Thursday, April 23, 2015

Istri Paruh Waktu


Akhir-akhir ini, saya dan suami sering membicarakan tentang rencana kami ke depan, terutama setelah anak pertama kami lahir (Insya Allah sekitar bulan Agustus nanti). Ya, pembicaraan itu tidak jauh-jauh dari soal karir. Iya, kami memang sudah sepakat kalau nanti buah hati kami lahir, saya akan mendedikasikan diri saya sepenuhnya untuk mengurus dan membesarkan anak kami. Artinya, saya harus siap berhenti mengejar karir, walaupun sebenarnya banyak hal lain yang mungkin bisa saya explore ketika saya benar-benar memilih untuk berhenti bekerja penuh waktu. Tidak munafik, banyak hal yang saya khawatirkan saat ini, waktu saya memikirkan tentang kesanggupan saya untuk meninggalkan pekerjaan. Meskipun, sebenarnya saya berpikir kalau duduk di belakang meja dan bekerja 8 jam dalam sehari bukan lah hal yang saat ini saya inginkan. Pertanyaan-pertanyaan, seperti apakah saya sanggup berdiam diri di rumah, apa yang bisa saya lakukan untuk tetap bisa mendapatkan penghasilan, kegiatan apa yang bisa saya lakukan untuk menyeimbangkan kewajiban saya sebagai seorang istri dan ibu bagi anak-anak saya kelak. Iya, saya masih menata dan mencari jawabannya sambil terus berpikir dan meyakinkan diri. 

Lalu, tanpa sengaja saya menemukan film pendek ini. Duh, langsung bercucuran air mata saya, menyadari kalau saya masih jauh, jauh sekali dari kategori istri yang baik. Bahkan, judul film pendek ini membuat saya merasa tertampar. Semoga kita bisa menjadi lebih baik lagi setiap harinya dan semoga kita senantiasa diingatkan untuk kembali berusaha dan jangan takut kepada selain kepada-Nya.

Tentang Pasangan yang (Belum) 'Sempurna'
Di acara kumpul-kumpul bareng kemarin, ada seorang teman yang baru saja menikah. Jadilah pembicaraan kita diawali dengan hal-hal seputar pernikahan dan nasihat-nasihat untuk pengantin baru. Seorang teman bercerita tentang begitu banyak pengalaman orang-orang yang berproses menjadi pasangan hidup yang baik. Bagaimana setiap kita pasti akan menemukan kelemahan dan kekurangan pasangan kita masing-masing. Bahwa ketika kita memilih untuk menikah, jangan heran kalau kita menemukan banyak celah dalam diri kita dan pasangan kita, sebab menjadi suami dan istri yang baik adalah suatu pembelajaran. Kalau kata teman saya, "banyak dari kita berpikir kalau orang yang akan menjadi pasangan hidup kita kelak adalah orang yang sudah 'jadi' sehingga kita berekspektasi pasangan kita adalah pasangan yang sempurna. Padahal, pernikahan itu sendiri sesungguhnya adalah wahana untuk masing-masing kita memperbaiki diri."

Beliau juga menambahkan, oleh karena itu ada baiknya ketika hendak menikah, baiknya kita juga meniatkan untuk menyempurnakan diri dan agama kita. Jadi, kita bisa lebih menerima ketika kita menemukan hal-hal di luar ekspektasi kita sebelum menikah, Insya Allah ya, kita semua sedang sama-sama menuju ke arah yang lebih baik. Jadi jangan sedih ya (ini ceritanya lagi selftalk) karena kita sedang belajar.


**
Suamiku, 
Tidak lah kapal berlayar tanpa angin
Tidak lah bunga berbuah tanpa serbuk sari
Tidak pula manusia bernafas tanpa udara

Bantu lah aku menjadi baik bagimu
yang menggenggam, mendekap, dan memelukmu
di setiap langkah yang terseret-seret
yang menyambut, membelai, dan meluruhkan lelahmu
di ujung jalan kau pulang

Suamiku,
Bantu aku menjadi baik bagimu dan anak-anak kita kelak.
Bantu aku menjadi lebih baik di mata-Nya.

I Love You, Suamiku :*
- SW -

No comments:

Post a Comment