Day 9 - Berkunjung ke Rumah Sepupu
Karena kakak saya sedang sakit dan gagal menginap di rumah orang tua kami dan saya baru enakan setelah sakit minggu kemarin, akhirnya saya memutuskan mengikuti keinginannya Ken untuk ikut ke rumah sepupunya (anak kakak saya). Walaupun ternyata saya belum fit, dan malah muntah dan pusing begitu sampai di rumah kakak saya, hiks. Jadi hari itu, saya bisa observasi Ken tentang bagaimana dia 'belajar' di kondisi yang tidak biasa.
- Di perjalanan, Ken banyak menggunakan visualnya untuk memperhatikan dan mengobservasi kendaraan, jalanan, atau apapun yang dilihatnya. Kemampuan kognitifnya juga memungkinkannya untuk banyak bertanya mengenai apa yang ia lihat untuk mendapatkan pemahaman yang lebih utuh. Jadi, selain memperhatikan ternyata Ken juga menggunakan modalitas auditorinya.
- Ketika sampai di rumah sepupunya, Ken sibuk dengan mainan-mainan yang ada di depan TV. Baginya, hal yang baru selalu menarik, apalagi mainan yang baru dilihatnya, meskipun itu bukan mainan baru. Di sini, Ken saya selalu ajarkan untuk meminta izin dengan cara memintanya berkata langsung kepada bude atau sepupunya.
- Sejauh yang saya perhatikan, ketika ada orang yang membuatnya tidak nyaman, Ken akan menghindari orang itu dan tidak pernah menunjukkan tindakan agresif kepada orang lain, kecuali kalau ia sudah sangat kesal. Seperti yang ditunjukkan Ken saat sepupunya mulai iseng dengan menggodanya, mengambil mainan yang sedang dipegangnya. Alih-alih merengek, dia malah meladeni candaan sepupunya itu dan kalau dia sudah lelah, maka dia akan berhenti meladeni sepupunya itu dan meninggalkannya. Cara ia meregulasi emosinya saat ini, biasanya dengan diam, menghindari orang yang membuatnya kesal/menyakitinya (mencari kesibukkan sendiri) atau dengan melampiaskannya pada benda mati, misal menendang mainan yang ada di depannya atau memukul kasur. Walau mungkin akan ada masanya yaa anak menjadi lebih agresif ke orang lain. Di sini Ken belajar bagaimana caranya menghadapi konflik dengan melibatkan emosi dan kemampuan interpersonalnya.
- Ketika melihat tombol pada galon, Ken bertanya "Bu, ibu ini buat apa?" Lalu saya menjawab, "Itu buat ngambil air. Kalau dipencet nanti keluar airnya." Jengjeng, dia pun langsung memencet tombol itu dan keluar lah air dari dalam galon dengan deras. Only after that he completely understand what the button used for, lol. Buat dia, cara mengetahui sesuatu saat ini yang paling menarik adalah melakukan langsung dan melihat sendiri apa yang tejadi selanjutnya. Oh, tadi omongan ibu tentang fungsi tombol itu hanya numpang lewat di telinganya :'D. Senangnya kalau lagi waras, lihat begini ibu malah bahagia karena tahu kalau rasa ingin tahu Ken sebesar itu! Coba kalau lagi nggak waras, pasti udah ngomel ke Ken, "why did you do thaaaat?!! Nggak denger ibu tadi ngomong apa?!!"
Day 10 - Bermain Peran dan Senang Belajar Menulis
Jadi, hari ini ibu lagi kerajinan. Lihat kardus besar teronggok di rumah, langsung keinget postingan bebikinan kardus di IG @emakisengkompakan. Bahagia banget kalau ada yang share ide-ide main anak di social media! Terima kasih, ibu-ibu :* Soalnya nambah stok ide bermain sama Ken buat saya sendiri. Makanya itu, belakangan saya juga rajin post di IG story kegiatan yang saya bikin untuk Ken. Siapa tahu kan ada yang lagi mandek juga mau bikin kegiatan apa, terus jadi terbantu karena lihat IG kita.
Dalam proses pembuatan firetruck kardus ini yang banyak dikira bus sama orang-orang. Banyak hal yang bisa Ken pelajari dengan melihat saya membuatnya, bagaimana saya memotong kardus, mewarnai dengan cat air, menempel kertas dan menyematkan tali. Di sini, yang saya sayangkan adalah saya tidak terlalu melibatkan Ken dalam membuatnya. Jadi, kontribusinya Ken hanya sebagai observer dan saya membiarkan dia berkreasi dengan cat warna di potongan kardus yang saya gunakan. Padahal, bisa loh saya ajak dia untuk memberi lem dan menempel roda atau tangganya, jadi dia lebih merasa kalau itu buatan ibu dan dia. Buktinya waktu ditanya yang buat siapa, Ken jawab, "Yang buat ibu ini, bukan Ken." Oke, nggak apa buat koreksi kegiatan selanjutnya.
Setelah jadi, Ken tak berhenti bertanya tentang ketidaksempurnaan bikinan ibunya, "kok rodanya begitu? kok yang ini nggak nempel? kok tangganya di sini?" Hadeeuh, Mbok yo bersykur gitu lho Ken dan ibu buatin, lol. Lalu, saya ajak bermain peran menjadi pemadam kebakaran. Kebayang dong ya dengan begitu aja semua aspek visual, auditori, dan kinestetiknya jadi terstimulasi.
Malam harinya, adalah saat bermain bebas dan bermain dengan ayah yang baru pulang kantor. Tumben nggak main magic beads atau pipa atau bombik. Kali ini, anaknya anteeeeeng banget nulis di buku tulis, malah kalau dia lagi mau pindah posisi, buku dan pensilnya dibawa dan dia teruskan kegiatan menulisnya itu. Memang sih ya kesukaan menulis ini, ibaratnya, kayak musiman gitu. Dulu pernah ada waktu Ken sukaaa banget coret-coret pakai pensil/pulpen, tapi abis itu udah nggak suka lagi. Nah, sekarang anaknya lagi inisiatif belajar nulis sendiri nih. Rupanya, yang bikin Ken tertarik dengan menulis sekarang adalah kalau dia sadar sekarang sudah bisa bikin bentuk-bentuk dua dimensi. Kalau sebelumnya, cuma coret-coret benang kusut, sekarang sudah lebih berbentuk dan dia sudah mulai bisa mengasosiasikan coretannya itu dengan bentuk yang familiar buat dia. Misal, "Eh, ini huruf K.. for Ken!" atau "Bu, ini gambar ikan!" Walaupun sebenarnya nggak sama persis dengan benda yang dia maksud, tapi memang ada bentuk dan tarikan garis yang kalau diperhatikan memang mirip. Pantesan ajaaa anteng kan, pasti anaknya merasa, "wedeeeh, gua udah bisa gambar!" Kalau udah begini, biasanya saya diamkan saja karena dia sedang fokus sama yang dikerjakan dan baru diajak ngomong ketika anaknya bertanya atau mau menunjukkan hasil karyanya.
Kesimpulan Observasi
Semacam lagi ngerjain tugas kampus, hahah. Kesimpulannya sih gaya belajar Ken saat ini sih yang paling dominan masih di kinestetik dan auditori. Tapi, semua itu bisa jadi dipengaruhi oleh tahap perkembangan kognitifnya dia yang sekarang dan pengetahuan serta kemampuan lainnya. Makanya, penting banget stimulasi anak di berbagai aspek supaya dia bisa lebih eksplor dengan gaya belajar apa anak lebih nyaman dan bisa dapat pemahaman tentang sesuatu jadi lebih baik. Makanya, ayo ibu-ibu semangat stimulasi anak dengan berbagai pengalaman dan kegiatan (ngomong sama diri sendiri)!
Terakhir, saya senang banget mengerjakan observasi ini karena bikin saya bisa fokus sama kelebihan anak bukan pada kelemahannya, "meninggikan gunung, bukan meratakan lembah". Meskipun pada praktiknya nggak semudah itu ya karena nggak ada orang tua yang sempurna. Sebab, kalau ada yang salah pada anak kita, yang semestinya berkaca adalah kita kan orang tua yang mendidiknya.
Salam,
Sawitri Wening
Salam,
Sawitri Wening