Bismillaah...
“Segala sesuatu selain dzikrullah itu permainan dan
kesia-siaan, kecuali terhadap empat hal; yaitu seorang suami yang mencandai istrinya, seseorang yang melatih
kudanya, seseorang yang berjalan menuju dua sasaran (dalam permainan panah,
termasuk juga dalam berlomba), dan seseorang yang berlatih renang.” (HR.
An-Nasa’i. Shahih, kata Muhammad Abdul Halim Hamid).
Suami saya ternyata orangnya
lucu. Itu hal pertama yang mungkin akan saya jawab kalau ada yang menanyakan
pendapat saya mengenai hal apa yang baru saya ketahui mengenai pasangan setelah
menikah. Sebelum menikah dulu, saya mana tahu kalau laki-laki itu bisa sekocak
ini (sekocak apa hayoo?). Dulu, saya lebih memandang dia sebagai lelaki idola
para wanita (serius, fansnya banyaaaakkkk sampe keselek) yang punya tingkah
laku aneh atau kekanak-kanakan di saat-saat tertentu (tapi semua itu dimata
saya nggak ada yang dibuat-dibuat, he
never tried to amuse anyone by acting childish, it was just a genuine him and
that’s why I fell in love with him, ihiy!). Kelucuan suami saya sering kali sukses meluluhkan hati kalau
saya lagi kesal. Gimana mau kesal kalau dia ngelucu, walaupun sebenernya saya
tahu sih dia kadang nggak niat untuk melucu, tapi tetep ajaaa.
Terus apaan hubungannya sama
hadits di atas? Ya jelas ada… Kadang ya kalau suami keseringan becanda, saya
kan suka geregetan sendiri ya. Keluar deh kata-kata pamungkas, “aku becanda
sayaang… biar kita tetap romantis.” Yaelaaah luluh lagi. Pernah tuh, karena
saya protes dia bercanda terus, suami saya pun jadi sok-sokan serius daaan saya
ternyata jauh lebih suka dia apa adanya. Serius macam lagi rapat BEM aja,
hahah. Terus saya jadi inget hadits di atas, dan emang bener bercanda sama
suami itu bikin hati adem ayem, masalah jadi males lama-lama di
pikiran—jalan-jalan dulu dia. Hayooo, siapa yang nggak mau kayak gituuu… hihih.
Nah, terus saya jadi kepikiran deh buat mendokumentasikan cerita sehari-hari
kami berdua dan menjebak mengajak suami buat nulis bareng, bergantian
tiap episode. Selain biar nggak lupa karena siapa tahu kan bisa jadi salah satu
sumber tawa di senja nanti, dan juga melatih biar terbiasa nulis, dan produktif
sedikit lah selain cuci clodi sama main Brave Frontier (paham banget nih kalo
yang main. So, please enjoy our first
episode of AthaXWening Series.
AthaXWening Eps. 1: Bahasa 'Kode'
Di suatu siang di hari kerja, Ada
notif WA dari suami.
Atha : Lagaps?
Wening: Kankan
Atha: Mamas durdur?
Wening: Iya. Ewele. Nangnang terus.
Atha: Nanti malem nonpi yuk.
Wening: Nggak ah, nanti aku tujtuj lagi.
…
Ada yang ngerti nggak kita
ngomong apaan? Hahah. Emang bener ya menikah itu adalah saat dimana kebiasaan
menular. Salah satunya ya cara ngobrol yang seperti ini nih. Semenjak menikah,
saya mengenal bahasa baru dari suami 1) bahasa anak bunayya (kosan dia jaman
kuliah) dan 2) bahasa ‘kode’ kayak di WA tadi. Dua-duanya aneh, tapi lama-lama
ketularan aneh juga T,T. Kebiasaan ini nggak cuma muncul kalo lagi watsapan,
tapi pas ngomong secara langsung pun sering kali kami menggunakan kata-kata
yang terdengar seperti kode itu. Bahasa anak bunayya lebih unik lagi, dimana
ada kata “hambet” yang definisinya bisa meluas sesuai dengan konteks
pembicaraan. Saya suka roaming sendiri
kalo lihat grup WA mereka, kayak ngomong bahasa planet lain. But anyway, kadang saya juga suka ngikutin
secara sadar atau nggak sadar, hahah. Saking seringnya berbahasa kayak gitu,
kadang saya suka kebawa kalo lagi ngobrol via WA sama temen-temen yang lain dan
berakhir dengan pertanyaan “lu ngomong apaan sih?”
Kebiasaan berbahasa kode ini
ternyata tidak muncul begitu saja, tetapi karena ada kejadian yang bikin kita
keterusan ngomong seperti itu. Kayak ‘Tujtuj’ itu awal mulanya karena saya
sering typo ngomong ‘ngantuk’ jadi ‘ngantuj’. Jadi deh, muncul kata baru di
KBBI kita ‘tujtuj’ yang artinya ‘ngantuk’. Terus, otak makin kreatif ciptain kata-kata
baru lainnya. Kalo kebiasaan menyingkat kata kayak ‘lagaps’ (lagi apa) atau ‘sikgig’
(sikat gigi) belakangan saya baru sadar kebiasaan suami itu datangnya dari
keluarganya yang kadang suka menyingkat kata, biar ringkas. Kebiasaan lainnya
adalah kalau ngobrol kadang suami bergaya ala-ala Cinta Laura gitu, terus tanpa
sadar saya nanggapin dengan gaya yang sama. Hahahah, ngapain sih… aneh banget
yak. Kebiasaan ini muncul semenjak tanpa sengaja kami menonton salah satu
episode Upin Ipin dimana guru baru di sekolahnya hendak mengenalkan murid baru
dan entah kenapa ketika ngomong “murid baru” sang guru bicaranya ala-ala Cinta
Laura gitu. Kan kita jadi ngakak dan bingung ya. Jadilah scene itu terkenang dalam lubuk hati kami yang paling dalam.
Kebiasaan ini nggak bisa dianggap
remeh. Soalnya, entah udah berapa kali kita ngakak bareng karena baca bahasa
nggak jelas, ngomong dengan gaya nggak jelas pula, dan menyadari betapa anehnya
diri ini ketika ikut tertular berbahasa seperti itu. Ternyata semua itu
menyenangkan! Tapi, tetap dong kami cinta Bahasa Indonesia dan nggak bermaksud
menularkan kebiasaan aneh ini ke orang lain. Hahah, jadi serius.
Ok, sekian episode kali ini. Sampai
bertemu di episode berikutnya yang insya
Allah akan ditulis oleh suami saya (kalau dia nggak mager, wkwk). Kalau
kamu, apa kebiasaan unik kamu dan pasangan? Hihih….
Uds ya, mau nyiapin sarpag dulu
niccccc….
Salam,
SW
Agagagagagagg. Luc juc kalkal *lidah freeze seketika*
ReplyDeletewkwk ati-ati mbak kalo belum biasa lidah sama jempolnya bisa keriting
DeleteKayanya gue salah deh baca postingan wening pagi-pagi gini, jadi pengen punya suami nih gue,hahaha
ReplyDeleteAYO WEEE KAWIIN
DeleteLucu ka :)
ReplyDeleteEwele, nangnang, nonpi itu apa?
wah berarti kalau menikah nanti akan terpengaruh gaya bahasa suami ya ? Makasih sharingnya kak wening :D
ReplyDelete