumpek. Dimana saya banyak mengeluh atau bahkan marah dan sedih. Saya merasa minggu ini adalah minggu dimana saya bangkit lagi menjadi orang yang lebih ceria. Rasanya seperti menemukan semangat kembali, setelah berkontemplasi, menghabiskan waktu di luar menikmati hari bersama suami dan Ken, mendaki bukit, dan menulis dengan hati. It's okay not to feel okay sometimes. 

Freud
Ken pun seperti musim ini, menjadi sangat manis dan ceria. Dia bernyanyi saat duduk di atas strollernya, bermain dengan mobilnya, atau saat sedang mandi. Perlahan proses potty trainingnya sudah kembali berjalan lagi, walaupun masih agak sulit karena kata favoritnya saat ini adalah "nggak mau!" Hehehe, masa-masa yang menyebalkan tapi mungkin manis untuk dikenang di kemudian hari. Saya juga harus menikmati saat-saat Ken hanya mau menempel dengan saya. Akhir-akhir ini, Ken selalu menolak bermain, digendong, dicium, ataupun dipeluk oleh ayahnya. Bahkan, ayahnya tidak boleh dekat-dekat dengan ibunya. Haha, posesif. Ini mengingatkan saya dengan konsep Oedipus Complex pada tahap perkembangan psikosesksual anak (phallic yang di teorinya sendiri sebenarnya terjadi pada usia 3-5 tahun) yang dikemukakan oleh Sigmund Freud. Sebuah konsep abstrak yang menyebutkan seorang anak (laki-laki) pada tahap ini ingin memiliki ibunya seiring dengan kemampuan mereka membedakan gender. Entahlah, tapi karena ini ayahnya kasihan karena jadi tidak bisa leluasa kalau bermain dengan Ken karena ditolak terus </3.

Ken akhir-akhir ini tidur selalu di atas jam 10 malam karena saat ini maghrib hampir jam 8 malam. Ritme tubuhnya menyesuaikan. Seringkali ia tidur sambil saya nanyikan lagu atau saat saya lantunkan adzan berkali-laki. Sambil terpejam, saya membelai Ken dan menyanyikan lagu 'Belaian Sayang'. Tanpa disadari saya meneteskan air mata, hanyut bersama indahnya lirik dan nada lagu itu. Mungkin saya juga sedang  merindukan ibu saya yang juga senang menyanyikan saya gending jawa saat saya hendak tidur, waktu kecil dulu.




Bristol, 10 April 2017

Sawitri Wening

2 comments:

  1. Oooooh ternyata memang tahapan yah Ayahnya ditolak gini, Abang sampai sedih loh ahahaha tapi sudah berlalu sih.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha iya sampe drama segala nangis2 kalo ibunya mau ke kamar mandi. Walaupun drama tapi ada senengnya juga berasa punya fans berat heheh

      Delete