Thursday, May 25, 2017

NHW #1: Ikhlas dan Manajemen Diri


Tulisan ini adalah hasil dari refleksi diri penulis dan didedikasikan untuk memenuhi nice homework Kelas Matrikulasi Institut Ibu Profesional Batch #4

Sebagai seorang ibu yang memilih untuk stay di rumah, mendedikasikan diri sepenuhnya untuk anak dan suami, saya merasa belum bisa memaksimalkan peran dan kesempatan yang saya pilih sendiri. Semakin kesini kok ya semakin banyak kekurangan yang saya rasakan, semakin banyak tidak puasnya dan ujung-ujungnya sering merasa kesal dengan diri sendiri. Sering kali saya bertanya-tanya apa yang salah, apa hal terpenting yang saya lewatkan sampai rasanya terkadang merasakan ada beban dalam menjalani peran dan amanah ini. Hal yang mungkin jadi penyebabnya adalah perasaan tidak bisa lagi melakukan banyak hal semau saya, keterbatasan waktu untuk melakukan hal yang disuka seorang diri, dan keharusan menunda mengejar keinginan saya. Atau jangan-jangan saya yang terlalu membatasi diri. Ah, mari memulai refleksi ini.

Ikhlas Menjalankan Amanah
Hidup ini adalah sekolah yang sebenar-benarnya. Dimana masalah, kesempatan, dan keberuntungan datang silih berganti, menuntut kita untuk bisa menghadapinya dengan baik dan bijaksana. Buat saya, peran sebagai seorang istri dan ibu adalah hal yang menjadi prioritas. Hal tersebut bukan paksaan, dan merupakan pilihan saya sendiri. Maka, bagaimana caranya agar hati, pikiran, dan perilaku saya bisa berjalan dengan sesuai dan beriringan. Sering kali saya merenungi pertanyaan yang sebelumnya sudah saya tuliskan. Hal apa yang saya lewatkan?
Setelah perenungan yang panjang, saya rasa hal belum saya pahami dan bisa jalani dengan baik itu adalah keikhlasan.  Hal yang justru paling utama dan menurut saya merupakan pondasi untuk menjalani suatu peran dengan baik. Oleh karena itu, mungkin ini lah hal yang paling ingin saya pelajari dan kuasai di universitas kehidupan ini. Ikhlas dalam menjalani hal apapun yang menjadi tanggung jawab kita. Ikhlas yang berarti selalu ingat kalau sebenarnya hal yang kita lakukan adalah sebagai bentuk ketaatan kita kepada Allah SWT. Seperti definisi ikhlas yang tertulis di bawah ini:

 “The Arabic root of the word ikhlas is kh-l-s, which means to be purified or refined. The very concept of refining, purifying and leaving nothing but the very essence of that, which was sought, which, in this case, is Allah. [1] Ikhlas is also explained as a simile that is as pure as honey or as pure as milk, which is direct from the udders of a cow and is not tainted with anything? Ikhlas is a concept of purity that is not tainted with pride – Riyah or anything else. [2] That is not to do anything in our life, other then for the sake and pleasure of Allah.” (Karolia, 2006, nuradeen.com)

Memperbaiki Manajemen Diri
Kalau ditanya hal lain apa yang saya rasa penting untuk dikuasai, adalah kemampuan melakukan manajemen diri. Ya, karena sesungguhnya hal perlu diatur itu bukan lah waktu, tapi diri sendiri. Sebab waktu itu selalu 24 jam, tapi bagaimana kita memanfaatkannya lah yang bisa memberikan dampak yang berbeda. Betapa waktu menjadi begitu sempit ketika saya berada di rumah seharian, namun terkadang justru terasa membosankan. Saya menyadari hal seperti ini hanya mungkin terjadi ketika kita memiliki manajemen diri yang buruk. Saya percaya, Allah tidak pernah salah dalam menetapkan sesuatu, tapi bagaimana kita memanfaatkannya lah yang bisa jadi kurang bijak. Kurangnya kemampuan ini membuat saya merasa kurang produktif, meskipun sebenarnya saya sendiri belum jelas mendefinisikan produktif yang saya maksud itu seperti apa. Di pikiran saya, produktif itu adalah ketika saya bisa menghasilkan tulisan, melakukan pengembangan diri ataupun materi tertentu, hal yang bukan berkaitan dengan anak ataupun suami, tapi tentang diri sendiri. Padahal, kalau dipikir-pikir, ketika saya menjadi seorang ibu, produk utama saya adalah anak. Betul nggak? Ketika anak kita tumbuh dengan baik, sehat, ceria, aktif, dan cerdas karena turun tangan kita, apakah itu berarti kita telah sukses menjadi seorang ibu? Jawabannya bisa iya dan tidak menurut saya… Ketika kita bisa menyeimbangkan antara peran sebagai ibu dan istri dengan passion pribadi.
Ya, intinya mengapa saya merasa kemampuan ini begitu penting adalah adanya kesadaran akan pentingnya memiliki waktu untuk mengembangkan diri bagi saya, selain tentu saja waktu untuk anak dan suami. Ketika saya dapat melakukan manajemen diri dengan lebih baik, saya berharap dapat menyeimbangkan kedua hal tersebut.

Apa yang bisa saya lakukan sekarang?
Hal pertama tentu adalah meminta ridho dari suami dan banyak berdiskusi dengannya mengenai kegelisahan saya dalam menjalankan peran sebagai seorang ibu dan istri. Selanjutnya, mendatangi majelis ilmu, salah satunya dengan mengikuti grup-grup parenting yang banyak menularkan manfaat serta ilmu yang ingin dikuasai. Banyak membaca dan sharing pengalaman dengan ibu-ibu lain yang mungkin juga memiliki kegelisahan yang sama, sehingga dapat memperluas pandangan kita dalam menyikapi masalah yang sedang dihadapi. Terakhir, selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah SWT dan meminta dimudahkan dalam menjalani peran apapun dan selalu diingatkan.


Klise banget ya? Tapi, Bismillaah.. semoga bisa menjadi pribadi, istri dan ibu yang lebih baik lagi.

Salam,
Sawitri Wening




Sumber:


No comments:

Post a Comment