Tulisan ini adalah hasil dari
refleksi diri penulis dan didedikasikan untuk memenuhi nice homework Kelas
Matrikulasi Institut Ibu Profesional Batch #4
Sebagai seorang ibu yang memilih
untuk stay di rumah, mendedikasikan
diri sepenuhnya untuk anak dan suami, saya merasa belum bisa memaksimalkan
peran dan kesempatan yang saya pilih sendiri. Semakin kesini kok ya semakin
banyak kekurangan yang saya rasakan, semakin banyak tidak puasnya dan
ujung-ujungnya sering merasa kesal dengan diri sendiri. Sering kali saya
bertanya-tanya apa yang salah, apa hal terpenting yang saya lewatkan sampai
rasanya terkadang merasakan ada beban dalam menjalani peran dan amanah ini. Hal
yang mungkin jadi penyebabnya adalah perasaan tidak bisa lagi melakukan banyak
hal semau saya, keterbatasan waktu untuk melakukan hal yang disuka seorang
diri, dan keharusan menunda mengejar keinginan saya. Atau jangan-jangan saya
yang terlalu membatasi diri. Ah, mari memulai refleksi ini.
Ikhlas Menjalankan Amanah
Hidup ini adalah sekolah yang
sebenar-benarnya. Dimana masalah, kesempatan, dan keberuntungan datang silih
berganti, menuntut kita untuk bisa menghadapinya dengan baik dan bijaksana.
Buat saya, peran sebagai seorang istri dan ibu adalah hal yang menjadi
prioritas. Hal tersebut bukan paksaan, dan merupakan pilihan saya sendiri.
Maka, bagaimana caranya agar hati, pikiran, dan perilaku saya bisa berjalan
dengan sesuai dan beriringan. Sering kali saya merenungi pertanyaan yang sebelumnya
sudah saya tuliskan. Hal apa yang saya lewatkan?
Setelah perenungan yang panjang,
saya rasa hal belum saya pahami dan bisa jalani dengan baik itu adalah keikhlasan. Hal yang justru paling utama dan menurut saya
merupakan pondasi untuk menjalani suatu peran dengan baik. Oleh karena itu,
mungkin ini lah hal yang paling ingin saya pelajari dan kuasai di universitas
kehidupan ini. Ikhlas dalam menjalani hal apapun yang menjadi tanggung jawab
kita. Ikhlas yang berarti selalu ingat kalau sebenarnya hal yang kita lakukan
adalah sebagai bentuk ketaatan kita kepada Allah SWT. Seperti definisi ikhlas
yang tertulis di bawah ini:
“The Arabic root of the word ikhlas is
kh-l-s, which means to be purified or
refined. The very concept of refining, purifying and leaving nothing but
the very essence of that, which was sought, which, in this case, is Allah. [1] Ikhlas is also
explained as a simile that is as pure as honey or as pure as milk, which is
direct from the udders of a cow and is not tainted with anything? Ikhlas is a concept
of purity that is not tainted with pride – Riyah or anything else. [2] That is not to do anything in our life,
other then for the sake and pleasure of Allah.” (Karolia, 2006,
nuradeen.com)
Memperbaiki Manajemen Diri
Kalau ditanya hal lain apa yang
saya rasa penting untuk dikuasai, adalah kemampuan melakukan manajemen diri.
Ya, karena sesungguhnya hal perlu diatur itu bukan lah waktu, tapi diri
sendiri. Sebab waktu itu selalu 24 jam, tapi bagaimana kita memanfaatkannya lah
yang bisa memberikan dampak yang berbeda. Betapa waktu menjadi begitu sempit
ketika saya berada di rumah seharian, namun terkadang justru terasa
membosankan. Saya menyadari hal seperti ini hanya mungkin terjadi ketika kita
memiliki manajemen diri yang buruk. Saya percaya, Allah tidak pernah salah
dalam menetapkan sesuatu, tapi bagaimana kita memanfaatkannya lah yang bisa
jadi kurang bijak. Kurangnya kemampuan ini membuat saya merasa kurang
produktif, meskipun sebenarnya saya sendiri belum jelas mendefinisikan produktif
yang saya maksud itu seperti apa. Di pikiran saya, produktif itu adalah ketika
saya bisa menghasilkan tulisan, melakukan pengembangan diri ataupun materi
tertentu, hal yang bukan berkaitan dengan anak ataupun suami, tapi tentang diri
sendiri. Padahal, kalau dipikir-pikir, ketika saya menjadi seorang ibu, produk
utama saya adalah anak. Betul nggak? Ketika anak kita tumbuh dengan baik,
sehat, ceria, aktif, dan cerdas karena turun tangan kita, apakah itu berarti
kita telah sukses menjadi seorang ibu? Jawabannya bisa iya dan tidak menurut
saya… Ketika kita bisa menyeimbangkan antara peran sebagai ibu dan istri dengan
passion pribadi.
Ya, intinya mengapa saya merasa
kemampuan ini begitu penting adalah adanya kesadaran akan pentingnya memiliki
waktu untuk mengembangkan diri bagi saya, selain tentu saja waktu untuk anak
dan suami. Ketika saya dapat melakukan manajemen diri dengan lebih baik, saya
berharap dapat menyeimbangkan kedua hal tersebut.
Apa yang bisa saya lakukan sekarang?
Hal pertama tentu adalah meminta
ridho dari suami dan banyak berdiskusi dengannya mengenai kegelisahan saya
dalam menjalankan peran sebagai seorang ibu dan istri. Selanjutnya, mendatangi
majelis ilmu, salah satunya dengan mengikuti grup-grup parenting yang banyak
menularkan manfaat serta ilmu yang ingin dikuasai. Banyak membaca dan sharing
pengalaman dengan ibu-ibu lain yang mungkin juga memiliki kegelisahan yang
sama, sehingga dapat memperluas pandangan kita dalam menyikapi masalah yang
sedang dihadapi. Terakhir, selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah SWT
dan meminta dimudahkan dalam menjalani peran apapun dan selalu diingatkan.
Klise banget ya? Tapi, Bismillaah.. semoga bisa menjadi pribadi, istri dan ibu yang lebih baik lagi.
Salam,
Sawitri Wening
Sumber:
No comments:
Post a Comment