Ketika bisa tidur siang adalah sebuah pencapaian |
Day 2 - Membuat kesepakatan
Siapa di sini yang anaknya memasuki masa susaaaaah banget disuruh tidur siang? *Ngacung paling tinggu
Setelah disapih, salah satu waktu yang sering terjadi drama adalah ketika waktu tidur siang. Maksudnya, Ken jadi sering menolak tidur siang karena ingin bermain terus, padahal sering kali sebenarnya ia sudah merasa ngantuk. Hal ini diperparah dengan jetlag yang dialami Ken ketika pindah dari Bristol ke Indonesia. Jam tidur menjadi berantakan, termasuk tidur siang.
Alhamdulillaah, belakangan kebiasaan tidur siang Ken semakin teratur. Tapiiiiii mesti ada sesi tawar-menawar dulu sebelum akhirnya tidur
Salah satu cara berkomunikasi dengan Ken yang cukup efektif adalah dengan membuat kesepakatan dengan Ken. Contoh kesepakatan itu adalah dengan memberikan kesempatan Ken menentuka sendiri kapan ia harus berhenti main dan tidur siang. Seperti yang terjadi hari ini.
Ibu: Ken, abis pipis kita bobo ya
Ken: nggak mau. Ken mau main aja.
Ibu : Oke, Ken masih boleh main, tapi sebentar saja ya. Ibu pasang alarmnya ya (karena Ken belum bisa memahami konsep waktu, jadi untuk memudahkan, dipasang alarm)
Ken: iya
Ibu: Ken mau berapa menit lagi?
Ken: tiga menit
Ibu: Oke (ibu memasang alarm di hape sambil disaksikan Ken)
Setelah alarm berbunyi, Ken mematikannya sendiri dan langsung menghentikan kegiatan bermainnya dan pergi ke tempat tidur. Eh, tapi apa Ken akan langsung tertidur? Beluuuum... masih ada sesi tawar-menawar lagi sebelum akhirnya ia benar-benar terlelap.
Ibu: Ken mau bobonya, lampunya dimatikan atau dinyalain?
Ken: bobonya lampunya dinyalain aja
Ibu: Iya, tapi Ken bobo ya. Kalau nggak, lampunya dimatiin aja supaya tidurnya lebih enak.
Ken: nggak mau, dinyalain aja
Ibu: Oke, asal Ken tidur ya.
Cara berkomunikasi seperti ini, menurut saya lebih efektif dibandingkan menyuruh Ken tidur dengan cara marah-marah dan berujung pada pecahnya tangisan dan drama tantrum. Meskipun rate keberhasilannya tidak 100% terutama kalau Ken sedang benar-benar tidak mengantuk atau ada hal khusus lainnya. Namun, dengan membuat kesepakatan seperti itu saya merasa lebih menghargai Ken dengan memberinya kesempatan menentukan sekaligus melatih mengambil keputusan sendiri. Apabila ia tidak mengikuti keputusan yang telah diambilnya sendiri, maka ia akan mendapatkan konsekuensi baik itu secara natural atau sesuai dengan yang telah disepakati.
Apabila dirangkum, strategi komunikasi yang saya lakukan dalam cerita ini adalah:
1. Menggunakan kalimat tunggal dan pendek
2. Menawarkan pilihan solusi kepada anak (untuk anak seusia Ken yang masih harus banyak diarahkan)
3. Mengenalkan konsep batas waktu
4. Menjelaskan alasan kenapa harus tidur siang (Ini saya lakukan biasanya kalau ada penolakan lebih lanjut, kebetulan hari ini lebih mudah dikasih tahunya, hihi... Jadi jurus yang ini nggak dikeluarkan deh)
Jadi, ternyata anak semuda Ken sudah bisa lho diajak membuat kesepakatan dan saya merasa cara ini membuat dia tidak merasa terlalu terpaksa melakukan apa yang dikehendaki orang tuanya karena saya memberikan ia kesempatan untuk menentukan pilihan arau tidak sekadar mendikte solusi. Jadi, dalam proses meminta ankak tidur siang aja udah banyak hal ya yang bisa dipelajari, hehehe. Doakan ya semoga Ken semakin otomatis sadar akan pentingnya kebutuhan tidur siang, supaya ibunya tinggal bilang "Ken, waktunya tidur siang" dia langsung menjawab "Oke, berangkat, bu!"
Kalau ibu-ibu ada tips lain nggak?
Cheers!
Sawitri Wening
Baca artikel lain tentang Komunikasi Produktif di sini
#hari2
#gamelevel1
#tantangan 10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
No comments:
Post a Comment