Hi!
So, here I am sitting next to my little son whom just fell asleep peacefully
after second round of breastfeeding. Yes world, meet my son… Ken Maruta Rasyadi.
Setelah beberapa minggu ini masih
beradaptasi dengan peran baru sebagai ibu, akhirnya tibalah waktu untuk update blog yang sedikit berdebu ini.
Jadi, alhamdulillaah saya sudah melahirkan bayi laki-laki yang sudah dinanti-nanti
dari minggu ke-37 (karena katanya memasuki usia kandungan tersebut, bayi sudah
bisa lahir) dan makin dinanti-nanti setelah beberapa orang teman yang juga
sedang hamil sudah duluan melahirkan—anaknya kompetitif, heheh… nggak deng).
Karena setiap ada yang jenguk minta diceritain kisah
kelahirannya Ken, jadi saya tulis aja deh. Biar baca sendiri… (laah~).
Iya, pada akhirnya saya harus
menjalani operasi Caesar untuk melahirkan Ken. Di minggu ke-40, posisi ken
belum juga turun ke panggul padahal saya dan suami sudah berusaha lebih keras
agar si bayi bisa segera turun ke jalan lahir. Atas saran Bidan Jeane, kami
diminta untuk konsul ke dr. Yun lagi keesokan harinya (Kamis, 13/08/15) untuk
mengetahui apakah perlu dilakukan tindakan operasi. Setelah konsul dengan dr.
Yun di kamis sore, saya akhirnya disarankan untuk operasi karena diagnosis awal
menyatakan lingkar kepala bayi lebih besar dari lubang panggul (belakangan baru
diketahui memang ini penyebabnya) dan plasenta sudah pengapuran. Dr. Yun sempat
menawarkan untuk menunggu seminggu lagi—karena siapa tahu bisa turun. Tapi,
kemungkinannya kecil karena berat bayi pada saat itu sudah 3,4 kg dan kalau
menunggu seminggu lagi bisa-bisa bayi makin besar dan makin sulit turun. Jadi,
saya dan suami pun menyetujui untuk dilakukan operasi. Karena kami ingin
ditangani oleh dokter yang sudah tahu riwayat kehamilan saya, kami pun
menanyakan kapan dr. Yun bisa menjadwalkan operasi. Ternyata pilihannya keesokan
harinya (tapi, pagi…) atau selasa minggu depannya. Dalam hati, waduh… pengin cepet sih tapi masa besok pagi
banget… :’’D
Alhamdulillaah… semua proses
dimudahkan. Kamis malam, saya dan suami pulang ke rumah orang tua di Jatinegara
untuk mengurus surat rujukan keesokan paginya. Sekitar pukul 10 pagi kami
sampai di rumah sakit. Begitu sampai, ternyata kamar untuk saya sudah disiapkan
dan saya sudah dijadwalkan tindakan setelah sholat jumat. Meskipun ini
pengalaman pertama saya operasi dan melahirkan, anehnya perasaan saya saat itu
damai sekali dan pasrah. Setelah jarum infus dan kateter di pasang, saya dibawa
ke depan ruang operasi ditemani dengan ibu, suami, dan mama. Setelah menunggu
sekitar setengah jam, tibalah waktunya saya diantar ke ruang operasi.
Sebelum proses bius dimulai, saya
diberitahu apa yang mungkin akan saya rasakan setelah dibius. Seperti rasa mual
dan kebas. Dokter anastesi pun menyuntikkan bius melalui tulang punggung saya,
selang oksigen dan “kabel-kabel” lainnya di pasang ke tubuh saya. Tangan saya
terbuka lebar. Selama proses operasi saya bisa dengan jelas mendengar
percakapan tim dokter, pinggang terasa lepas dari tubuh saya. Selama itu, saya
memutuskan untuk memejamkan mata dan berzikir sepanjang operasi. Sekitar 10
menit setelah operasi dimulai dan setelah seorang dokter membantu mendorong
bayi dari perut atas saya, suara tangisan melengking itu pun terdengar. Saya
nggak bisa menahan tangisan haru, apalagi setelah dokter mengatakan, “Alhamdulillaah… sudah lahir ya bu anaknya
sehat, tidak ada kelainan bawaan. Itu dengar… yang nangis itu suara anak ibu.” Langsung
ngucur air mata, masih dengan mata
terpejam dan dalam hati mengucap syukur… Allahuakbar!
Sebelum bayi dibawa ke ruang
bayi, saya sempat ditunjukkan bayinya dan diminta untuk menciumnya. Sementara
itu saya merasa teler banget, sehingga mungkin ini yang menyebabkan pihak rumah
sakit ini tidak melakukan IMD (Inisiasi Menyusui Dini) pada ibu yang menjalani
operasi Caesar.
Selama di rumah sakit, saya
selalu sekamar dengan Ken. Perawat mengambil Ken setiap pagi dan sore untuk
dimandikan. Saat pertama kali menggendong Ken, saya pun langsung diminta untuk
menyusui Ken. Hihih… waktu itu rasanya sedikit nggak percaya karena bayi kecil
ini hidup (dan suka heboh) di dalam perut saya, sekarang ada di tangan saya.
Bersyukur sekali rasanya, walaupun gagal melahirkan secara normal, tapi saya
yakin Allah lebih tahu yang terbaik. Kalau katanya Bidan Jeane, Ken pengin
keluar lewat jendela, bukan lewat pintu. Ya, dia memilih sendiri caranya untuk
lahir ke dunia.
Sekarang, perjalanan baru dimulai
lagi. Perjalanan yang ternyata sudah terasa amat berbeda dari sebelumnya, yang
mengubah ritme hidup kami. Bagaimanapun, kami sangat bersyukur karena sudah
diberikan kepercayaan ini oleh Allah.
Bismillaah… semoga saya dan suami
diberi kesabaran dalam membesarkan dan mendidik Ken menjadi anak yang sholeh
dan berbakti pada orang tua. Semoga Allah berkenan kembali mengabulkan doa dan
harapan kami ini, Aamiin…
Dear Ken… Let’s make this world smile even bigger by the present of you :*
- SW-
waaah berarti udah setaunan ya sekarang ken nya,.,btw salam kenal ya,.,kalau ngomongin proses persalinan aku pasti langsung tertarik karena akupun sudah 2 kali ngrasain proses itu dengan 2 kondisi yang berbeda tapi tetap sama2 normal,.,i'm 30 years old now,.,luar biasa ya perjuangannya, aku malah belum sempet berbagi pengalaman soal yg satu ini di blog,.,anyway mampir ya ke blogku http://saniadaffa.blogspot.co.id/
ReplyDelete