|
Bermain di Halaman Rumah |
Saya nggak nyangka, ternyata potty training itu adalah proses yang panjang, yang di dalamnya ada bab-bab tersendiri. Halah, macam novel aja. Pengennya anaknya seminggu latihan langsung bisa, tapi ternyata kan nggak 😂. Seperti perkembangan lainnya, saya yakin setiap anak pasti punya cerita sendiri tentang proses potty trainingnya. Kayak waktu itu, usai sholat di London Central Mosque, ada seorang ibu dari Palestine menyapa saya. Beliau menanyakan berapa usia Ken dan ujug-ujug bertanya apakah Ken masih pakai popok? Rupanya, pertanyaan itu disambung dengan cerita tentang anak perempuannya yang kurang lebih usianya sama dengan Ken. Beliau bilang, anaknya sudah lulus potty training dalam waktu 3 hari saja. Nah, ternyata ada kan yang bisa secepat itu juga, dan mungkin banyak juga yang butuh waktu berbulan-bulan sampai lulus, zero accident.
Saya ingat, beliau lalu meng-encourage saya untuk mencoba tidak mengenakan Ken popok saat tidur malam. Saat itu, saya hanya bisa tersenyum. Sebab sesungguhnya perjalanan potty training ini adalah ujian mental bagi orang tua. Waktu itu, saya belum siap. Belum terbayang repotnya mesti bawa Ken malam-malam ke kamar mandi, sambil ngantuk-ngantuk. Belum lagi kalau ngompol di kasur😧.
Saya baru berani mencoba saran ibu itu, 1-2 bulan setelahnya.
-
Kalau diibaratkan sebuah novel, mungkin ini adalah bab-bab dan garis besar cerita perjalanan Potty Training versi Ken Maruta. Mudah-mudahan ada manfaatnya ya! 😄
Bab 2: Bisa Menahan Pipis Lebih Lama
Ken memulai potty training-nya pada usia 18 bulan. No popok saat siang hari (kecuali saat sedang keluar rumah dan tidur siang). Progres awal adalah, yang tadinya pipis semau dia kapan aja dimana aja (bahkan bisa 5-10 menit jedanya), perlahan mulai lebih panjang intervalnya. Awal-awal tentu karena Ken masih terbawa kebiasaan saat pakai popok, ketika masih bisa pipis sembarangan tapi nggak ada konsekuensi apapun. Lama-lama dia mulai belajar, kalau dia pipis, dia akan merasa tidak nyaman karena celana dan kaki basah. Jadi, Ken mulai bisa menahan pipisnya lebih lama. Saya sendiri mungkin setelah berjalan 5 hari, sudah mulai bisa tenang dan nggak melulu melepas pandangan dari Ken. Nggak harus observasi terus-terusan.
Bab 3: No Popok Saat Tidur Siang
Setelah Ken mulai paham dan jeda pipisnya menjadi lebih lama, saya mulai meng-encourage Ken tidur siang tanpa popok. Ya, tidur siang dulu, belum tidur malam. Alasannya karena waktu tidur siang lebih sebentar daripada tidur malam. Percobaan diawali dengan 'brain-wash' dulu seperti biasa, "Ken, mulai besok kita coba bobo siang nggak pake popok ya. Pipisnya di kamar mandi ya, bukan di kasur."
Surprisingly, sejak hari pertama percobaan tidur siang tanpa popok, Ken nggak pernah ngompol. Asaaaal, begitu dia bangun, langsung diajak ke kamar mandi. Sebisa mungkin secepatnya, jangan kasih kesempatan doi ngompol di kasur ataupun lantai.
Tidak butuh waktu lama, di hari kedua dan seterusnya, kalau bangun tidur dan berasa ingin pipis, dia akan langsung turun dari tempat tidur. Kalau ibu kurang sigap, at least dia akan pipis di lantai, bukan di kasur.
Pernah kecolongan nggak? Oh, pernah dua kali. Waktu Ken mager turun tempat tidur karena masih ngantuk dan mungkin udah kebelet banget kali ya 😂.
Bab 4: No Popok saat main di luar rumah
Kalau Ken lagi main di luar rumah, saat itu saya masih mengenakan Ken cloth diaper (clodi)--sayang soalnya pospaknya cuma dipakai sebentar😂. Biasanya, saya kasih pengertian ke Ken supaya dia nggak bingung dan menganggap saya nggak konsisten. Kasih pengertiannya dengan menjelaskan alasan kenapa saya memakaikan ia clodi, "Ken... kan mau main di luar nih. Pakai popok dulu ya, supaya nanti mainnya tenang. Nanti kalau Ken udah makin pintar, nggak pakai popok lagi ya mainnya" Padahal mah supaya ibunya nggak repot aja.. Kan nggak enak ya kalau ngompol di rumah tetangga. Btw, Ken pernah lho tapi ngompol di tempat Mba Mae dan Mba Nunuy (Maapin Ken ya mbak 😅).
Belakangan saya udah mulai membiarkan Ken bermain di halaman/rumah tetangga tanpa pakai popok. Masih sesekali ngompol, tapi udah lebih jarang kalau dibandingkan sebelumnya. Jadi, mari kita apresiasi sekecil apapun pencapain anak dalam proses ini 😊.
Bab 5: Mulai bilang kalau mau pipis
Ken, alhamdulillaah, sudah mulai lancar berbicara. Tapi, kalau disuruh bilang saat mau pipis, masih belum mau. Nah, belakangan Ken menunjukkan kemajuan karena makin sering bilang kalau mau pipis. Catat ya kalau mau pipis aja, kalau mau pup masih PR. Biasanya Ken akan skip bilang kalau lagi keasyikan main atau simply lagi nggak mau bilang aja. Selama proses ini pun Mantra yang hampir selalu terucap adalah "kalau mau pipis/pup bilang ya..." sambil berharap anak ini akan semakin paham dan konsisten untuk bilang dulu kalau mau buang air.
Bab 6: No Popok Saat Tidur Malam
Yeay! Akhirnya Ken masuk ke dalam bab ini. Awalnya karena waktu saya cek popoknya di pagi hari masih sangat kering. Semenjak memulai potty training, saya membiasakan Ken untuk langsung ke kamar mandi begitu bangun tidur. Jadi, kalau dia menahan pipis saat tidur, bisa langsung dikeluarkan di tempatnya. Saat ini sudah memasuki hari ke-4 dan selama itu, Ken belum pernah mengompol saat tidur malam, Masya Allah..
Malam ini pun, saya memutuskan untuk tidak memasang perlak di tempat tidur. Hal khusus yang saya lakukan pada tahap ini adalah menanyakan Ken apakah mau ke kamar mandi saat ia terbangun di tengah tidurnya. Kalau ia menolak, ia akan tertidur lg setelag menyusui, kalau ia bilang 'iya' saya akan menggendongnya ke kamar mandi.
Semoga selalu begini dan bisa berprogress lagi untuk waktu bangunnya. Setelah bab ini, saya berharap bisa masuk dalam bab : no popok saat berpergian. Mudah-mudahan segera diberikan keberanian untuk memulainya ya, hehe.
-
Mungkin banyak yang berpendapat untuk memulai potty training sebaiknya saat anak sudah lebih besar lagi (menjelang 3 tahun misalnya) untuk mempersingkat prosesnya. Sebab kesiapan anak untuk menyelesaikan proses ini tentu didukung oleh kesiapan fisik, mental, dan kognitif anak. Ada juga yang berpendapat semakin cepat lepas dari pospak semakin baik dengan alasan melatih kemandirian ataupun alasan kesehatan. Kalau buat saya, ini pilihan masing-masing. Mau mulai training saat anak masih newborn silakan, saat 18 bulan silakan, saat sudah lebih besar juga silakan saja. Tidak ada salahnya karena orang tua pasti punya pertimbangan masing-masing mengenai hal itu. Just a kind reminder, membandingkan perkembangan anak satu dengan anak lainnya secara bijak itu baik, tapi tidak sebaliknya. Don't rush a thing because of other parents' kid had done something. Do it because of you (and your children) need it 😊.
-
Oh ya, ada bab khusus di perjalanan potty trainingnya Ken, yaitu hal-hal tak terduga yang terjadi saat proses ini berlangsung. Misalnya:
1. Potty yang kemarin kami beli, hanya dipakai sesekali. Ken lebih sering pipis di shower room. It's okay, we'll get to the next step later when someone is ready.
2. Ada masa dimana saya marah karena Ken mengompol. I wish i never do that. Perbanyak stok sabar saat memutuskan memulai proses ini, terutama waktu-waktu awal. Lama-lama sih udah santai aja dia mau ngompol juga.
3.Buat saya, mengajak Ken pup di kamar mandi lebih sulit daripada pipis. Dia lebih suka jongkok di tempat, dibanding lari ke kamar mandi dan buang hajat disana *elap keringet*
-
Jadi, begitulah cerita potty trainingnya Ken sampai saat ini. Mudah-mudahan bisa melanjutkannya part selanjutnya sampai Ken lulus!
Buat ibu-ibu yang lagi dalam proses melatih anak pipis/pup di toilet, semangat ya! Ingeet... This too shall pass... *ngomong sama kaca*🍃
Bristol, July 18th 2017
Sawitri Wening